Sabtu, 06 Mei 2017



PULA PALI SANE KEMARGIANG
RING PURA DALEM ANTAP

BAB   I
PENDAHULUAN

OM AWIGHNEMASTU NAMA SIDEM

A.      Selayang Pandang Pura Dalem Antap
Pura dikatakan bukan semata mata tempat sembahyang, karena secara konsepsional pura sama dengan candi di jawa. Istilah pura berasal dari bahasa jawa yang pada mulanya dipakai untuk menyebutkan pusat kerajaan. Misalnya pusat kerajaan di Samprangan bernama Linggarsa Pura, pusat kerajaan Gelgel bernama Sweca Pura dan pusat kerajaan Klungkung bernama Semara Pura. Istilah pura sebagai tempat suci diduga muncul dan dipopulerkan oleh Dang Hyang Dwijendra ketika beliau datang ke Bali. Sebelum beliau datang ke Bali, tempat suci itu disebut Kahyangan atau Hyang. Sedangkan pada jaman Bali Kuno, tempat sembahyang ini disebut Ulan.

Seperti diketahui, di Bali pada sekarang ini terdapat banyak sekali Pura atau tempat persembahyangan, dan salah satunya adalah Pura Dalem Antap yang berlokasi di Desa Takmung Klungkung.

Para pembaca yang penulis hormati, sebelum penulis menghaturkan segala sesuatu tentang Pura Dalem Antap ini, ijinkanlah penulis  menghaturkan sembah sujud ke hadapan Ida Sanghyang Aji Saraswati dan Bhatara Bhatari yang melinggih di Pura Dalem Antap ini. Mudah-mudahan Beliau Asung Wara Nugraha kepada para damuh-damuh Beliau yang ingin mengetahui lebih jauh tentang Pura Dalem Antap ini, khususnya tentang Pula Pali yang berlaku pada setiap  Odalan, Nyineb, Purnama, Tilem, Kajang Kliwon, Tumpek Wayang  dan Redite Umanis/Umanis Tumpek (Dinan Bhatara/Tegak Odalan/Rerainan).

Sekali lagi Penulis yang kebetulan sebagai Pemangku Jan Banggul, dengan penuh sujud bakti mohon ampun kehadapan Bhatara Bhatari yang melinggih ring Pura Dalem Antap, karena damuh Bhatara Bhatari berani menulis dan menyebut-nyebut nama Bhatara Bhatari. Tetapi tujuan penulis tiada lain hanya ingin berbakti agar para damuh Bhatara Bhatari mengenal lebih dekat lagi tentang Pura Dalem Antap ini. Semoga setelah mengenal lebih dekat tentang Pura Dalem Antap ini, para damuh atau pengempon di masa mendatang, akan lebih berbakti lagi.

Pura Dalem Antap adalah, salah satu Pura yang ada di Banjar Takmung. Keadaan umumnya, hampir sama dengan Pura-Pura lainnya. Tetapi Pura Dalem Antap ini sedikit mempunyai keunikan, baik dalam jumlah pelinggih maupun isi pelinggihnya. Bahkan  oleh pengemponnya, Bhatara yang berstana di Pura Dalem Antap ini dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit termasuk penyakit hewan.

Disamping mempunyai keunikan, Pura Dalem Antap ternyata merupakan sebuah Pura yang sangat indah dengan lokasi yang cukup luas, apalagi Pura ini terletak dipinggiran persawahan. Sedangkan anak sungai yang indah menjadi batas di bagian sebelah baratnya. Apabila pandangan diarahkan kesebelah selatan, disana merupakan areal tegalan yang masih sangat asli keadaannya, bahkan di areal tegalan ini terdapat pohon Kelapa yang mempunyai banyak cabang. Pohon kelapa bercabang  ini sering digunakan untuk obat penyakit-penyakit tertentu, sehingga menambah keangkeran Pura Dalem Antap ini. Apabila di  siang hari kita tangkil ke Pura Dalem Antap ini, nuansa sejuk akan sangat terasa.

