PULA PALI SANE KEMARGIANG
RING PURA DALEM
ANTAP
BAB I
PENDAHULUAN
OM AWIGHNEMASTU NAMA SIDEM
A. Selayang Pandang Pura Dalem
Antap
Pura dikatakan bukan semata mata
tempat sembahyang, karena secara konsepsional pura sama dengan candi di jawa. Istilah pura berasal dari bahasa jawa yang pada
mulanya dipakai untuk menyebutkan pusat kerajaan. Misalnya pusat kerajaan di
Samprangan bernama Linggarsa Pura, pusat kerajaan Gelgel bernama Sweca Pura dan
pusat kerajaan Klungkung bernama Semara Pura. Istilah pura sebagai tempat suci
diduga muncul dan dipopulerkan oleh Dang Hyang Dwijendra ketika beliau datang
ke Bali. Sebelum beliau datang ke Bali, tempat suci itu disebut Kahyangan atau Hyang. Sedangkan pada jaman Bali
Kuno, tempat sembahyang ini disebut Ulan.
Seperti diketahui, di Bali pada
sekarang ini terdapat banyak sekali Pura atau tempat persembahyangan, dan salah
satunya adalah Pura Dalem Antap yang berlokasi di Desa Takmung Klungkung.
Para pembaca yang penulis
hormati, sebelum penulis menghaturkan segala sesuatu tentang Pura Dalem Antap
ini, ijinkanlah penulis menghaturkan
sembah sujud ke hadapan Ida Sanghyang Aji Saraswati dan Bhatara Bhatari yang
melinggih di Pura Dalem Antap ini. Mudah-mudahan Beliau Asung Wara Nugraha
kepada para damuh-damuh Beliau yang ingin mengetahui lebih jauh tentang Pura
Dalem Antap ini, khususnya tentang Pula Pali yang berlaku pada setiap Odalan, Nyineb, Purnama, Tilem, Kajang Kliwon,
Tumpek Wayang dan Redite Umanis/Umanis
Tumpek (Dinan Bhatara/Tegak Odalan/Rerainan).
Sekali lagi Penulis yang
kebetulan sebagai Pemangku Jan Banggul, dengan penuh sujud bakti mohon ampun
kehadapan Bhatara Bhatari yang melinggih ring Pura Dalem Antap, karena damuh
Bhatara Bhatari berani menulis dan menyebut-nyebut nama Bhatara Bhatari. Tetapi
tujuan penulis tiada lain hanya ingin berbakti agar para damuh Bhatara Bhatari
mengenal lebih dekat lagi tentang Pura Dalem Antap ini. Semoga setelah mengenal
lebih dekat tentang Pura Dalem Antap ini, para damuh atau pengempon di masa
mendatang, akan lebih berbakti lagi.
Pura Dalem Antap adalah, salah
satu Pura yang ada di Banjar Takmung. Keadaan
umumnya, hampir sama dengan Pura-Pura lainnya. Tetapi Pura Dalem Antap ini
sedikit mempunyai keunikan, baik dalam jumlah pelinggih maupun isi
pelinggihnya. Bahkan oleh pengemponnya,
Bhatara yang berstana di Pura Dalem Antap ini dipercaya dapat menyembuhkan
berbagai penyakit termasuk penyakit hewan.
Disamping mempunyai keunikan, Pura Dalem Antap
ternyata merupakan sebuah Pura yang sangat indah dengan lokasi yang cukup luas,
apalagi Pura ini terletak dipinggiran persawahan. Sedangkan anak sungai yang indah
menjadi batas di bagian sebelah baratnya. Apabila pandangan diarahkan kesebelah
selatan, disana merupakan areal tegalan yang masih sangat asli keadaannya,
bahkan di areal tegalan ini terdapat pohon Kelapa yang mempunyai banyak cabang.
Pohon kelapa bercabang ini sering
digunakan untuk obat penyakit-penyakit tertentu, sehingga menambah keangkeran Pura
Dalem Antap ini. Apabila di siang hari
kita tangkil ke Pura Dalem Antap ini, nuansa sejuk akan sangat terasa.
Karena di areal Pura Antap ini terdapat 2 buah pohon yang sangat
besar dan angker. Di madia mandala tumbuh pohon Kepah yang menjulang sangat tinggi,
sedangkan di Nista Mandala tumbuh pohon Ketapang yang dipeluk sangat erat oleh
pohon Beringin dan Keresek. Kedua pohon ini memang menjadi tumbuhan hias yang sangat indah dan asri, tetapi juga
memberikan getaran magis yang sangat kuat. Apalagi menurut penglingsir Pura Dalem Antap ini,
beberapa ancangan Bhatara memang sering muncul di Pura Dalem Antap ini. Tetapi
yang paling sering terlihat adalah Lelipi Poleng (ular belang) dan Lelipi
Lengis. Bahkan cerita Lelipi Poleng ini mempunyai kisah yang sangat panjang,
termasuk penulis sendiri pernah melihat secara langsung. Sedangkan di samping
pelinggih pesimpangan Bhatara Dalem Ped ring Nusa, tumbuh 2 batang pohon Jepun
yang sangat indah, bahkan pohon jepun ini merupakan pohon yang sangat
dikeramatkan, bahkan yang paling dikeramatkan dari semua pohon yang ada di Pura
Dalem Antap ini.
Disamping itu, di Pura Dalem
Antap ini juga terdapat 2 (dua) tempat tirta yang bentuknya seperti sarkopagus
(palungan) yang terbuat dari paras kuno. Sehingga menambah keunikan dari Pura
Dalem Antap ini.
B. SEJARAH KEBERADAAN PURA DALEM ANTAP
Mengenai sejarah keberadaannya
belum ada yang bisa memastikan, karena sampai saat ini tidak ada bukti
tertulis, baik berupa Prasasti maupun dalam bentuk lain, yang dapat penulis temukan. Sehingga siapa yang
mendirikan, kenapa didirikan, maupun pada jaman apa Pura ini didirikan masih
belum jelas.
Tetapi, sebagai Pemangku Jan
Banggul di Pura Dalem Antap ini, maka penulis sering mendengar Mitos tentang keberadaan Pura Dalem Antap ini
secara lisan dari berbagai sumber, terutama dari para pengelingsir pengemong Pura
Dalem Antap ini. Bahkan di lingkungan keluarga, cerita tentang Pura Dalem Antap
ini selalu di ceritakan secara turun
temurun. Pengelingsir
penulis menceritakan Pura Dalem Antap ini berasal dari “Pura Dalem Napak
Petapakan Ana Tapa”.
Tetapi bagaimana nama itu muncul
dan bagaimana sampai disebut Pura Dalem Antap, inilah yang tidak bisa
diceritakan. Kata beliau, beliau hanya mendengar sebatas itu. Bahkan beliau
mengatakan, Pura Dalem Antap ini juga sering dipakai tempat bersemadi oleh “Ki
Patih Ularan”. Dari analisa penulis, hal ini mungkin ada benarnya, mengingat
letak Pura Ularan hanya beberapa meter dari Pura Dalem Antap ini.
Mengenai cerita tentang Pura
Dalem Antap ini, penulis mendapatkan beberapa cerita di masyarakat. Ada yang mengatakan, Pura
Dalem Antap ini didirikan oleh Dalem Putih dan Dalem Ireng. Konon pada jaman
kekuasaan Dalem, beliau mempunyai 2 orang putra, yang diberi gelar Dalem Ireng
dan Dalem Putih. Dalem Putih Kakaknya, dan Dalem Ireng Adiknya
(Andapan, Kecilan). Sebelum menggantikan beliau menjadi raja, putra beliau ini
diperintahkan untuk mencari ke weruhan (kawisesan/kesaktian). Maka itu, kedua
putra beliau yang bernama Dalem Putih dan Dalem Ireng ini pergi mengembara
mencari tempat-tempat suci, sampai akhirnya beliau tiba di sebuah batu di
tengah sungai. Disini beliau sempat melakukan semadi. Karena batu ini bentuknya
seperti tumpeng, maka tempat ini kemudian dinamakan batu tumpeng. Dari Batu
Tumpeng ini, kemudian beliau naik kesebuah tebing. Ditempat ini bahkan sempat
berdiam, sebagai peninggalan beliau adalah sebuah lesung, kemudian tempat ini
dinamakan batu lesung. Dari sini kemudian beliau berjalan keselatan, kemudian
sampailah beliau di bawah pohon ketapang di tepi sungai Jinah. Di bawah pohon
inilah beliau mengadakan semadi, tetapi disini beliau sama sekali tidak
mendapatkan apa-apa. Berhubung tidak mendapatkan apa yang diinginkan, maka
Dalem Putih bersikukuh akan meninggalkan tempat ini. Tetapi Dalem Ireng tetap
memutuskan untuk tinggal di tempat ini.
Karena sama-sama bersikukuh mempertahankan keinginannya masing-masing,
Maka akhirnya disini mereka berpisah. Dalem Putih terus melanjutkan
perjalannannya ke selatan, sedangkan Dalem Ireng tetap bersemadi di tempat ini.
Ditempat beliau bersemedi inilah kemudian menjadi lokasi Pura Dalem Antap. Antap
artinya kecilan, atau Dalem yang kecilan/adiknya.
Kenapa beliau bersikukuh di sini,
Karena Dalem Ireng ternyata sudah mendapatkan anugrah yang beliau inginkan disini. Disamping itu juga, karena di selatan
dari beliau bersemadi ternyata ditemukan sebuah tempat yang ”tan humung” atau
tempat yang tidak pernah sepi. Tanahnya subur, airnya melimpah, tanamannya
menghijau. Tempat ini kemudian dinamakan Takmung. Sebuah tempat yang sangat
subur, sehingga tidak pernah sepi dari suara-suara binatang.
Sedangkan Gusti Aji, seorang
penari topeng dari Desa Blangsinga, Gianyar, mengatakan Desa Takmung berasal
dari kata ”Temuang”, tempat bertemunya
kembali antara Dalem Putih dan Dalem Ireng, setelah lama mereka berpisah. Selanjutnya beliau mengatakan, kedua dalem
bersaudara ini memang sempat berpisah mencari jalan sendiri-sendiri. Dalem Putih bahkan beliau sempat mengembara
sampai ke daerah badung sekarang. Setelah
sekian lama beliau mengembara, maka beliau kembali lagi menuju arah timur. Ketika beliau tiba disuatu tempat perjalanan
beliau dihalangi oleh seseorang yang mengaku menguasai tempat ini. Karena ada
kesalah pahaman, maka terjadi perkelahian sengit diantara mereka. Setelah sekian lama mereka berkelahi,
sama-sama tidak ada yang kalah. Akhirnya
keduanya saling menanyakan, siapa diri mereka masing-masing. Setelah sama-sama membuka jati diri, ternyata
mereka adalah saudara kandung, yang dulu
pernah berpisah, yaitu Dalem Ireng dan Dalem Putih. Tempat ini kemudian dinamakan ”Temuang”,
tempat bertemunya kembali antara dalem Ireng dan Dalem Putih. Sedangkan tempat Dalem Ireng berdiam selama
ini, didirikan semua pemujaan, yang oleh
masyarakatnya dinamakan Pura Dalem Ireng, tetapi karena masyarakat pada jaman
itu tidak berani menyebut nama Dalem Ireng, maka dicarikan pungkusannya yaitu
Dalem Antap, yang artinya dalem yang kecilan.
Sedangkan sumber lain yang
penulis dapatkan adalah penuturan lisan dari I Gusti Ngurah Kondra, seorang penari topeng dari Desa Adat Sidayu.