Karena di areal Pura  Antap ini terdapat 2 buah pohon yang sangat besar dan angker. Di madia mandala tumbuh pohon Kepah yang menjulang sangat tinggi, sedangkan di Nista Mandala tumbuh pohon Ketapang yang dipeluk sangat erat oleh pohon Beringin dan Keresek. Kedua pohon ini memang menjadi tumbuhan  hias yang sangat indah dan asri, tetapi juga memberikan getaran magis yang sangat kuat. Apalagi  menurut penglingsir Pura Dalem Antap ini, beberapa ancangan Bhatara memang sering muncul di Pura Dalem Antap ini. Tetapi yang paling sering terlihat adalah Lelipi Poleng (ular belang) dan Lelipi Lengis. Bahkan cerita Lelipi Poleng ini mempunyai kisah yang sangat panjang, termasuk penulis sendiri pernah melihat secara langsung. Sedangkan di samping pelinggih pesimpangan Bhatara Dalem Ped ring Nusa, tumbuh 2 batang pohon Jepun yang sangat indah, bahkan pohon jepun ini merupakan pohon yang sangat dikeramatkan, bahkan yang paling dikeramatkan dari semua pohon yang ada di Pura Dalem Antap ini.

Disamping itu, di Pura Dalem Antap ini juga terdapat 2 (dua) tempat tirta yang bentuknya seperti sarkopagus (palungan) yang terbuat dari paras kuno. Sehingga menambah keunikan dari Pura Dalem Antap ini.

B.      SEJARAH KEBERADAAN PURA DALEM ANTAP
Mengenai sejarah keberadaannya belum ada yang bisa memastikan, karena sampai saat ini tidak ada bukti tertulis, baik berupa Prasasti maupun dalam bentuk lain,  yang dapat penulis temukan. Sehingga siapa yang mendirikan, kenapa didirikan, maupun pada jaman apa Pura ini didirikan masih belum jelas.

Tetapi, sebagai Pemangku Jan Banggul di Pura Dalem Antap ini, maka penulis sering mendengar Mitos  tentang keberadaan Pura Dalem Antap ini secara lisan dari berbagai sumber, terutama dari para pengelingsir pengemong Pura Dalem Antap ini. Bahkan di lingkungan keluarga, cerita tentang Pura Dalem Antap ini selalu di ceritakan secara  turun temurun. Pengelingsir penulis menceritakan Pura Dalem Antap ini berasal dari “Pura Dalem Napak Petapakan Ana Tapa”.

Tetapi bagaimana nama itu muncul dan bagaimana sampai disebut Pura Dalem Antap, inilah yang tidak bisa diceritakan. Kata beliau, beliau hanya mendengar sebatas itu. Bahkan beliau mengatakan, Pura Dalem Antap ini juga sering dipakai tempat bersemadi oleh “Ki Patih Ularan”. Dari analisa penulis, hal ini mungkin ada benarnya, mengingat letak Pura Ularan hanya beberapa meter dari Pura Dalem Antap ini.

Mengenai cerita tentang Pura Dalem Antap ini, penulis mendapatkan beberapa cerita di masyarakat. Ada yang mengatakan, Pura Dalem Antap ini didirikan oleh Dalem Putih dan Dalem Ireng. Konon pada jaman kekuasaan Dalem, beliau mempunyai 2 orang putra, yang diberi gelar Dalem Ireng dan Dalem  Putih.  Dalem Putih Kakaknya, dan Dalem Ireng Adiknya (Andapan, Kecilan). Sebelum menggantikan beliau menjadi raja, putra beliau ini diperintahkan untuk mencari ke weruhan (kawisesan/kesaktian). Maka itu, kedua putra beliau yang bernama Dalem Putih dan Dalem Ireng ini pergi mengembara mencari tempat-tempat suci, sampai akhirnya beliau tiba di sebuah batu di tengah sungai. Disini beliau sempat melakukan semadi. Karena batu ini bentuknya seperti tumpeng, maka tempat ini kemudian dinamakan batu tumpeng. Dari Batu Tumpeng ini, kemudian beliau naik kesebuah tebing. Ditempat ini bahkan sempat berdiam, sebagai peninggalan beliau adalah sebuah lesung, kemudian tempat ini dinamakan batu lesung. Dari sini kemudian beliau berjalan keselatan, kemudian sampailah beliau di bawah pohon ketapang di tepi sungai Jinah. Di bawah pohon inilah beliau mengadakan semadi, tetapi disini beliau sama sekali tidak mendapatkan apa-apa. Berhubung tidak mendapatkan apa yang diinginkan, maka Dalem Putih bersikukuh akan meninggalkan tempat ini. Tetapi Dalem Ireng tetap memutuskan untuk tinggal di tempat ini.  Karena sama-sama bersikukuh mempertahankan keinginannya masing-masing, Maka akhirnya disini mereka berpisah. Dalem Putih terus melanjutkan perjalannannya ke selatan, sedangkan Dalem Ireng tetap bersemadi di tempat ini. Ditempat beliau bersemedi inilah kemudian menjadi lokasi Pura Dalem Antap. Antap artinya kecilan, atau Dalem yang kecilan/adiknya.  

Kenapa beliau bersikukuh di sini, Karena Dalem Ireng ternyata sudah mendapatkan anugrah yang beliau inginkan  disini. Disamping itu juga, karena di selatan dari beliau bersemadi ternyata ditemukan sebuah tempat yang ”tan humung” atau tempat yang tidak pernah sepi. Tanahnya subur, airnya melimpah, tanamannya menghijau. Tempat ini kemudian dinamakan Takmung. Sebuah tempat yang sangat subur, sehingga tidak pernah sepi dari suara-suara binatang.

Sedangkan Gusti Aji, seorang penari topeng dari Desa Blangsinga, Gianyar, mengatakan Desa Takmung berasal dari kata ”Temuang”,  tempat bertemunya kembali antara Dalem Putih dan Dalem Ireng, setelah lama mereka berpisah.  Selanjutnya beliau mengatakan, kedua dalem bersaudara ini memang sempat berpisah mencari jalan sendiri-sendiri.  Dalem Putih bahkan beliau sempat mengembara sampai ke daerah badung sekarang.  Setelah sekian lama beliau mengembara, maka beliau kembali lagi menuju arah timur.  Ketika beliau tiba disuatu tempat perjalanan beliau dihalangi oleh seseorang yang mengaku menguasai tempat ini. Karena ada kesalah pahaman, maka terjadi perkelahian sengit diantara mereka.  Setelah sekian lama mereka berkelahi, sama-sama tidak ada yang kalah.  Akhirnya keduanya saling menanyakan, siapa diri mereka masing-masing.  Setelah sama-sama membuka jati diri, ternyata mereka adalah saudara kandung,  yang dulu pernah berpisah, yaitu Dalem Ireng dan Dalem Putih.  Tempat ini kemudian dinamakan ”Temuang”, tempat bertemunya kembali antara dalem Ireng dan Dalem Putih.  Sedangkan tempat Dalem Ireng berdiam selama ini,  didirikan semua pemujaan, yang oleh masyarakatnya dinamakan Pura Dalem Ireng, tetapi karena masyarakat pada jaman itu tidak berani menyebut nama Dalem Ireng, maka dicarikan pungkusannya yaitu Dalem Antap, yang artinya dalem yang kecilan.  

Sedangkan sumber lain yang penulis dapatkan adalah penuturan lisan dari I Gusti Ngurah Kondra,  seorang penari topeng dari Desa Adat Sidayu. Beliau adalah   dari Wangsa Keturunan Arya Damar, dan  juga merupakan pewaris “Tari Topeng Sida Ayu” yang hampir punah sekarang ini.  Beliau mengatakan, Pura ini pernah dipakai tempat bersemadi oleh Ida Pedanda Sakti Manuaba, sebelum beliau pergi ke Tegallalang.  

Ceritera Beliau dimulai Ketika  Pedanda Sakti Ender (Brahmana Keniten) menjadi Bagawanta Di Klungkung, untuk melaksanakan upacara Atiwa-Tiwa. Karena sesuatu dan lain hal,  Pedanda Sakti Manuaba dan Brahmana Kemenuh Menolak untuk melaksanakannya. Setelah pelaksanaan upacara atiwa-tiwa ini selesai, Pedanda Sakti Manuaba dan Brahmana Kemenuh, kesah dari Klungkung, karena merasa tidak enak  dengan Pedanda Sakti Ender.

Brahmana Kemenuh pergi ke Den Bukit atau Buleleng,  yang di ajak oleh I Gusti Panji Sakti.  Sedangkan Pedanda Sakti Manuaba pergi ke Tegallalang.  Tetapi sebelum beliau sampai di Tegallalang, Beliau sempat singgah di Batu Lambih, sebuah tempat yang berada di sisi sungai Jinah yang sekarang disebut Batu Tabih. Disini Beliau sempat bersemadi, tetapi beliau tidak mendapatkan apa-apa, lalu Beliau pindah  ke selatan sedikit, di sebuah Pura di bawah pohon ketapang. (Pura Dalem Antap sekarang)

Setelah sekian lama Beliau tinggal dan bersemedi disini, Akhirnya pada suatu hari sebelum pagi menyingsing, Beliau mendapat pewisik. Adapun Pewisik yang Beliau terima adalah agar  segera meninggalkan tempat ini, pergi ke suatu tempat ke Barat Laut yang bernama Tegallalang. Yang sekarang tempat itu bernama Pura Sakti Manuaba, di Tegallalang. Berhubung pewisik yang Beliau terima hampir pagi, maka jalan satu-satunya agar tidak dikenali orang ketika jalan di waktu pagi hari, maka seluruh busana kepanditaannya beliau  tanggalkan dan  beliau tinggalkan disini di tempat Beliau bersemadi. Sebelum Beliau berangkat, beliau mengeluarkan semacam bisama, mulai sakarang  namakanlah  pura itu Pura Dalem Ana Tapa yang berarti pernah ada Pertapa. Lama-lama Pura Ana Tapa ini sering disebut  Pura Dalem Antap.