Beliau adalah dari Wangsa Keturunan Arya Damar, dan juga merupakan pewaris “Tari Topeng Sida
Ayu” yang hampir punah sekarang ini. Beliau mengatakan, Pura ini pernah dipakai
tempat bersemadi oleh Ida Pedanda Sakti Manuaba, sebelum beliau pergi ke
Tegallalang.
Ceritera Beliau dimulai
Ketika Pedanda Sakti Ender (Brahmana
Keniten) menjadi Bagawanta Di Klungkung, untuk melaksanakan upacara Atiwa-Tiwa.
Karena sesuatu dan lain hal, Pedanda
Sakti Manuaba dan Brahmana Kemenuh Menolak untuk melaksanakannya. Setelah
pelaksanaan upacara atiwa-tiwa ini selesai, Pedanda Sakti Manuaba dan
Brahmana Kemenuh, kesah dari Klungkung, karena merasa tidak enak dengan Pedanda Sakti Ender.
Brahmana Kemenuh pergi ke Den
Bukit atau Buleleng, yang di ajak oleh I
Gusti Panji Sakti. Sedangkan Pedanda
Sakti Manuaba pergi ke Tegallalang. Tetapi
sebelum beliau sampai di Tegallalang, Beliau sempat singgah di Batu Lambih,
sebuah tempat yang berada di sisi sungai Jinah yang sekarang disebut Batu
Tabih. Disini Beliau sempat bersemadi, tetapi beliau tidak mendapatkan apa-apa,
lalu Beliau pindah ke selatan sedikit, di
sebuah Pura di bawah pohon ketapang. (Pura Dalem Antap sekarang)
Setelah sekian lama Beliau
tinggal dan bersemedi disini, Akhirnya pada suatu hari sebelum pagi
menyingsing, Beliau mendapat pewisik. Adapun Pewisik yang Beliau terima adalah
agar segera meninggalkan tempat ini,
pergi ke suatu tempat ke Barat Laut yang bernama Tegallalang. Yang sekarang
tempat itu bernama Pura Sakti Manuaba, di Tegallalang. Berhubung pewisik yang
Beliau terima hampir pagi, maka jalan satu-satunya agar tidak dikenali orang
ketika jalan di waktu pagi hari, maka seluruh busana kepanditaannya beliau tanggalkan dan beliau tinggalkan disini di tempat Beliau
bersemadi. Sebelum Beliau berangkat, beliau mengeluarkan semacam bisama, mulai
sakarang namakanlah pura itu Pura Dalem Ana Tapa yang
berarti pernah ada Pertapa. Lama-lama Pura Ana Tapa ini sering disebut Pura Dalem Antap.
Sedangkan Gusti Aji Balian dari
Desa Nagari mengatakan, Pura Dalem Antap ini pernah dipakai sebagai tempat ”pengandangan
dan penyucian” Binatang-Binatang yang
akan dipakai korban yadnya di Puri Gelgel. Maka itulah di tempat ini ada
pelinggih Tumpa. Seperti penulis katakan
dimuka, salah satu fungsi pelinggih Tumpa ini, dipakai untuk menyucikan segala
binatang yang akan dipakai yadnya di pura ini.
C. KEADAAN UMUM PURA DALEM ANTAP
Pura Dalem Antap terdiri dari 3
bagian seperti pada umumnya Pura-Pura yang lain yang ada di Bali, yaitu Utama
Mandala (Jerowan), Madiya Mandala (Jaba Tengah) dan Nista
Mandala (Jaba Sisi dan Jabaan).
Di Utama Mandala terdapat 17 pelinggih
yaitu (1) Taksu Gumi/Tugu Panglurah Sedaan, (2) Pesimpangan
Bhatara Ulun Danu, (3) Mascari Mascatur/Catumeras Catumujung/Dwijati
merupakan Pesimpangan Bhatara Gunung Agung dan Bhatara Gunung Batur, (4)
Manjangan Seluwang, (5) Gedong Sari, (6) Gedong Betel, (7)
Sanggaran/Padmasari, (8) Meru Tumpang Tiga, (9) Pesimpangan
Bhatara Ring Batu Klotok, (10) Pesamuan/Pengaruman/Pepelik, (11)
Pejenengan/Gedong Bata, (12) Dasar/Sapta Petala, (13) Pesimpangan
Bhatara Segara Tasik, (14) Pengerurah/Sedaan Penyarikan, (15)
Panggungan, (16) Tumpa, (17) Tempat Tirta
Di Madiya Mandala (Jaba Tengah), ada (18)
Bale Pegongan, (19) Penyimpenan Pengangge, (20) Pemedal Agung, (21)
Bale Kulkul serta (22) Pohon Kepah menjulang tinggi merupakan tempat
Bhatara Kober Geni/Sapuh Jagat).
Di Nista Mandala atau di Jaba Sisi dan
Jabaan, ada pelinggih (23) Apit Lawang, (24) Pesimpangan Bhatara
Dalem Ped Ring Nusa Penida, (25) Pelinggihan Batu, (26) Bedugul (subak), serta (27)
Pohon Ketapang yang dililit oleh Beringin dan Pohon Keresek, yang menjulang
sangat tinggi.
Yang menarik di Pura Dalem Antap
ini adalah adanya Pelinggih Pelinggih Pesimpangan, beberapa Pura yang ada di Bali. Misalnya Pelinggih Pesimpangan Bhatara Ring Batu Klotok, Pesimpangan Bhatara Ring Ulun Danu Batur,
Pesimpangan Bhatara Dalem Ring Nusa
Penida (Bhatara Dalem Ped), Pelinggih Pesimpangan Segara Tasik, Pelinggih Pura
Tumpa.
Ada beberapa pendapat tentang
adanya Pesimpangan ini, pendapat pertama mengatakan karena penyungsungnya tidak
berani ke tempat itu untuk menyelenggarakan yadnya. Hal ini terjadi karena pada waktu itu berdiri
kerajaan-kerajaan kecil yang sering terjadi perselisihan antar satu kerajaan
dengan kerajaan yang lain. Maka itu, bagi warga yang berdomisili di wilayah
kerajaan yang kebetulan berselisih dan
bertentangan dengan kerajaan yang di
wilayahnya terdapat penyungsungan jagat, maka orang-orang tersebut jelas tidak
berani datang melakukan yadnya ke Pura itu.
Sebagai jalan keluar, lalu mendirikanlah Pelinggih sebagai Pesimpangan.
Sedangkan pendapat yang lain mengatakan, adanya Pesimpangan itu, karena letak
Pura-Pura tersebut terlalu jauh saat itu, sedangkan transportasi jelas tidak
sebaik sekarang ini.
BAB II
LOKASI DAN
PENYUNGSUNG
PURA DALEM
ANTAP
A. Lokasi
Pura Dalem Antap terletak di Dusun Takmung, Desa Takmung, Kecamatan Banjarangkan,
Kabupaten Klungkung. Propinsi Bali. Tepatnya di selatan Geria Batu Tabih, di
sebelah timur jalan.
B. Mitos/Cerita Tenget
Kawasan dan Pura Dalem Antap adalah sebuah kawasan yang
memang sangat suci dan tenget, banyak kejadian-kejadian di luar perhitungan
rasional manusia dapat terjadi di sekitar kawasan ini. Adapun cerita tenget yang dapat
diungkap di sini adalah Tentang Ratu Hayu/Rangda. Beliau sering
menampakkan diri terhadap orang-orang tertentu. Juga tentang ular (lelipi). Mengenai
cerita ular yang ada di Pura Dalem Antap adalah merupakan cerita yang sangat
umum, bahkan kalau kita membuka batu atau celebingkah yang ada di areal Pura,
di bawahnya pasti berisi ular. Tetapi ular yang sering menampakkan diri biasanya adalah ular poleng
(lelipi poleng) dan lelipi lengis.
Disamping cerita tenget tentang ular juga ada tentang
Celeng Mecaling dengan banyak anak. Apabila Celeng Mecaling ini nampak dan membawa banyak anak,
itu pertanda akan banyak hama yang menyerang tanaman pertanian di subak
sini. Tetapi para petani tidak akan berani untuk mengeluarkan
kata-kata kotor, karena dapat mengakibatkan hal yang lebih buruk lagi. Sebagai
jalan keluarnya, petani biasanya akan melaksanakan caru di subak ini.
Bagi orang-orang yang dapat melihat dengan mata batin, Pura
Dalem Antap ini dianggap sebagai kebun binatang di alam sunia. Karena mereka
dapat melihat segala jenis binatang disini, dengan aneka bentuk dan jumlah yang
sangat banyak. Serentetan Cerita tenget lainnya tentu banyak lagi, apalagi
disini tumbuh pohon Kepah dan Pohon
Kresek yang dipeluk oleh Pohon Beringin dan Kresek, Juga ada Pohon Kelapa
bercabang.
Seperti diketahui, awalnya disini adalah pohon ketapang,
lalu ditumbuhi oleh kresek dan kepasilan dan beringin. Ketika pohon ketapang
ini masih tampak, pernah dipakai sebagai pertanda oleh petani di sekitar ini.
Apabila bagain utara ketapang ini subur, maka dapat dipastikan apapun yang di
tanam dibagian utaranya pasti subur, begitu juga sebaliknya. Atau apabila
dibagian baratnya subur, maka sawah-sawah yang ada di bagian baratnya pasti
hasilnya melimpah, atau sebaliknya.
Tetapi cerita tenget yang paling populer adalah adanya pesimpangan
Bhatara Dalem Ped Ring Nusa yang berada di Jaba Tengah Pura Dalem Antap.
Seperti umumnya Pura-Pura yang ada pesimpangan Bhatara Dalem Ped tentulah
sangat menyeramkan dan akan membawa
cerita tenget yang sangat panjang.
Apabila muspa di Pura ini
terdengar suara burung Tengkek
sambil beterbangan, itu merupakan pertanda sangat baik.
C. Piodalan
Piodalan Pura Dalem Antap adalah 6 bulan sekali
(210 hari), yang jatuh pada Umanis Tumpek Langkir atau pada Redite Umanis
Langkir atau pada Umanis Kuningan. Pada
saat odalan, areal Pura Dalem Antap yang cukup luas menjadi sangat sempit,
karena banyaknya para pemedek yang tangkil. Sedangkan proses upacara di Pura
Dalem Antap ini sebenarnya sudah di mulai seminggu sebelum puncak piodalan,
dengan kegiatan seperti membuat jajan banten, menghias pelinggih, dll,
D. Pemuput
Setiap Odalan
di Pura Dalem Antap ini selalu di puput oleh Pedanda yang berasal dari Geria
Kemenuh Banjar Takmung, Desa Takmung
atau Pedanda yang berasal dari Geria Kemenuh Batu Tabih Banjar Takmung, Desa
Takmung
E. Pengempon
Pengempon adalah
kelompok masyarakat yang mendapat tugas/ayah-ayahan untuk
menyelesaikan/menyelenggarakan atau mengerjakan kewajiban yang harus
dilaksanakan dalam kaitannya . Pengempon Pura Dalem Antap dahulu di sungsung
oleh 50 KK pemaksan, yang anggotanya di ambil dari Dusun Banda dan Dusun
Takmung. Tetapi semenjak tahun 2000 karena ada kebijakan baru dari Desa Adat
Takmung, maka Pura ini di empon atau di sungsung oleh Dusun Takmung.
F. Penyiwi
Penyiwi
adalah orang-orang atau kelompok masyarakat yang mengunjungi atau memuliakan
pura dalam berbagai bentuk aktifitas keagamaan berlandaskan kesucian dan sesuai
dengan dresta yang berlaku di pura itu. Setiap pura mempunyai aturan-aturan,
norma-norma dan nilai-nilai yang dijungjung tinggi guna menjaga kesucian pura
sebagai linggih Ida Bhatara yang merupakan Ista Dewatanya Sang Hyang Siwa. Aturan
dan norma ini telah mampu menata, mengarahkan sikap, wacana dan prilaku para
pemedek yang memuliakan dan mensucikan Pura itu. Norma ini sudah berlaku dari
tahun ke tahun, dari jaman ke jaman dan dari abad ke abad. Berdasarkan hal
tersebut di atas, ternyata Penyiwi Pura
Dalem Antap ini bukan saja para pengemponnya, tetapi oleh Masyarakat Desa Takmung dan sekitarnya,
terutama masyarakat yang mempunyai sawah atau usaha-usaha ekonomi disekitar Pura
Dalem Antap
G. Pemangku Jan Bangul
Pemangku Jan Banggul/ Pemangku Gede di Pura Dalem
Antap ini adalah
Nama :
I Wayan Sirna
Alamat :
Br. Banda, Desa Takmung
Pekerjaan : Guru
H. Pemangku Alit/Pengabih Pemangku
Nama :
Ir. Putu Januar Ardhana
Alamat :
Br. Banda, Desa Takmung
Pekerjaan :
Guru
I. Pemangku Pengayah
Pemangku pengayah pada saat odalan biasanya adalah
Pemangku Pura Batur, Pemangku Pura Melanting, Pemangku Pura Dalem Sakti,
Pemangku Pura Bale Agung, Pemangku Pura Dalem Prajapati.
J. Pengayah Nyapuh
Pengayah nyapuh sehari-hari di Pura Dalem Antap
ini biasanya diambil dari orang-orang yang sangat iklas. Maka itu pengayah
nyapuh biasanya tidak mendapat imbalan berupa materi. Ketika buku ini ditulis
yang menjadi pengayah Nyapuh adalah I
Wayan Sergeg (guru SD)
K. Kelihan Pura/Pengelingsir Pura
Pada saat buku ini di tulis, sebagai kelihan Pura adalah Ketut Sudiana (guru SD). Kelihan ini
biasanya di pilih oleh para pemaksan atau oleh warga Banjar Takmung. Jangka
waktunya biasanya tidak ditentukan, dalam arti kalau warga masih menghendaki,
orang bersangkutan tetap harus menjadi kelihan.
L. Bukti/Tanah Pura
Pura Dalem Antap ini mempunyai bukti berupa tanah sawah seluas kurang lebih 38
are, masing-masing seluas 13 are
berlokasi di Subak Penasan, Br. Banda dan 25
Are berlokasi di subak Takmung Banjar Takmung.
M. Status Pura
Sebelum Mpu
kuturan datang ke Bali, hanya ada tiga pura yang dikelola oleh kerajaan-kerajaan
di Bali. Adapun pura-pura itu adalah Pura
Segara melambangkan Bhur Loka, Pura Penataran melambangkan Bhuwah Loka dan Pura
Puncak melambangkan Swah Loka. Ketiga pura ini berfungsi sebagai media untuk
memohon Amretista untuk menyucikan Tri
Buwana. Karena hanya pada alam semesta yang sucilah manusia dan mahluk hidup
yang lain bisa hidup dengan tenang. Tetapi ketika pada abad ke 10 Mpu Kuturan
datang ke Bali, konsep pemujaan dewa dan roh suci yang ada di Jawa mulai
diterapkan di Bali. Tetapi ujudnya
disesuaikan dengan alam lingkungan yang dikenal dengan istilah Desa Kala Patra.
Sedangkan Hasil keputusan paruman sulinggih Parisada
Propinsi Bali tahun 1977, tentang status pura yang ada di Bali, mengelompokkan pura pura yang ada di bali
menjadi empat macam yaitu (1) Pura
Kulawarga/Geneologis, Yaitu tempat suci pemujaan leluhur
yang mempunyai ikatan garis keturunan sama, seperti Sanggah/Merajan, Kawitan,
Panti, Dadia sampai Pedarman. (2) Pura
Swagina/Fungsional, Yaitu tempat suci untuk memuja manifestasi Tuhan
yang berhubungan dengan profesi dalam system mata pencaharian masyarakat.
Misalnya dalam bentuk Pertanian,
Perdagangan, Nelayan, dan lainnya. Contohnya
Pura Ulun Suwi, Pura Bedugul, Pura Subak, Pura Melanting, Pura Rambut
Sedana, Pura Segara, dll. (3) Pura
Kahyangan Desa/Teritorial
Yaitu tempat
suci pemujaan oleh masyarakat Desa dalam satu kesatuan Desa Pekraman seperti
Pura Kahyangan Tiga, Pura Penataran, Pura Pengulun Setra, dll. (4) Pura
Kahyangan Jagat/Umum, Yaitu pura yang
penyungsungnya berasal dari semua lapisan masyarakat yang tidak terikat oleh
garis keturunan (klen/warga), kesatuan wilayah atau profesi seseorang. Yang termasuk Pura Kahyangan jagat adalah
Sad Kahyangan, Dang Kahyangan dan Pura-Pura Kahyangan lainnya.
Berdasarkan uraian
tersebut di atas, maka Pura Dalem Antap termasuk atau berstatus Pura
Kahyangan Desa atau Pura Teritorial.
BAB III
LETAK DAN POSISI PELINGGIH
Seperti
diketahui, pura sebenarnya merupakan lambang Bhuwana Agung secara Horizontal.
Jaba sisi melambangkan Bhur Loka, Jaba tengah melambangkan Bhuwah Loka dan
Jerowan Melambangkan Swah Loka. Begitu juga halnya Areal Pura Dalem Antap ini terbagi
menjadi tiga bagian atau tiga pelebahan
,
yaitu ,
A. Utama
Mandala/Jerowan,
Yang disebut Utama Mandala (Jerowan) adalah
bagian yang paling disucikan dari Pura
Dalem Antap, letaknya paling timur dari Areal Pura Dalem Antap ini, dasar
tanahnya lebih tinggi seundag dari pada Madiya Mandala (Jaba Tengah). Pada
bagian Utama Mandala inilah hampir seluruh Pelinggih /wewangunan suci berada.
Adapun
Pelinggih-Pilinggih/Wewangunan suci yang ada di Utama Mandala ini adalah,
a. Di Utara Menghadap
Keselatan
(1)
Taksu Gumi/Tugu Panglurah Sedaan, (2) Pesimpangan
Bhatara Hulun Danu, (3) Mascari Mascatur/Catu Meres Catu Mujung/Dwi Jati, (4) Manjangan Seluwang/Palinggan Ida Bhatara
Limas Pahit, (5) Gedong Sari, (6) Gedong Betel, (7) Sanggaran/Padmasari,
(8) Pesimpangan Bhatara Batu Klotok, (9) Bale Pesamuan/Pengaruman/Pepelik, (10)
Piasan
b. Di Timur Menghadap Ke Barat
(1) Meru Tumpang Tiga, (2) Pejenengan/Gedong Bata, (3) Sapta Petala/Dasar/Pelinggan Bhatara Naga Raja,
(4) Pesimpangan Segara Tasik, (5) Pengerurah/Tugu Anglurah Penyarikan
c. Di Selatan Menghadap
Ke Utara
(1) Panggungan,
(2) Bhatara Tumpa, (3) Tempat Tirta Bhatara Tumpa
B.
Madiya Mandala/Jaba Tengah
Yang disebut
sebagai Madiya Mandala, adalah Jeroan yang berada di bagian Barat,
biasanya disebut Jaba Tengah. Dasar tanahnya lebih rendah satu undag dengan
Jeroan tetapi lebih tinggi 3 undag (kira-kira 30 cm) dari jaba Sisi.
Pada Bagian ini ada 4 buah bangunan, yaitu 1. Bale
Pegongan, 2. Bale Kulkul/Kala
Raja, 3. Penyimpenan
Pengangge, 4. Pohon Kepah/Bhatara
Kober Geni/Bhatara Sapu Jagat, 5. Pemedal Agung
C.
Nista Mandala/Jaba Sisi
Yang disebut Nista
Mandala/Jabaan Sisi adalah areal yang ada di Luar Pemedal
Agung. Dasar tanahnya lebih rendah tiga undag dibandingkan dengan Jaba Sisi,
tetapi lebih tinggi 3 undag di bandingkan dengan Jabaan.
Pada areal ini
ada 4 bangunan yaitu, 1. Apit Lawang, 2. Pesimpangan Bhatara Ring Dalem Ped, 3.
Batu Pelinggihan
D.
Jabaan
Yang disebut Jabaan
adalah areal yang ada paling Selatan dari Pura Dalem Antap, bahkan merupakan
bagian terbawah dari Pura Dalem Antap. Dasar tanahnya berada paling bawah
dibandingkan dengan bagian –bagian yang lain, tetapi lebih tinggi 2 meter
dibandingkan dengan jalan raya. Pada bagian ini terdapat, 1. Badugul/Tugu Subak,
2. Pohon Ketapang/Kresek/Beringin, 3. Bale Pewaregan/Bale Pamebatan, 4. Candi Bentar, mengarah ke Selatan dan
mengarah ke Barat.
E. Lihat Denah Pura
Dalem Antap (lampiran)
BAB IV
BENTUK DAN FUNGSI PELINGGIH
A. Di Utama Mandala
1.
Taksu Gumi/Ibu Bumi
Dalam Rontal Siwa Gama ada dikatakan, Pelinggih
Ibu Bumi. Pelinggih ini merupakan stana Bhatara Ibu Bumi ketika beliau
menganugrahkan kesuburan serta rasa bagi setiap hasil bumi. Karena sebelum
beliau menganugrahkan rasa, semua hasil bumi rasanya sama. Selanjutnya dalam
Siwa Gama dikatakan, pelinggih ini dibuat menghadap keselatan (kelaut) dan
berfungsi untuk memohon kesuburan tanah dan sebagai pengatur arta benda.
Taksu bumi ini Berupa Pelinggih Tugu. Yang disebut
Tugu adalah Pelinggih yang terdiri dari tiga bagian yaitu kaki, badan
dan kepala. Dari bawah akan mengecil
ke arah atas dengan hiasan-hiasan yang serasi. Bagian kepala membentuk ruang
sebagai tempat sesajen. Bahan pelinggih Tugu yang biasanya dipakai adalah batu
alam berupa paras.
2.
Pesimpangan Pura Hulun Danu
Seperti
diketahui, Pura Hulun Danu adalah sebuah pura yang terletak di Desa Songan
Kintamani. Berhubung letaknya sangat jauh waktu itu maka dibuatkan
pesimpangannya di Pura Dalem Antap ini.
Maka itu,
fungsi dari Pesimpangan ini adalah
sebagai tempat memuja Ida Bhatara yang melinggih di Pura Hulun Danu.
Bentuk dan konstruksinya berupa Tugu, yang terbuat
dari paras dan batu bata merah, menghadap ke Selatan.
3.
Mascari Mascatur/Catumujung Catumeres/Dwi Jati
Juga sering
disebut pelinggih Catumujung Catumeres, tetapi ada yang menyebut Dwi Jati. Tetapi
ada juga mengatakan, mascari mascatu ini sebagai tempat memuja Bhatara Sri
Sedana, harta kekayaan untuk kesejahteraan.