Sedangkan Gusti Aji Balian dari Desa Nagari mengatakan, Pura Dalem Antap ini pernah dipakai sebagai tempat ”pengandangan dan penyucian”  Binatang-Binatang yang akan dipakai korban yadnya di Puri Gelgel. Maka itulah di tempat ini ada pelinggih Tumpa.  Seperti penulis katakan dimuka, salah satu fungsi pelinggih Tumpa ini, dipakai untuk menyucikan segala binatang yang akan dipakai yadnya di pura ini.  

C.      KEADAAN UMUM PURA DALEM ANTAP
Pura Dalem Antap terdiri dari 3 bagian seperti pada umumnya Pura-Pura yang lain yang ada di Bali, yaitu Utama Mandala (Jerowan), Madiya Mandala (Jaba Tengah) dan Nista Mandala (Jaba Sisi dan Jabaan).  

Di Utama Mandala terdapat 17 pelinggih yaitu (1) Taksu Gumi/Tugu Panglurah Sedaan, (2) Pesimpangan Bhatara Ulun Danu, (3) Mascari Mascatur/Catumeras Catumujung/Dwijati merupakan Pesimpangan Bhatara Gunung Agung dan Bhatara Gunung Batur, (4) Manjangan Seluwang, (5) Gedong Sari, (6) Gedong Betel, (7) Sanggaran/Padmasari, (8) Meru Tumpang Tiga, (9) Pesimpangan Bhatara Ring Batu Klotok, (10) Pesamuan/Pengaruman/Pepelik, (11) Pejenengan/Gedong Bata, (12) Dasar/Sapta Petala, (13) Pesimpangan Bhatara Segara Tasik, (14) Pengerurah/Sedaan Penyarikan, (15) Panggungan, (16) Tumpa, (17) Tempat Tirta

Di Madiya Mandala (Jaba Tengah), ada (18) Bale Pegongan, (19) Penyimpenan Pengangge, (20) Pemedal Agung, (21) Bale Kulkul serta (22) Pohon Kepah menjulang tinggi merupakan tempat Bhatara Kober Geni/Sapuh Jagat).

Di Nista Mandala atau di Jaba Sisi dan Jabaan, ada pelinggih (23) Apit Lawang, (24) Pesimpangan Bhatara Dalem Ped Ring Nusa Penida, (25) Pelinggihan Batu,  (26) Bedugul (subak), serta (27) Pohon Ketapang yang dililit oleh Beringin dan Pohon Keresek, yang menjulang sangat tinggi.

Yang menarik di Pura Dalem Antap ini  adalah adanya Pelinggih Pelinggih Pesimpangan,  beberapa Pura yang ada di Bali. Misalnya Pelinggih Pesimpangan Bhatara Ring Batu Klotok,  Pesimpangan Bhatara Ring Ulun Danu Batur, Pesimpangan  Bhatara Dalem Ring Nusa Penida (Bhatara Dalem Ped), Pelinggih Pesimpangan Segara Tasik, Pelinggih Pura Tumpa.

Ada beberapa pendapat tentang adanya Pesimpangan ini, pendapat pertama mengatakan karena penyungsungnya tidak berani ke tempat itu untuk menyelenggarakan yadnya. Hal ini terjadi karena pada waktu itu berdiri kerajaan-kerajaan kecil yang sering terjadi perselisihan antar satu kerajaan dengan kerajaan yang lain. Maka itu, bagi warga yang berdomisili di wilayah kerajaan yang kebetulan  berselisih dan bertentangan dengan  kerajaan yang di wilayahnya terdapat penyungsungan jagat, maka orang-orang tersebut jelas tidak berani datang melakukan yadnya ke Pura itu.  Sebagai jalan keluar, lalu mendirikanlah Pelinggih sebagai Pesimpangan. Sedangkan pendapat yang lain mengatakan, adanya Pesimpangan itu, karena letak Pura-Pura tersebut terlalu jauh saat itu, sedangkan transportasi jelas tidak sebaik sekarang ini.