Pada umumnya
bentuk bangunan pelinggih Mascatu Massari ini adalah Gedong. Pelinggih Gedong
adalah bangunan serupa dengan Tugu,
tetapi bagian atasnya terbuat dari konstruksi kayu. Tetapi pelinggih Mascatu Massari di Pura
Dalem Antap ini semua bahannya dari batu alam, sehingga bentuknya seperti
Tugu. Pelinggih mascatu massari ini mempunyai 2 Rong (rongga) dan menghadap ke
selatan. Mascari puncak atapnya perucut
lancip, sebagai Pesimpangan Bhatara di Gunung Agung. Mascatu puncak atapnya
tumpul, sebagai Pesimpangan Bhatara di Gunung Batur.
4. Manjangan Saluwang
Berfungsi
sebagai penghormatan terhadap Empu Kuturan yang telah berjasa
mempersatukan berbagai sekta yang ada di
Bali, tetapi ada yang mengartikan untuk memuja Bhatara yang berasal dari
Majapahit atau Lilatita/Wilwatikta, bahkan ada yang mengartikan tempat
berkumpulnya/tempat penyatuan berbagai sekta atau aliran yang disatukan dalam kesatuan wujud.
Bentuk dan
konstruksinya secara umum berupa Gedong, yang terdiri dari 3 ruang. Ruang
paling barat adalah merupakan simbul agama asli bali, dibagian tengah adalah
simbul sekte pemeluk Budha, dan paling timur adalah simbul sekta pemeluk Siwa.
Sedangkan di depannya memakai tiang tengah, yang melambangkan sebagai pemersatu.
Tetapi di Pura
Dalem Antap Manjangan Saluwang ini berupa Pelinggih Tugu, terbuat dari paras
dan batu bata merah, menghadap ke selatan.
5.
Gedong Sari/Gedong Artha Berana
Berfungsi sebagai yang mengatur arta berana,
(Bendahara.). Terletak Di Utara Menghadap ke selatan dan tempat memuja Sang Kala Raja. Sedangkan
beberapa sumber mengatakan, pelinggih ini merupakan niasa dari Sang Hyang Aji
Saraswati, sebagai sumber ilmu pengetahuan, yang sering disebut Taksu. Maka itu, pelinggih ini sering diodalin
pada saat Tumpek Kerulut.
Sesuai dengan namanya, seharusnya bentuk
bangunannya berupa Gedong, tetapi Gedong Sari yang ada di Pura Dalem Antap
berupa pelinggih Tugu yang terbuat dari paras dan bata merah, menghadap ke selatan.
6. Gedong
Betel
Sampai tulisan ini dibuat, fungsi utama Gedong
Betel ini belum penulis dapatkan. Tetapi dari tulisan artikel di Den Post
tertanggal 4 Desember 2005, tentang Pura Silayukti. Gedong Betel yang terdapat
pada pura ini, dikatakan merupakan pelinggih
Bhatara manik Angkeran. Masalahnya yang menjadi pertanyaan, apakah setiap Gedong Betel yang ada disetiap
pura mempunyai fungsi yang sama. Karena Jro Mangku Kari dari Desa Adat Temukus,
Desa Besakih Kecamatan Rendang Karang Asem mengatakan, Pelinggih Gedong Betel
yang ada di Pura Panggul Besi yang ada di Lereng Gunung Agung adalah stana Ida
Bhetara Putran Jaya. Maka itu sampai tulisan ini penulis buat, penulis belum
beranani memastikan siapa sebenarnya yang berstana di pelinggih Gedong Bethel
yang ada di Pura Dalem Antap ini
Gedong Betel ini berbentuk Tugu, terbuat dari
paras dan batu bata merah, menghadap ke selatan. Dikatakan Gedong Betel, karena ke empat
sisinya tembus/betel/mepunyai 4 pintu di ke empat sisinya. Dari penuturan
penglingsir penulis, dulunya Gedong Betel ini dipakai untuk menyimpan Pretima
Bhatara di Pura Dalem Antap ini. Berhubung keamanan menjadi masalah, maka
Pretima disimpan di Jeroan Gusti Aji, yang ketika itu menjabat sebagai kelihan Pura
Dalem Antap. Tetapi semenjak tahun 2000, berhubung tempat penyimpanan di Jeroan
Gusti Aji akan di pugar, maka berdasarkan pewisik, Pretima ini agar di simpen
di Rumah Pemangku Jan Banggul di Banjar Banda.
7. Sanggaran/Padmasari
Pelinggih Padmasana sebenarnya merupakan konsep
dasar dari Dang Hyang Dwijendra. Seperti diketahui, pada jaman Mpu Kuturan,
pemujaan serta penghayatan lebih ditekankan pada manifestasi Tuhan sesuai
dengan fungsinya masing masing. Hal ini dilakukan karena sesuai dengan daya
nalar umat pada waktu itu yang belum begitu tinggi. Begitu juga pusat kegiatan
hanya dilaksanakan pada pusat-pusat kerajaan, sehingga pada jaman itu pemujaan
dewa-dewa sebagai manifestasi Tuhan sangat ditonjolkan. Tetapi ketika dang Dang
Hyang Dwijendra datang Ke Bali, daya
nalar umat nampaknya sudah mulai tumbuh. Selain tetap melakukan pemujaan terhadap Dewa-Dewa, Dang Hyang Dwijendra
menekankan pada pemujaan Sang Hyang Widhi Wasa sebagai Sang Hyang Tunggal. Umat
sudah memahami bahwa Dewa-Dewa itu pada hakekatnya adalah Sinar Suci Tuhan atau
Prebawa Sang Hyang Widhi Wasa. Pada waktu ini Ke Esaan Tuhanlah yang diutamakan.
Semenjak inilah di bangun Padmasana sebagai bangunan Budaya Agama. Jadi pada
prinsipnya, Padmasana itu merupakan media untuk mengajarkan umat agar meyakini
bahwa Sang Hyang Widhi Wasa itu benar-benar Esa adanya. Maka itu, fungsi utama
Sanggaran/Padmasari ini adalah Tempat memuja Ida Sanghyang Widi Wasa, Tuhan
Yang Maha Esa.
Dalam Buku “Himpunan Keputusan” Seminar Kesatuan
Tafsir Terhadap Aspek Aspek Agama Hindu I-XV dikatakan, Padma ini dapat
dibedakan berdasarkan letak atau lokasi dan berdasarkan jumlah rongnya
(ruangnya), yaitu
a. Berdasarkan Lokasi
Menurut pengider ider buana, terbagi dalam 9 buah,
ini berdasarkan lontar Wariga Catur Wisana Sari,
(1)
Padma
Kencana, Padma yang bertempat di timur dan menghadap ke barat. (2) Padmasana, Padma
yang bertempat di selatan menghadap ke uttara. (3) Padma Sari, Padma yang
bertempat di barat menghadap ke timur. (4) Padmasana Lingga, Padma yang
bertempat di uttara menghadap ke selatan. (5) Padma Asta Sedana, Padma yang berada di tenggara menghadap ke
barat laut. (6) Padmanoja, Padma yang bertempat di barat daya menghadap ke
timur laut. (7) Padmakaro, Padma yang berada di barat laut menghadap ke
tenggara. (8) Padmasaji, Padma
yang berada di timur laut menghadap ke
barat daya. (9) Padma Kurung, Padma di tengah tengah merong tiga menghadap ke
lawangan.
b. Berdasarkan Ruang (jumlah rong) dan
pepalihan (tingkatan undag) Padma dapat dibedakan menjadi 4 yaitu,
(1) Padmasana Anglayang, Apabila padma ini merong
3 (jumlah ruang 3), mempergunakan Bedawang Nala dengan palih 7 buah. (2) Padma
Agung, Padma yang mempunyai rong 2,
memekai bedawang Nala dengan palih 5 buah. (3) Padmasari, Padma yang mempunyai 1 rong, dengan 3 palih dan
tidak mempergunakan Bedawang Nala. (4) Padma Capah, Padma yang ber rong 1,
palihnya 2 buah dan tidak memakai Bedawang Nala
Sedangkan Padma yang ada di Pura Dalem Antap in
ini adalah Padma yang terdiri dari 3
bagian yaitu kaki (tepas), badan (batur) dan kepala (sari). Pada bagian
atasnya terbuka seperti kursi, sedangkan pada bagian tebingnya dipahatkan
ukiran Sang Hyang Acintya (Sang Hyang Licin). Padma ini juga tidak dilengkapi dengan
Bedawang Nala, Garuda maupun Angsa. Maka itu, penulis sebut Padmasari,
atau sering disebut Sanggaran. Padmasari ini, seluruhnya terbuat dari batu
alam yaitu campuran paras dan batu bata merah, dan menghadap ke selatan.
8.
Pesimpangan Bhatara Ring Batu Klotok
Berfungsi sebagai Pesimpangan Bhatara ring Batu
Klotok. Sedangkan
Pura Batu
Klotok itu sendiri terletak di pesisir Pantai Klotok, Kabupaten Klungkung.
Pesimpangan Bhatara Ring Batu Klotok di Pura Dalem Antap ini Berbentuk Gedong,
bawahnya dari paras dan bata merah, atasnya terbuat dari kayu beratap genteng,
menghadap ke selatan.
9. Bale Pesamuan/Pepelik/Pengaruman
Bentuk dan konstruksinya berupa Gedong dan memakai
tiang jajar, ketiga sisinya terbuka.
Bagian bawahnya terbuat dari paras dan bata merah, sedangkan atasnya
terbuat dari kayu, atapnya dari ijuk, menghadap ke selatan. Dikatakan bale
pesamuan, karena di bale inilah tempat
melinggih simbul-simbul Bhatara-Bhatara yang berupa Pretima, ketika diadakan
piodalan. Sedangkan Pretima di Pura Dalem Antap ada 5 buah, yaitu 3 buah berupa Arca (terbuat dari Kayu)
dan 2 buah berupa Bhatara Rambut Sedana (terbuat dari uang kepeng). Arca kayu
ini tersimpan pada keropak kayu yang berbentuk Warak dengan warna merah. Pada waktu odalan, keropak warak ini akan
berfungsi sebagai pelinggihan Arca.
Sedangkan Bhatara Rambut Sedana, tersimpan pada peti kayu biasa, dan
pada piodalan, Beliau melinggih pada bokor selaka dengan dasar beras.
10. Bale Piasan/Bale Pewedaan
Seperti
istilahnya, bale ini berfungsi sebagai tempat berhiasnya para Bhatara
(pretima). Disamping itu juga berfungsi sebagai tempat penyajian sarana-sarana
upacara atau keaktipan serangkaian upacara. Bale piasan yang ada di Pura Dalem
Antap ini juga di fungsikan sebagai bale pewedaan Pedanda. Bentuknya berupa
bangunan tipe saka sanga (tiang sembilan). Bawahnya terbuat dari paras, dengan
saka 9 yang terbuat dari kayu nangka, menghadap ke selatan.
11. Meru Tumpang Tiga (3)
Pelinggih Meru melambangkan Gunung Mahameru yang merupakan
Stana/Pelinggih Dewa Dewi, Bhatara Bhatari Leluhur. Beberapa sumber mengatakan,
Pelinggih Meru diciptakan oleh Mpu Kuturan. Selanjutnya beliau memfungsikan
Meru ini sebagai 2 fungsi, yaitu sebagai Dewa Pratista dan sebagai Atma
Pratista. Sebagai Dewa Pratista artinya dipakai untuk memuliakan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan segala
manifestasinya. Sedangkan sebagai Atma Pratista dipakai untuk memuja arwah suci
nenek moyang atau leluhur. Dari pengamatan penulis, Meru di bali ada 7 macam,
yaitu meru tumpang 1, meru tumpang 2, meru tumpang 3, meru tumpang 5, meru
tumpang 7, meru tumpang 9 dan meru tumpang 11. Di dalam rontal Andhara Buwana (dalam Soebandi, 1992)
dikatakan, Meru merupakan perpaduan antara Purusa Tatwa dan Pradana Tatwa yang
kemudian disebut Batur Kelawasan Petak, yaitu cikal bakal leluhur yang suci. Juga disebutkan bahwa Meru juga merupakan lambang Andhabuwana
atau alam semesta. Sedangkan tumpang atau tingkatannya merupakan simbul lapisan
alam. Demikian pula, Meru merupakan simbul dasa
(hurup suci), yang manunggal menjadi Om, dengan windu windunya dari
bawah naik diawali dari windu 1, windu 2, windu 3, windu 5, windu 7, windu 9
dan windu 11.
Dengan demikian, Meru tumpang 11 merupakan lambang
dari Eka Dasa Aksara (11 hurup suci) simbul dari Eka Dasa Dewata. Meru tumpang
9 sebagai simbul Nawa Aksara (9 hurup suci) merupakan lambang Nawa Dewata. Meru tumpang 7 simbul Sapta
Aksara (7 hurup suci) lambang Sapta Dewata. Meru tumpang 5 simbul Panca Aksara
(5 hurup suci) sebagai lambang Panca Dewata. Meru tumpang 3 simbul dari Tri
Aksara (3 hurup suci) lambang dari Tri Purusa. Meru tumpang 2 simbul Dwi Aksara
(2 hurup suci) lambang Purusa Predana. Meru tumpang 1 adalah simbul panunggalan
seluruh Aksara menjadi Om, lambang Sang Hyang Tunggal. Sedangkan Meru yang ada
di Pura Dalem Antap adalah Meru tumpang 3, dan merupakan lambang Tri Purusa
atau Tri Siwa,yaitu Siwa, Sada Siwa dan Parama Siwa. Bentuknya menonjolkan
keindahan dengan atap bertingkat tingkat yang biasanya disebut tumpang.
Bangunan Meru di Pura Dalem Antap ini berupa Meru tumpang tiga. Bagian bawah
berupa bebaturan yang terbuat dari paras dan batu bata merah. Sedangkan ruang
pemujaan dibentuk oleh empat tiang sudut dirangkai sunduk di bawah dan lambang
sineb di atas. Dinding samping dan belakang dibuat dari papan, paling atas atau
atapnya terbuat dari ijuk, menghadap ke barat.
12. Pejenengan/Gedong Bata
Berupa bangunan gedong besar dengan dinding tembok
batu yang berhiaskan ornamen Rangda. Bagian bawahnya terbuat dari paras dan
bata merah, atapnya adalah genteng, menghadap ke barat. Di dalamnya tersimpan
berbagai jenis Arca yang terbuat dari paras dan batu, sedangkan Arca yang
terbesar terbuat dari batu dan berbentuk Bhatara Gana. Pada jaman dahulu,
arca-arca ini sering dipakai untuk nerang atau membuat hujan. Khusus pelinggih
Pejenengan/Gedong Bata yang ada di Pura Dalem Antap ini juga agak istimewa, di
bandingkan dengan pelinggih-pelinggih pejenengan yang ada di Pura lain di
Takmung. Pejenengan di Pura Dalem Antap ini ukurannya cukup besar dan tinggi,
ornamen sampingnya juga berupa Rangda. Sedangkan di dalamnya berisi berbagai
arca dan yang terbesar adalah Arca Bhatara Ghana. Bhetara Ghana ini adalah Tuhan dalam
manifestasinya sebagai Wighna-Ghna dan Dewa Winayaka. Memuja Tuhan sebagai Dewa
Wighna-Ghna untuk memohon kekuatan agar dapat menghadapi berbagai halangan
hidup. Sedangkan sebagai Dewa Winayaka untuk memohon kekuatan agar dapat
mengembangkan kebijaksanaan diri.
Fungsi utama Gedong Bata ini adalah sebagai tempat
dan memuja Bhatara Pura Dalem Antap
13.
Sapta Petala/Pertiwi
Sapta Petala
ini dipakai untuk memuja Naga Tiga atau Naga Raja, yaitu Naga Ananta Boga yang
melambangkan kesuburan, Naga Basuki yang melambangkan kemakmuran dan Naga
Taksaka yang melambangkan Kehidupan. Pelinggih Sapta petala ini Berbentuk Bebaturan, bawahnya berbentuk segi
empat, yang terbuat dari paras. Sedangkan di atasnya berdiri seekor Naga yang
terbuat dari batu hitam, menghadap ke barat.
14.
Pesimpangan Segara Tasik
Berbentuk Tugu, terbuat dari batu bata, menghadap
ke barat. Fungsinya sebagai Pesimpangan Bhatara Segara Tasik. Tetapi sampai saat ini penulis belum
menemukan Pura yang bernama Segara Tasik. Beberapa pengelingsir Pura ada yang berpendapat
Pura Segara Tasik sama dengan Pura Masceti.
15.
Pengerurah/ Tugu Anglurah Penyarikan
Di Beberapa
tempat, misalnya di Denpasar pelinggih ini disebut Pelinggih Ratu Ngurah
Gembal. Pelinggih ini merupakan pelinggih terluar dari pelingih-pelinggih yang
lain. Pangerurah ibaratnya kulit pada manusia, sepatutnya tidak ada bagian
anggota badan lagi yang berada di luar kulit.
Pelinggih ini berbentuk tugu, menghadap ke barat.
Bahan utamanya adalah batu alam, yaitu paras dan batu merah. Pangarurah ini
berfungsi sebagai penyarikan (pencatat) atau sekretaris dan sekaligus pemegang
kunci merajan atau sanggah secara niskala.
Maka itu, segala aktifitas yang akan dilakukan di
sanggah selalu dimulai dari pangarurah ini. Tetapi dalam beberapa sumber,
fungsi pangarurah adalah untuk mohon
penjagaan dan keselamatan atau kesentausaan binatang di rumah.
Fungsi beliau yang lebih luas sebagai penyarikan adalah, ibaratnya beliau
sebagai bendesa yang mengayomi masyarakat, maka itu pelingggih ini harus ada.
Berbusana selem dan poleng. Kalau ingin memohon perlindungan disini tempatnya,
karena erat kaitananya dengan penyengker dan penjaga.
Yang melinggih disini adalah Ratu Ngurah Tangkeb
Langit, yang waktu di dalam kandungan
beliau berujud yeh nyom, selanjutnya
bersemayam pada kulit, sehingga sering disebut sebagai segara tanpa tepi dan
dalam alam bali beliau distanakan
sebagai pepatih di pura ulun suwi.
Tetapi beberapa sumber mengatakan, pada pelinggih
pangarurah berstana Sang Catur Sanak (kanda pat yang telah disucikan), yang
berfungsi menjaga keselamatan dan keamanan pekarangan rumah beserta
penghuninya, tetapi beberapa sumber juga mengatakan pada pelinggih ini berstana
Sang Hyang Panca Maha Butha.
Sedangkan Yasa Diatmika (2006), mengatakan, yang
melinggih disini adalah sbb
(a)
Ida Ratu Anglurah Sakti Tangkeb Langit. Berfungsi
memberikan anugerah seperti pemunah gering sarat, keni cor, melebur segala
kotor (leteh) pada manusia, melebur segala upadrawa dan mohon hujan atau tidak
hujan. (b) Ida I Ratu Anglurah Agung
Wayahan Tebeng, beliau mempunyai wewenang untuk menjaga musuh, mohon kerahayuan
dan mohon pemalik sumpah terhadap maling atau segala durjana. (c) Ida I Ratu
Anglurah Agung Sakti Made Jalawung mempunyai kekuatan untuk memusnahkan segala wisya mandi, menetralisir racun,
seperti leak, cetik, aneluh, detiwang. (d) Ida I Ratu Anglurah Agung Nyoman
Sakti. Kesaktian beliau adalah merupakan sumber segala macam pengobatan, merupakan
dewaning dukun/balian, dewan taksu, dewan leak. (e) Ida I Ratu Anglurah Agung
Sakti Ketut Petung. Beliau bertugas menjaga kehidupan manusia dan memberikan
keahlian/profesi kepada manusia
Sedangkan pada lontar
panugrahan bhatara ring dalem dikatakan, Ratu Ngurah Tangkeb Langit, melinggih
di pura ulun suwi. Berkedudukan sebagai dewa tugu, sedahan sawah dan dewa
kawanan binatang.
Sedangkan posisi beliau
dalam diri manusia, bersemayam pada kulit, sebagai segara tanpa tepi.
Akasaranya Sang, berfungsi sebagai air kehidupan, karena berupa tirtha amertha
sanjiwani. Apa bila keluar, merembes sebagai keringat.
Kewenangan beliau
melebur segala jenis penyakit dan pemusnah segala jenis kutukan dewa dan pitra.
Penampakan
beliau seperti langit bersih, seperti mendung, seperti cahaya juga seperti
tetesan embun.
Sesajinya ketipat
dampulan, ulam bekasem, canang pasucian dan segehan kepelan putih. Tetapi pada
lontar kanda pat rare dikatakan,
16. Bale Panggungan
Berbentuk Bale-Bale, menghadap ke utara. Terbuat
seluruhnya dari kayu, kecuali dasarnya yang terbuat dari paras. Merupakan
simbolis dari kaki Tuhan, maka itu
sering disebut Sor
17.
Bhetara Tumpa
Pelinggih ini
diyakini oleh pengemongnya berfungsi sebagai Penyembuh segala penyakit,
sehingga setiap piodalan banyak sekali warga pengemong yang naurin sesaudan
(sesangi) di pelinggih sini. Pengelingsir
penulis juga mengatakan di pelinggih Tumpa berhubungan erat dengan Ilmu
Pengetahuan. Artinya, kalau ada yang ingin nunas Ilmu Pengetahuan di pelinggih
inilah tempatnya, baik secara semadi atau dengan cara lainnya.
Pelinggih utama berupa Gedong yang terbuat dari
paras dan bata merah, serta dihiasi dengan beberapa arca paras, menghadap ke
utara.
18. Tempat Tirta Tumpa
Terletak di
samping kiri dan kanan pelinggih Tumpa, berbentuk Sarkopagus, yang berfungsi
sebagai tempat Tirta, yang biasanya ditampung dari air hujan.
B. Di Madiya Mandala
1.
Bale Pegongan
Sesuai dengan namanya, bale pegongan ini mempunyai
fungsi utama sebagai tempat menabuh rikala diadakan odalan atau acara lain di Pura
Dalem Antap. Bale Pegongan ini berbentuk bale panjang, dasarnya terbuat dari
paras. Sedangkan saka dan lambangnya terbuat dari kayu, atapnya adalah genteng.
Tetapi yang unik disini, disebelah utara bale pegongan ini ada sebuah batu lesung. Penulis katakan unik,
karena lesung ini dasarnya sangat dalam, sebab pernah ada usaha untuk
memindahkannya, tetapi gagal . Karena dasarnya sangat dalam dan makin ke bawah
makin melebar. Lasung batu ini, sekarang dipakai untuk membuat bumbu
(ngincuk base).
2.