BAB   II
LOKASI DAN PENYUNGSUNG
PURA DALEM ANTAP

A.      Lokasi
Pura Dalem Antap terletak di Dusun Takmung,  Desa Takmung, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung. Propinsi Bali. Tepatnya di selatan Geria Batu Tabih, di sebelah timur jalan.


B.      Mitos/Cerita Tenget
Kawasan dan Pura Dalem Antap adalah sebuah kawasan yang memang sangat suci dan tenget, banyak kejadian-kejadian di luar perhitungan rasional manusia dapat terjadi di sekitar kawasan ini. Adapun cerita tenget yang dapat diungkap di sini adalah Tentang Ratu Hayu/Rangda. Beliau sering menampakkan diri terhadap orang-orang tertentu. Juga tentang ular (lelipi). Mengenai cerita ular yang ada di Pura Dalem Antap adalah merupakan cerita yang sangat umum, bahkan kalau kita membuka batu atau celebingkah yang ada di areal Pura, di bawahnya pasti berisi ular. Tetapi ular yang sering menampakkan diri biasanya adalah ular poleng (lelipi poleng) dan lelipi lengis.

Disamping cerita tenget tentang ular juga ada tentang Celeng Mecaling dengan banyak anak. Apabila Celeng Mecaling ini nampak dan membawa banyak anak, itu pertanda akan banyak hama  yang menyerang tanaman pertanian di subak sini. Tetapi para petani tidak akan berani untuk mengeluarkan kata-kata kotor, karena dapat mengakibatkan hal yang lebih buruk lagi. Sebagai jalan keluarnya, petani biasanya akan melaksanakan caru di subak ini.

Bagi orang-orang yang dapat melihat dengan mata batin, Pura Dalem Antap ini dianggap sebagai kebun binatang di alam sunia. Karena mereka dapat melihat segala jenis binatang disini, dengan aneka bentuk dan jumlah yang sangat banyak. Serentetan Cerita tenget lainnya tentu banyak lagi, apalagi disini tumbuh pohon Kepah dan  Pohon Kresek yang dipeluk oleh Pohon Beringin dan Kresek, Juga ada Pohon Kelapa bercabang.

Seperti diketahui, awalnya disini adalah pohon ketapang, lalu ditumbuhi oleh kresek dan kepasilan dan beringin. Ketika pohon ketapang ini masih tampak, pernah dipakai sebagai pertanda oleh petani di sekitar ini. Apabila bagain utara ketapang ini subur, maka dapat dipastikan apapun yang di tanam dibagian utaranya pasti subur, begitu juga sebaliknya. Atau apabila dibagian baratnya subur, maka sawah-sawah yang ada di bagian baratnya pasti hasilnya melimpah, atau sebaliknya.

Tetapi cerita tenget yang paling populer adalah adanya pesimpangan Bhatara Dalem Ped Ring Nusa yang berada di Jaba Tengah Pura Dalem Antap. Seperti umumnya Pura-Pura yang ada pesimpangan Bhatara Dalem Ped tentulah sangat menyeramkan dan  akan membawa cerita tenget yang  sangat panjang.

Apabila muspa di Pura ini  terdengar suara   burung Tengkek sambil beterbangan, itu merupakan pertanda sangat baik.
           
C.      Piodalan
Piodalan Pura Dalem Antap adalah 6 bulan sekali (210 hari), yang jatuh pada Umanis Tumpek Langkir atau pada Redite Umanis Langkir atau pada Umanis Kuningan.  Pada saat odalan, areal Pura Dalem Antap yang cukup luas menjadi sangat sempit, karena banyaknya para pemedek yang tangkil. Sedangkan proses upacara di Pura Dalem Antap ini sebenarnya sudah di mulai seminggu sebelum puncak piodalan, dengan kegiatan seperti membuat jajan banten, menghias pelinggih, dll,
                       
D.      Pemuput
Setiap Odalan di Pura Dalem Antap ini selalu di puput oleh Pedanda yang berasal dari Geria Kemenuh Banjar Takmung, Desa  Takmung atau Pedanda yang berasal dari Geria Kemenuh Batu Tabih Banjar Takmung, Desa Takmung

E.      Pengempon
Pengempon adalah kelompok masyarakat yang mendapat tugas/ayah-ayahan untuk menyelesaikan/menyelenggarakan atau mengerjakan kewajiban yang harus dilaksanakan dalam kaitannya . Pengempon Pura Dalem Antap dahulu di sungsung oleh 50 KK pemaksan, yang anggotanya di ambil dari Dusun Banda dan Dusun Takmung. Tetapi semenjak tahun 2000 karena ada kebijakan baru dari Desa Adat Takmung, maka Pura ini di empon atau di sungsung oleh Dusun Takmung.