Bale Kulkul
Berfungsi
sebagai tempat kulkul, atau sering disebut sebagai pelinggih Kala Raja. Beberapa sumber mengatakan, Bale kulkul
merupakan pelinggih yang paling utama pada setiap pura. Maka itu, pelinggih ini
biasanya berukuran paling tinggi yang ada di setiap pura. Bahkan
segala kegiatan dapat dimulai kalau kentongan sudah di bunyikan. Seolah olah merupakan komando dari setiap
kegiatan yang akan dilaksanakan di pura. Pada bale kulkul yang ada di Pura
Dalem Antap ini, selain diisi kulkul Pura Dalem Antap juga terdapat kulkul
anggota subak yang ada disekitar Pura Dalem Antap ini. Berbentuk seperti Bale
Kulkul pada umumnya, bagian dasarnya terbuat dari paras dan batu bata merah,
lengkap dengan ornamennya. Sedangkan
saka dan lambangnya terbuat dari kayu, atapnya adalah genteng. Bale
Kulkul ini terletak di pojok barat laut madiya mandala.
3.
Penyimpanan Pengangge.
Berbentuk
seperti bale kecil, dan letaknya di utara madiya mandala, dan biasanya dipakai
untuk menyimpan alat-alat kepunyaan Pura Dalem Antap ini dan menyimpan seluruh
pengangge.
4.
Pohon Kepah
Pohon Kepah
yang ada di Pura Dalem Antap ini seolah olah menjadi cirri khas dari Pura Dalem
Antap. Karena tumbuhnya yang
menjulang sangat tinggi dan besar apalagi berbentuk sangat indah. Pohon Kepah ini tumbuh di pojok
barat laut madiya mandala. Para pengelingsir Pura sering menyebut pohon kepah
ini merupakan pelinggih Bhatara Sapu
Jagat atau Bhatara Kober Geni.
5.
Pemedal Agung
Sebuah Pemedal yang sangat indah dan megah, terletak
diselatan madiya mandala, menghadap keselatan. Tetapi puncaknya sudah rontok,
yaitu ketika Pulau Bali dilanda gempa, dan para pengelingsir menyebut jaman
Gejer. Pemedal Agung ini berfungsi
untuk keluar masuk Pura.
Sedangkan di
depan kiri kanannya terdapat dua buah
patung paras. Yang dikirinya bernama Maha Kala dan yang di kanan bernama Dora
Kala. Kedua mulut patung ini terbuka (enggang) dan berbentuk raksasa.
Menurut Putra
Suarjana, patung ini mempunyai filosopi bahwa, setiap yang akan masuk pura ini
semuanya akan ditelan oleh kedua raksasa ini, apabila mereka yang berbuat jahat
maka akan langsung dikunyah sebagai makanannya, tetapi kalau berbuat baik maka
akan dikeluarkan sebagai manusia utama.
C. Di Nista Mandala/Jaba Sisi
1.
Apit Lawang,
Berbentuk Tugu, terbuat dari paras dan bata merah,
menghadap keselatan. Berada tepat di muka Medal Agung, berfungsi sebagai
penjaga kesucian Pura secara niskala.
2. Pesimpangan Bhatara Dalem Ped Ring Nusa
Penida
Pura Dalem Ped,
seperti di ketahui berlokasi diseberang
laut yang disebut Pulau Nusa Penida. Pelau Nusa Penida ini sebenarnya masih
merupakan wilayah Kabupaten Klungkung, dan merupakan kecamatan tersendiri yaitu
Kecamatan Nusa Penida. Pada jaman kejayaan Raja Klungkung, Pulau Nusa Penida
dipakai sebagai tempat orang yang diselong oleh Dalem Klungkung. Pura Dalem Ped ini sendiri berdiri dengan Megah di
Desa Ped, dipesisir pantai yang sangat indah. Bagi orang Bali, Khususnya
orang-orang Klungkung, Pura Dalem Ped sudah tidak asing lagi, bahkan sudah sangat
terkenal dengan ciri-ciri Beliau, Bunga Pucuk Bang, Wastra Poleng Hitam Putih,
dan Benang Tri Datu.
Sedangkan Pesimpangan Pura dalem Ped yang ada di Pura
Dalem Antap ini berupa Padma Capah, terbuat seluruhnya dari paras, menghadap ke
selatan.
3.
Batu Pelinggihan
Terletak di samping Pesimpangan Bhatara Dalem Ped.
Berupa sebuah batu yang berukuran cukup besar, batu ini sangat diyakini sebagai
kendaraan Bhatara Dalem Ped ketika melancaran ke Bali. Disamping batu ini ada dua
buah batang pohon bunga Jepun. Yang satu pohonnya cukup besar dan yang
kedua agak kecil dengan bentuk seperti tongkat. Dari penuturan
pengelingsir Pura, Pohon Jepun yang kedua ini besarnya hanya sebegitu juga dari
dulu, tidak membesar dan tidak mengecil. Kedua pohon Jepun ini sangat dikeramatkan,
bahkan yang paling dikeramatkan diantara seluruh pohon yang ada di areal Pura
Dalem Antap.
D. Jabaan
1.
Pelinggih Bedugul Subak,
Berupa Tugu, terbuat dari paras dan batu bata
merah, menghadap ke barat. Berfungsi sebagai pura subak yang ada disekitar Pura
Dalem Antap.
2.
Pohon Ketapang Sakti
Disebelah barat dari jaba sisi ini ada pohon yang
sangat besar dan tinggi. Kalau dilihat dengan seksama, pohon ini terdiri dari
beberapa pohon menjadi satu. Para pengelingsir Pura mengatakan, awalnya adalah
pohon ketapang yang dililit oleh beringin dan pohon kresek, tetapi ketika
tulisan ini dibuat, pohon Ketapangnya sama sekali tidak tampak. Hanya
pohon beringin dan Keresek saja yang kelihatan.
3. Bale Pewaregan/Dapur
Berbentuk Bale Panjang, dengan 6 saka, semuanya
terbuat dari batu dan semen, menghadap ke barat. Berfungsi untuk mempersiapkan
keperluan sajian upacara yang perlu disiapkan di Pura. Pewaregan ini
juga tempat memasak atau mebat pada waktu odalan
4.
Candi Bentar
Candi Bentar
adalah pintu gerbang terbuka, berfungsi sebagai pintu masuk. Candi Bentar ini
merupakan simbolis pecahnya Gunung Kailase sebagai tempat Dewa Siwa melakukan
tapa. Candi Bentar yang ada di Pura Dalem Antap ini, mulanya menghadap ke
selatan, berhubung di selatan sering becek, maka dibuatlah candi bentar yang
menghadap ke barat lagi.
BAB V
TATA
CARA PELAKSANAAN
PIODALAN
DI PURA DALEM ANTAP
Secara garis besar, tata cara piodalan di Pura
Dalem Antap dapat dibagi menjadi 3 tahap, yaitu Persiapan Odalan, Odalan (ngiasin,
odalan, pengeluar, nganyarin) dan Nyimpen (setelah odalan).
A. Persiapan Odalan
Ada beberapa kegiatan yang dilakukan
sebelum odalan oleh pengemong Pura Dalem
Antap yaitu,
(1)
Mempersiapkan banten odalan, (2) Memasang wastra pada
pelinggih, (3) Menyucikan dan mengisi
air pada caratan dan coblong, (4) Memasang Lamak, Ceniga dan Lainnya, (5) Membuat Toya Ukupan, untuk persipanan
Tirta, (6) Mempersiapkan Bija Beras, (7) Menghidupkan Pasepan, (8) Ngaturang
Asep pada setiap pelinggih, (9) Makebat Tikeh, (10) Meletakkan Banten di Setiap
Pelinggih, (11) Menatab Upakara Ayaban yang akan dihaturkan kehadapan Ida
Bhatara termasuk Caru
B. Odalan
Pelaksanaan
Odalan ini sendiri dapat dibagi menjadi empat tahap lagi, yaitu, Mendak
Bhatara, Ngiasin, Odalan, Ngeluarang dan Nganyarin.
1.
Mendak Bhatara
Berhubung
Pretima Bhatara, mesimpen di Rumah Pemangku di Banjar Banda, maka mendak
Bhatara dilakukan oleh beberapa orang pengemong dan dilaksanakan pada pagi hari
setelah persiapan upakara sudah selesai.
2.
Ngiasin Pretima Bhatara
Ngiasin
dilakukan oleh pemangku yang dibantu oleh beberapa orang pengemong terutama
yang sudah mewinten.
3.
Odalan
Pelaksanaan odalan ini dilakukan pada saat
seluruh persiapan upakara sudah selesai. Odalan di Pura Dalem Antap ini
biasanya dilaksanakan antara pukul 16.00 sampai 22.00, yang dihadiri oleh
seluruh lapisan masyarakat Takmung.
Pelaksanaan Odalan di puput oleh Ida Pedanda yang dibantu oleh Pemangku Jan
Banggul dan beberapa pemangku pengayah. Puncak odalan adalah dilaksanakan
pemuspaan yang dilanjutkan pemberian toya wangsuh pada kepada pemedek.
4.
Pengeluar
Apabila
seluruh pemedek sudah ngaturang bakti serta prosesi odalan sudah selesai maka
dilanjutkan dengan ngeluar atau ngantukan Bhatara yang didahului mepurwa
daksina. Prosesi ngeluar dilaksasnakan di Jabaan (nista mandala).
5.
Nganyarin
Nganyarin dilakukan besoknya sebelum
nyimpen/nyineb
C. Nyineb/Nyimpen
Nyineb/nyimpen
dilakukan pada sore harinya, dan nyimpen pretima kembali pada tempatnya
serta membuka seluruh wastra yang ada di
setiap pelinggih
BAB VI
BANTEN SANE MUNGGAH
RING SETIAP PELINGGIH
A. Ritatkala Mendak dan Ngiasin
Bhatara/Pretima/Arca
1. Ring Penyimpenan
Ajengan, Segehan
2. Ring
Jaba Pura Ritatkala Ida Rawuh
Segehan
3. Ring
Genah Ngiasin
Canang Pemendak, Canang Meraka, Daksina, Peras,
Soda, Suci, Penyeneng, Katipat Sari Akelan, Canang Rebong, Canang Oyodan,
Canang Burat Wangi, Lenge wangi, Cane, Canang Pengrawos, Canang Pemendak,
Penuntun, PeSucian, Caratan, Penastanan, Bayekawonan, Pangulapan, Prayascittha,
Segehan Cacah, Segehan Mancawarna, Tetabuhan Arak Berem
B. Ritatkala Piodalan, Redite Umanis Langkir
1. Taksu
Bumi/Tugu Sedaan
Canang Sari, Sayut, Ajengan, Palihan, Canang Pengrawos, Tipat 1 Kelan,
Coblong, Lamak Busung, Gantung-Gantungan.
2. Penyawangan Bhatara Ulun Danu Batur
Canang Sari, Suci, Soroan Tumpeng 7, Sayut, Canang
Pengrawos, Coblong, Lamak Busung, Gantung-Gantungan, Bungkak Nyuh Gading, Ulam
Ayam, Cacahan Bebek
3.
Mascari Mascatur
Canang Sari, Sayut, Ajengan, Palihan, Canang Pengrawos, Coblong,
Lamak Busung, Gantung-Gantungan.
4.
Manjangan Saluwang
Canang Sari, Banten Sesayut, Ajengan, Palihan,
Canang Pengrawos, Coblong, Lamak Busung, Gantung-Gantungan.
5.
Gedong Sari
Canang Sari, Banten sayut, Ajengan, Palihan,
Canang Pengrawos, Coblong, Lamak Busung, Gantung-Gantungan.
6.
Gedong Betel
Canang Sari, Banten Suci, Peras Penyeneng, Canang
Pengrawos, Coblong, Lamak Busung, Gantung-Gantungan, Soroan Tumpeng 7, Bungkak
Nyuh Gading, Ulam Ayam, Cacahan Bebek
7.
Sanggaran/Padmasari
Canang Sari, Banten Suci, Saji, Sorohan Tumpeng 7,
Canang Pengrawos, Coblong, Lamak Busung, Gantung-Gantungan, Pelinggih, Bayuan,
Bungkak Nyuh Gading, Ulam Ayam, Ulam Bebek.
8. Tutuan/Sanggar Surya
a.
Di Atas. Canang Sari, Suci, Saji, Canang
Pengrawos, Coblong, Lamak Busung, Gantung-Gantungan, Sesantun Ngempat, Tigasan,
Bayuan, Bungkak Nyuh Gading
b.
Di Bawah. Gelar Sanga
9. Meru Tumpang Tiga
Canang Sari,
Suci, Sorohan Tumpeng, Sayut, Ajengan, Canang Pengrawos, Coblong, Lamak Busung,
Gantung-Gantungan, Bungkak Nyuh Gading, Ulam Ayam, Ulam Bebek , Cacahan Bebek
10. Penyawangan Bhatara Batu Klotok
Canang Sari,
Peras Penyeneng, Paliahan, Canang Pengrawos, Coblong, Lamak Busung,
Gantung-Gantungan.
11. Pengaruman/Pepelik
Canang Sari,
Suci, Saji, Sorohan, Peras Penyeng, Canang Pengrawos, Palihan, Daksina,
Sesantun, Pecanangan, Canang Pengrawos Madan 7 Soroh, Lamak Aji Ajian,
PeSucian, Tigasan, Bayuan, Sekar Taman,
Telopokan 2 buah, Kapir 2 tanding, Ulam Ayam 2 ekor, Ulam Bebek, Cacahan
Bebek/Selaman, Banten Pengiyas, Coblong, Gantung Gantungan, Bungkak Nyuh
Gading, Segeh Agung (Jangan Sakawali, Cacahan 9 Cacah, Gelar Sanga, Tabuh),
Alat Sopacara (Caratan, Toya Anyar, Pengelukatan), Lamak Busung
12. Piasan/Bale
Pewedaan
Canang Sari,
Canang Pengrawos, Suci Pedanda, Asem Aseman Pedanda, Prayascitta, Dandanan, Lis
3 buah, Payuk, Kukus, Duwi Duwian, Toya Anyar, Sibuh, Pepek, PaSucian, Cecepan,
Banten Pemereman, Jerimpen 2 buah, Coblong, Lamak Busung, Gantung-Gantungan.
13. Gedong
Bata/Pejenengan
Canang Sari,
Suci, Saji, Sorohan Tumpeng 7, Canang Pengrawos, Japit Celeng, Japit Kapir,
Pakideh Kapir, Ulam Ayam, Ulam Bebek, Cacahan Bebek /Selaman, Coblong,
Pelinggih, Peras Penyeneng, Bayuan, Lamak Busung, Gantung Gantungan, Cacahan
Celeng Mewadah Angelan 2 x 66 = 144 Tanding
14. Sapta
Petala/Dasar
Canang Sari,
Suci, Saji, Sorohan Tumpeng 7, Ulam Ayam, Banten Penerangan, Cacahan
Bebek/Selaman, Coblong, Peras Penyeneng, Bungkak Nyuh Gading, Bayuan, Lamak
Busung, Gantung Gantungan.
15. Penyawangan
Bhatara Segara Tasik
Canang Sari,
Sayut, Ajengan, Palihan, Canang Pengrawos, Coblong, Lamak Busung, Gantung
Gantungan.
16. Pengerurah/Tugu
Sedaan Penyarikan
Canang Sari,
Sayut, Ajengan, Palihan, Canang Pengrawos, Coblong, Tipat, Lamak Busung,
Gantung Gantungan
17. Panggungan
(a) Di Atas.
Canang Sari, Suci, Sor 25 (tumpeng 25 atau bebangkit lengkap), Canang
Pengrawos, Ulu (kepala celeng), Coblong, Jerimpen, Lamak Busung, Gantung
Gatungan. (b) Di
Bawah. Caru Ayam Berumbun
18.
Bhatara Tumpa
Canang Sari, Suci, Sorohan Tumpeng 7, Ulam Ayam,
Ulam Bebek, Canang Pengrawos, Cacahan Celeng mewadah angelan 1 x 66 = 66
tanding, Guling Celeng, Ulam Ayam, Ulam Bebek, Bakaran, Karangan, Oret, Semuuk,
Satuh, Taluh 6 bungkul, Tape 6 buah, Bungkak Nyuh Gading, Jerimpen, Jaja
Bekayu, Coblong, Lamak Busung, Gantung Gantungan, Serambitan Lebeng Matah
19.
Tempat Tirta Tumpa
Canang Sari, Ajengan, Sesayut, Coblong, Lamak
Busung, Gantung Gantungan
20.
Penyimpenan Pengangge
Canang Sari, Canang Pengrawos, Coblong, Lamak
Busung, Gantung Gantungan
21.
Pohon Kepah/Btr. Kober Geni/Sapuh
Jagat
Canang Sari, Canang Pengrawos, Coblong, Ajengan,
Sesayut, Lamak Busung, Gantung Gantungan.
22.
Bale Pegongan
Canang Sari, Canang Pengrawos, Coblong, Ajengan,
Sesayut, Lamak Busung, Gantung Gantungan.
23.
Bale Kulkul
Canang Sari, Sorohan Tumpeng 7, Ulam Ayam, Cacahan
Bebek/Selaman, Sayut, Ajengan, Canang Pengrawos, Coblong, Lamak Busung, gantung
Gantungan
24.
Apit Lawang
Canang Sari, Sayut 2 soroh, Ajengan 2 soroh,
Canang Pengrawos 2 soroh, Palihan 2 soroh, Coblong, Lamak, Gantung Gantungan,
Tipat Kelanan
25.
Penyawangan Bhatara Da1em Ped
Canang Sari, Suci, Sorohan Tumpeng 7, Ulam Ayam,
Cacahan Bebek/Selaman, Sayut, Ajengan, Palihan, Canang Pengrawos, Coblong,
Bungkak Nyuh Gading, Lamak Busung, Gantung Gantungan.
26.
Penjor (Harus 2)
Canang Sari, Ajengan, Sayut,
Coblong, Lamak Busung, Gantung gantungan.
27.
Batu Pelinggihan
Canang Sari, Sayut, Ajengan, Palihan, Canang
Pengrawos, Coblong, Lamak Busung, Gantung Gantungan
28.
Bedugul Subak
Canang Sari, Sayut, Ajengan, Palihan, Canang
Pengrawos, Coblong, Lamak Busung, Gantung Gantungan
29.
Pohon Ketapang/Kresek/Beringin
Canang Sari, Canang Pengrawos, Coblong, Lamak
Busung, Gantung Gantungan.
30.
Pewaregan
Canang Sari, Canang Pengrawos, Coblong, Lamak
Busung, Gantung Gantungan.
31.
Bale Banten
Canang Sari, Canang Pengrawos,
Coblong, Lamak, Gantung Gantungan.
32.
Tirta Penglukatan
Canang Sari, Canang Pengrawos.
33.
Laapan/Lebuh
Canang Sari, Sayut, Ajengan, Palihan, Canang
Pengrawos, Coblong, Lamak Busung, Gantung Gantungan.
34.
Togog/Patung
Bungkul
35.
Ring Natar Jerowan dan Natar Jabaan
Caru Ayam Brumbun
36.
Setiap Pelinggih diisi Dupa
B. Ritatkala Nganyarin/Nyineb
1. Pengaruman/Pepelik
Canang Sari, Sorohan Tumpeng 7, Perangkatan 2
buah, PeSucian, Alat Alat Sopacara Lengkap, Segehan Cacahan
2. Penyawangan Bhatara Dalem Ped
Canang Sari, Ajengan, Segehan Cacahan, Coblong
:
3. Penyimpenan Bhatara
Canang Sari, Peras, Pejati, Segehan Cacahan. :
4. Pelinggih Lainnya
Canang Sari, Ajengan, Coblong
5. Setiap pelinggih diisi dupa
C. Ritatkala Rahinan Manis Tumpek
(Dinan Bhatara/Tegak
Odalan)
1. Pengaruman/Pepelik
Canang Sari, Sayut Pengambeyan, Coblong, Segehan. :
2. Penyawangan Bhatara Da1em Ped
Canang Sari, Ajengan, Coblong, Segehan :
3. Pelinggih Yang Lainnya Berupa
Canang Sari, Ajengan, Coblong.
4. Lebuh
Segehan
5. Setiap Pelinggih Diisi Dupa
D. Ritatkala Purnama/Tilem/Kajang Kliwon
1. Penyawangan Bhatara Dalem Ped
Canang Sari, Segehan Cacahan, Coblong
2. Lebuh
Segehan Cacahan
3. Pelinggih
Lainnya munggah
Canang Sari, Coblong
4. Disetiap Pelinggih Diisi Dupa
E. RITATKALA TUMPEK WAYANG
Ritatkala Tumpek Wayang ini, merupakan Odalan di
Pesimpangan Bhatara di Dalem Ped. Banten yang munggah di Pelinggih ini adalah
1. Di Pelinggih Pesimpangan Dalem Ped
Laklak 1kelan, Tape 1 kelan, Taluh Lebeng 1 kelan,
Tipat 1 kelan, Tebasan mewadah nare, PeSucian, Canang Sari 35 tanding, Canang
Genten 5 tanding, Tirta, Coblong/Air, Segehan biasa.
2. Di Lebuh
Segehan Manca Warna
Setiap Segehan diisi Canang atanding,
Ulam Jeroan Ayam, lengkap
mewadah Takir dan Tuak Arak.
3. Pelinggih Lainnya
Canang Sari, Coblong
4. Disetiap Pelinggih Diisi Dupa
BAB VII.
JUMLAH BANTEN YANG DIPERLUKAN
A. Ritatkala Odalan Adalah
1. Suci : 14 soroh
2.
Saji :
6 soroh
3.
Sorohan Tumpeng 7 : 10 soroh
4.
Sayut : 17 soroh
5.
Ajengan : 16 soroh
6.
Peras penyeneng
:
5 soroh
7.
Palihan : 13 soroh
8.
Daksina :
2 soroh
9.