F.      Penyiwi
Penyiwi adalah orang-orang atau kelompok masyarakat yang mengunjungi atau memuliakan pura dalam berbagai bentuk aktifitas keagamaan berlandaskan kesucian dan sesuai dengan dresta yang berlaku di pura itu. Setiap pura mempunyai aturan-aturan, norma-norma dan nilai-nilai yang dijungjung tinggi guna menjaga kesucian pura sebagai linggih Ida Bhatara yang merupakan Ista Dewatanya Sang Hyang Siwa. Aturan dan norma ini telah mampu menata, mengarahkan sikap, wacana dan prilaku para pemedek yang memuliakan dan mensucikan Pura itu. Norma ini sudah berlaku dari tahun ke tahun, dari jaman ke jaman dan dari abad ke abad. Berdasarkan hal tersebut di atas, ternyata   Penyiwi Pura Dalem Antap ini bukan saja para pengemponnya, tetapi oleh  Masyarakat Desa Takmung dan sekitarnya, terutama masyarakat yang mempunyai sawah atau usaha-usaha ekonomi disekitar Pura Dalem Antap                                     

G.      Pemangku Jan Bangul
Pemangku Jan Banggul/ Pemangku Gede di Pura Dalem Antap ini adalah
Nama               :           I Wayan Sirna
Alamat            :           Br. Banda, Desa Takmung
Pekerjaan         :           Guru
                                                                                         
H.      Pemangku Alit/Pengabih Pemangku
Nama               :           Ir. Putu Januar Ardhana
Alamat            :           Br. Banda, Desa Takmung
Pekerjaan         :           Guru

I.       Pemangku Pengayah
Pemangku pengayah pada saat odalan biasanya adalah Pemangku Pura Batur, Pemangku Pura Melanting, Pemangku Pura Dalem Sakti, Pemangku Pura Bale Agung, Pemangku Pura Dalem Prajapati.
                                         
J.       Pengayah Nyapuh
Pengayah nyapuh sehari-hari di Pura Dalem Antap ini biasanya diambil dari orang-orang yang sangat iklas. Maka itu pengayah nyapuh biasanya tidak mendapat imbalan berupa materi. Ketika buku ini ditulis yang menjadi pengayah Nyapuh adalah I Wayan Sergeg (guru SD)

K.      Kelihan Pura/Pengelingsir Pura
Pada saat buku ini di tulis, sebagai kelihan Pura adalah Ketut Sudiana (guru SD). Kelihan ini biasanya di pilih oleh para pemaksan atau oleh warga Banjar Takmung. Jangka waktunya biasanya tidak ditentukan, dalam arti kalau warga masih menghendaki, orang bersangkutan tetap harus menjadi kelihan.

L.      Bukti/Tanah Pura
Pura Dalem Antap ini mempunyai bukti  berupa tanah sawah seluas kurang lebih 38 are, masing-masing  seluas 13 are berlokasi di Subak Penasan, Br. Banda dan 25  Are berlokasi di subak Takmung Banjar Takmung.

M.     Status Pura
Sebelum Mpu kuturan datang ke Bali, hanya ada tiga pura yang dikelola oleh kerajaan-kerajaan di Bali. Adapun pura-pura itu adalah Pura Segara melambangkan Bhur Loka, Pura Penataran melambangkan Bhuwah Loka dan Pura Puncak melambangkan Swah Loka. Ketiga pura ini berfungsi sebagai media untuk memohon Amretista untuk  menyucikan Tri Buwana. Karena hanya pada alam semesta yang sucilah manusia dan mahluk hidup yang lain bisa hidup dengan tenang. Tetapi ketika pada abad ke 10 Mpu Kuturan datang ke Bali, konsep pemujaan dewa dan roh suci yang ada di Jawa mulai diterapkan di Bali. Tetapi ujudnya disesuaikan dengan alam lingkungan yang dikenal dengan istilah Desa Kala Patra.
           
Sedangkan Hasil keputusan paruman sulinggih Parisada Propinsi Bali tahun 1977, tentang status pura yang ada di Bali,  mengelompokkan pura pura yang ada di bali menjadi empat macam yaitu (1) Pura Kulawarga/Geneologis, Yaitu tempat suci pemujaan leluhur yang mempunyai ikatan garis keturunan sama, seperti Sanggah/Merajan, Kawitan, Panti, Dadia sampai Pedarman. (2) Pura Swagina/Fungsional, Yaitu tempat suci untuk memuja manifestasi Tuhan yang berhubungan dengan profesi dalam system mata pencaharian masyarakat. Misalnya  dalam bentuk Pertanian, Perdagangan, Nelayan, dan lainnya. Contohnya   Pura Ulun Suwi, Pura Bedugul, Pura Subak, Pura Melanting, Pura Rambut Sedana, Pura Segara, dll. (3) Pura Kahyangan Desa/Teritorial
Yaitu tempat suci pemujaan oleh masyarakat Desa dalam satu kesatuan Desa Pekraman seperti Pura Kahyangan Tiga, Pura Penataran, Pura Pengulun Setra, dll. (4) Pura Kahyangan Jagat/Umum, Yaitu pura yang penyungsungnya berasal dari semua lapisan masyarakat yang tidak terikat oleh garis keturunan (klen/warga), kesatuan wilayah atau profesi seseorang. Yang termasuk Pura Kahyangan jagat adalah Sad Kahyangan, Dang Kahyangan dan Pura-Pura Kahyangan lainnya.

Berdasarkan uraian  tersebut di atas, maka Pura Dalem Antap termasuk atau berstatus Pura Kahyangan Desa atau Pura Teritorial.


BAB    III
LETAK DAN POSISI PELINGGIH
Seperti diketahui, pura sebenarnya merupakan lambang Bhuwana Agung secara Horizontal. Jaba sisi melambangkan Bhur Loka, Jaba tengah melambangkan Bhuwah Loka dan Jerowan Melambangkan Swah Loka. Begitu juga halnya Areal Pura Dalem Antap ini terbagi menjadi  tiga bagian atau tiga pelebahan ,
yaitu ,

A.      Utama Mandala/Jerowan,
Yang disebut Utama Mandala (Jerowan) adalah bagian  yang paling disucikan dari Pura Dalem Antap, letaknya paling timur dari Areal Pura Dalem Antap ini, dasar tanahnya lebih tinggi seundag dari pada Madiya Mandala (Jaba Tengah). Pada bagian Utama Mandala inilah hampir seluruh Pelinggih /wewangunan suci berada.
Adapun Pelinggih-Pilinggih/Wewangunan suci yang ada di Utama Mandala ini adalah,
a.      Di Utara Menghadap Keselatan
(1)                     Taksu Gumi/Tugu Panglurah Sedaan, (2) Pesimpangan Bhatara Hulun Danu, (3) Mascari Mascatur/Catu Meres Catu Mujung/Dwi Jati, (4) Manjangan Seluwang/Palinggan Ida Bhatara Limas Pahit, (5) Gedong Sari, (6) Gedong Betel, (7) Sanggaran/Padmasari, (8) Pesimpangan Bhatara Batu Klotok, (9) Bale Pesamuan/Pengaruman/Pepelik, (10) Piasan

b.      Di Timur Menghadap Ke Barat
(1) Meru Tumpang Tiga, (2) Pejenengan/Gedong Bata, (3) Sapta Petala/Dasar/Pelinggan Bhatara Naga Raja, (4) Pesimpangan Segara Tasik, (5) Pengerurah/Tugu Anglurah Penyarikan

c.      Di Selatan Menghadap Ke Utara
(1) Panggungan, (2) Bhatara Tumpa, (3) Tempat Tirta Bhatara Tumpa

B.      Madiya Mandala/Jaba Tengah
Yang disebut sebagai Madiya Mandala, adalah Jeroan yang berada di bagian Barat, biasanya disebut Jaba Tengah. Dasar tanahnya lebih rendah satu undag dengan Jeroan tetapi lebih tinggi 3 undag (kira-kira 30 cm) dari jaba Sisi.
Pada Bagian ini ada 4 buah bangunan, yaitu 1. Bale Pegongan, 2. Bale Kulkul/Kala Raja, 3. Penyimpenan Pengangge, 4. Pohon Kepah/Bhatara Kober Geni/Bhatara Sapu Jagat, 5. Pemedal  Agung

C.      Nista Mandala/Jaba Sisi
Yang disebut Nista Mandala/Jabaan Sisi adalah areal yang ada di Luar Pemedal Agung.  Dasar tanahnya lebih rendah tiga undag dibandingkan dengan Jaba Sisi, tetapi lebih tinggi 3 undag di bandingkan dengan Jabaan.
Pada areal ini ada 4 bangunan yaitu, 1. Apit Lawang, 2. Pesimpangan Bhatara Ring Dalem Ped, 3. Batu Pelinggihan

D.      Jabaan
Yang disebut Jabaan adalah areal yang ada paling Selatan dari Pura Dalem Antap, bahkan merupakan bagian terbawah dari Pura Dalem Antap. Dasar tanahnya berada paling bawah dibandingkan dengan bagian –bagian yang lain, tetapi lebih tinggi 2 meter dibandingkan dengan jalan raya. Pada bagian ini terdapat, 1. Badugul/Tugu Subak, 2. Pohon Ketapang/Kresek/Beringin, 3. Bale Pewaregan/Bale Pamebatan, 4. Candi Bentar, mengarah ke Selatan dan mengarah ke Barat.

E. Lihat Denah Pura Dalem Antap (lampiran)



BAB   IV

BENTUK DAN FUNGSI PELINGGIH

A.      Di Utama Mandala

1.  Taksu Gumi/Ibu Bumi
Dalam Rontal Siwa Gama ada dikatakan, Pelinggih Ibu Bumi. Pelinggih ini merupakan stana Bhatara Ibu Bumi ketika beliau menganugrahkan kesuburan serta rasa bagi setiap hasil bumi. Karena sebelum beliau menganugrahkan rasa, semua hasil bumi rasanya sama. Selanjutnya dalam Siwa Gama dikatakan, pelinggih ini dibuat menghadap keselatan (kelaut) dan berfungsi untuk memohon kesuburan tanah dan sebagai pengatur arta benda.

Taksu bumi ini Berupa Pelinggih Tugu. Yang disebut Tugu adalah Pelinggih yang terdiri dari tiga bagian yaitu kaki, badan dan kepala. Dari bawah akan mengecil ke arah atas dengan hiasan-hiasan yang serasi. Bagian kepala membentuk ruang sebagai tempat sesajen. Bahan pelinggih Tugu yang biasanya dipakai adalah batu alam berupa paras.

2.   Pesimpangan Pura Hulun Danu
Seperti diketahui, Pura Hulun Danu adalah sebuah pura yang terletak di Desa Songan Kintamani. Berhubung letaknya sangat jauh waktu itu maka dibuatkan pesimpangannya di Pura Dalem Antap ini.

Maka itu, fungsi dari Pesimpangan ini adalah  sebagai tempat memuja Ida Bhatara yang melinggih di Pura Hulun Danu.
Bentuk dan konstruksinya berupa Tugu, yang terbuat dari paras dan batu bata merah, menghadap ke Selatan.    

3.   Mascari Mascatur/Catumujung Catumeres/Dwi Jati
Juga sering disebut pelinggih Catumujung Catumeres, tetapi ada yang menyebut Dwi Jati. Tetapi ada juga mengatakan, mascari mascatu ini sebagai tempat memuja Bhatara Sri Sedana, harta kekayaan untuk kesejahteraan.

Pada umumnya bentuk bangunan pelinggih Mascatu Massari ini adalah Gedong. Pelinggih Gedong adalah   bangunan serupa dengan Tugu, tetapi bagian atasnya terbuat dari konstruksi kayu.  Tetapi pelinggih Mascatu Massari di Pura Dalem Antap ini semua bahannya dari batu alam, sehingga bentuknya seperti Tugu.  Pelinggih mascatu massari ini  mempunyai 2 Rong (rongga) dan menghadap ke selatan.  Mascari puncak atapnya perucut lancip, sebagai Pesimpangan Bhatara di Gunung Agung. Mascatu puncak atapnya tumpul, sebagai Pesimpangan Bhatara di Gunung Batur.

4.   Manjangan Saluwang
Berfungsi sebagai penghormatan terhadap Empu Kuturan yang telah berjasa mempersatukan  berbagai sekta yang ada di Bali, tetapi ada yang mengartikan untuk memuja Bhatara yang berasal dari Majapahit atau Lilatita/Wilwatikta, bahkan ada yang mengartikan tempat berkumpulnya/tempat penyatuan berbagai sekta atau aliran yang disatukan  dalam kesatuan wujud.

Bentuk dan konstruksinya secara umum berupa Gedong, yang terdiri dari 3 ruang. Ruang paling barat adalah merupakan simbul agama asli bali, dibagian tengah adalah simbul sekte pemeluk Budha, dan paling timur adalah simbul sekta pemeluk Siwa. Sedangkan di depannya memakai tiang tengah, yang melambangkan sebagai pemersatu. 

Tetapi di Pura Dalem Antap Manjangan Saluwang ini berupa Pelinggih Tugu, terbuat dari paras