Sor : 25 soroh
10. Canang
Pengrawos : 40
soroh
11. Bungkul : 33 soroh
12. Canang
Sari : 31 tanding
13. Coblong : 33 buah
14. Lamak
Busung : 31 buah
15. Bungkak
Nyuh Gading : 12
bungkul
16. Toya : Secukupnya
17. Dwidwian :
1 pesel
18. Caratan : 1 buah
19. Cecepan : 1 buah
20. Telopokan : 1 buah
21. Kapir : 2 buah
22. Bayuan : 5 soroh
23. Banten
Penerangan : 1 soroh
24. Banten
Pengiyas : 1 soroh
25. Prayascittha : 1 soroh
26. Sesantun : 6 soroh
27. Tigasan : Secukupnya
28. Pecanangan : 1 buah
29. PeSucian : 2 soroh
30. Lis : 3 buah
31. Dupa : 200 katih
32. Menyan : 1 kg
33. Pasepan : 3 buah
34. Payuk : 1 buah
35. Penggorengan : 1 buah
36. Kukusan : 1 buah
37. Jerimpen : 5 buah
38. Sibuh : 1 buah
39. Gantung-Gantungan
Busung : 31 pasang
40. Sekar
Cempaka : 25 buah
41. Sekar
Pucuk Bang : 10 buah
42. Ulu
Babi : 1 kepala
43. Olahan
Babi/Celeng : 198 tanding
44. Olahan
Bebek : 10 tanding
45. Segehan
Agung : 1 soroh
46. Gelar
Sanga : 1 soroh
47. Tipat :
1 kelan
48. Ayam
Panggang/Metunu : 12 ekor
49. Bebek : 6 ekor + 7 pukang
50. Guling : 1 ekor
51. Karangan : 1 karang
52. Oret : 1 lingke
53. Satuh : 1 buah
54. Toya
Anakan : 400 liter
55. Toya
Ukupan : 50 liter
56. Daaran
Asep/Kayu :
Sakawenang
57. Benang
Tridatu : 300 gelang
58. Aseman
Pedanda : 1 buah
59. Pelinggih : 4 buah
60. Dandanan : 1 buah
61. Bakaran : 1 buah
62. Serambitan : 1 buah
63. Japit : 1 buah
64. Pakideh : 1 buah
65. Taluh/Telur :
Secukupnya
66. Tape : Secukupnya
67. Bekayu : Secukupnya
68. Semuuk : Secukupnya
69. Segehan
cacahan : Secukupnya
70. Dupa :
Secukupnya
B. Ritatkala Nyineb
1.
Canang Sari : 28
tanding
2.
Ajengan :
24 soroh
3.
Coblong :
31 buah
4.
Sorohan Tumpeng
7 :
2 soroh
5.
Perangkatan :
2 soroh
6.
PeSucian :
1 soroh
7.
Alat Sopacara : Secukupnya
8.
Segeh Cacahan :
3 soroh
9.
Bungkul : Secukupnya
10. Dupa :
Secukupnya
C. Ritatkala Rahinan/Dinan Bhatara/Tegak Odalan
1. Canang Sari : 29
soroh
2. Ajengan :
28 soroh
3. Coblong :
31 buah
4. Segehan Cacahan :
3 soroh
5. Sayut Pengambeyan :
1 soroh
5. Dupa : Secukupnya
D. Ritatkala Purnama/Tilem/Kajang Kliwon
1. Canang Sari
: 28
tanding
2. Segeh Cacahan :
3 soroh
3. Coblong : 28 buah
4. Dupa : Secukupnya
E. Ritatkala Tumpek Wayang
1. Canang Sari : 33 Tanding
2. Segehan Cacahan :
1 Soroh
3. Segehan Manca Warna : 1 Soroh
4. Coblong : 28 Buah
5. Dupa : Secukupnya
6. Jajan Laklak : Akelan
7. Tape :
Akelan
8. Taluh Lebeng : Akelan
9. PaSucian : 1
10. Tipat : Akelan
11. Tuak Arak :
Secukupnya.
BAB VIII
WARNA DAN BAHAN WASTRA/PENGANGGE
PADA SETIAP PELINGGIH
A. Utama Mandala
1. Taksu Gumi/Tugu Panglurah Sedaan
Ider-Ider
Selem, Wastra Putih, Kampuh/Umpal Poleng, Lamak Selem, Tedung Selem.
2. Penyawangan Bhatara Ulun Danu Batur
Ider-Ider
Selem, Wastra Selem, Kampuh/Umpal Kuning, Lamak Kuning, Tedung Selem.
3. Mascari Mascatur/Catumeres Catumujung
Ider-Ider
Sakawenang, Wastra, Sakawenang, Kampuh/Umpal Sakawenang, Lamak Sakawenang,
Tedung Sakawenang.
4. Manjangan Seluwang
Ider-Ider Merah
Putih, Wastra Putih, Kampuh/Umpal Sakawenang, Lamak Sakawenang, Tedung
Sakawenang.
5. Gedong Sari
Ider-Ider,
Wastra, Kampuh/Umpal, Lamak dan Tedung Sakawenang.
6.
Gedong Betel
Ider-Ider, Wastra, Kampuh/Umpal, Lamak, Tedung
Sakawenang.
7.
Sanggaran/Padmasana
Luhur/Destar, Wastra, Kampuh/Umpal Putih Kuning, Lamak
Putih, Tedung Putih.
8.
Sanggar Surya
Wastra, Kampuh/Umpal. Lamak, Tedung Putih atau Kuning
9.
Meru Tumpang Tiga
Ider-Ider Putih, Wastra, Kampuh/Umpal, Lamak,
Tedung Putih atau Kuning.
10. Penyawangan Bhatara Batu Klotok
Ider-Ider, Wastra, Kampuh/Umpal, Lamak, Tedung
Sakawenang.
11. Pengaruman/Pepelik
Ider-Ider, Wastra, Kampuh/Umpal, Lamak,
Kampuh/Umpal Adegan/Saka, Tedung Sakawenang, Sedangkan Lelontek Putih Kuning.
12. Bale Piasan/Bale Pewedaan
Ider-Ider, Wastra, Kampuh/Umpal, Lamak,
Saka/Adegan, Tedung Sakawenang.
13. Gedong Bata/Pejenengan
Ider-Ider Merah Putih, Wastra Putih, Kampuh/Umpal
Poleng, Saka/Adegan Sakawenang, Lamak Putih/Kuning, Tedung Putih.
14. Sapta Petala/Dasar
Destar Selem/Hitam, Wastra Selem, Kampuh/Umpal
Selem, Tedung Selem, Lelontek Hitam
15. Penyawangan Bhatara Segara Tasik
Ider-Ider, Wastra, Kampuh/Umpal, Lamak, Tedung
Sakawenang.
16. Pengerurah/Tugu Anglurah Penyarikan
Ider-Ider Selem, Wastra Selem/Hitam, Kampuh/Umpal
Poleng, Tedung Hitam/Poleng
17. Panggungan
Ider-Ider, Wastra, Kampuh/Umpal, Lamak, Tedung
Sakawenang.
18. Bhatara Tumpa
Ider-Ider, Wastra, Kampu/Umpal, Tedung, Lelontek
Putih/Kuning.
19. Tempat Tirta Tumpa
Wastra Putih/kuning, edung Putih/Kuning.
20. Bale Banten
Ider-Ider Putih/Kuning, Wastra Putih, Kampuh/Umpal
Kuning, Tedung Kuning
B. Madiya Mandala/Jaba Tengah
1. Pohon
Kepah/Bhatara Kober Geni
Wastra Poleng, Tedung
Poleng/Selem.
2.
Bale Pegongan
Ider-Ider, Kampuh/Umpal Adegan Sakawenang.
3. Bale
Kulkul
Ider-Ider Sakawenang, Wastra Sakawenang,
Kampuh/Umpal Kulkul Poleng/Hitam, Kampuh/Umpal Adegan Sakawenang.
C. Nista Mandala/Jaba Sisi
1.
Apit Lawang
Ider-Ider Merah, Wastra Putih, Kampuh/Umpal
Poleng, Lamak Hitam/Poleng, Tedung Hitam.
2.
Penyawangan Bhatara Dalem Ped
Luhur, Wastra, Kampuh/Umpal, Lamak, Tedung
Berwarna Poleng.
3.
Batu Pelinggihan
Wastra, Kampuh/Umpal, Tedung Berwarna Poleng.
D. Jabaan
1.
Pohon Ketapang/Beringin/Kresek
Wastra Hitam/Poleng, Kampuh/Umpal Poleng/Hitam,
Tedung Hitam.
2.
Bedugul Subak
Ider-Ider, Wastra, Kampuh/Umpal, Lamak, Tedung
Sakawenang.
3.
Pewaregan
Ider-Ider, Kampuh/Umpal Sakawenang.
4.
Tirta Penglukatan
Wastra Putih, Kampuh/Umpal Kuning, Tedung Putih
5.
Laapan
Wastra Putih, Kampuh/Umpal Kuning, Lamak Kuning,
Tedung Putih.
6.
Togog/Patung/Arca Paras
Destar Putih, Wastra Putih, Kampuh/Umpal Kuning,
Tedung Sakawenang
Pupupt Sinurat Oleh, Pemangku Jan Banggul,
Ir. Putu Januar Ardhana, pada tanggal 20 Juni 2003.
CATATAN
Penyimpenan Berdasarkan kesepakatan pengemong Pura
Dalem Antap, maka pada tanggal 7 Oktober 2006 dibuatlah penyimpenan Bhetara,
yang letaknya di belakang Pelinggih Sapta Petala. Pada tanggal 7 Oktober ini,
Pertima Bhetara (Arca), juga dikodakin, oleh Ida Bagus Putu di (Gria Kelodan)
atau Gria Kemenuh Takmung. Setahun
kemudian Beliau lalu medwijati melinggih menjadi Pedanda. Sedangkan Penyimpenan
Bhetara diresmikan pemakaiannya pada tanggal l0 Desember 2006. Pada tahun ini
juga mentik Pohon Pule di belakang tembok penyengker sebelah timur pura
Daftar Pustaka
1.
Anon
(?). Rontal Tutur Aji Saraswati. Koleksi Ida Bagus Agung Dharma Putra, Gria Mandhara
Pemaron Munggu
2.
Anon
(?). Rontal Kanda Pat Sari. Koleksi Keluarga Besar Arya Gajah Para
Banjar Banda Desa Takmung, Klungkung Bali.
3.
Anon (2001).
Hasil Paruman Sulinggih PHDI Propinsi Bali Tahun 2001. Proyek Bimbingan
dan Penyuluhan Kehidupan Beragama Tersebar di 9 Kab/Kota
4.
Anon
(1998). Himpunan Hasil Paruman Sulinggih PHDI, Propinsi Bali dari tahun
1990-1998. Milik Pemerintah Propinsi Bali, Proyek Bimbingan dan Penyuluhan
Kehidupan Beragama, tersebar di 9 Dati II.
5.
Anon(1992).
Hakekat Merajan atau Sanggah di Bali. Pusat Pengabdian Pada Masyarakat
Universitas Udayana Denpasar.
6.
Arwati, Ni
Made (1977). Upacara Upakara. Upada Sastra, Denpasar.
7.
Satrya Atmanadhi, Nyoman (1972). Dasar Kepemangkuan,
Kesulinggihan.
8.
S. Swarsi, Dra (2003). Upacara Tradisional Piodalan
Alit Di Sanggah/Merajan, Suatu Kajian Nilai. Badan Pengembangan Kebudayan Dan
Pariwisata Deputi Bidang Pelestarian dan Pengembangan Budaya Bagian Proyek
Pengkajian dan Pemamfaatan Sejarah dan Tradisi Bali
9.
Surayin Ida Ayu (1991). Seri Upacara Yadnya I, II, III,
IV. Upada Sastra Denpasar.
10.
Sudharta, Cokorda Rai; Purwita, Ida bagus Putu; Krisnu,
Cokorde Raka; Sura I Gede; Arwati, Ni Made Sri; Wiana, I Ketut (1991). Upacara
Mawinten.
11.
Sudharta, Cokorda Rai; Purwita, Ida bagus Putu; Krisnu,
Cokorde Raka; Sura I Gede; Arwati, Ni
Made Sri; Wiana, I Ketut (1991). Indik Kepemangkuan
12.
Sudarsana,
Putu IB. Drs, MBA,MM. (2003).
Ajaran Agama Hindu, Filsafat Yadnya. Penerbit Yayasan Dharma Acarya.
Percetakan Mandara Sastra.
13.
Wiana,
Ketut, 1993. Bagaimana Umat Hindu Menghayati Tuhan. Pt. Pustaka Manik
Geni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar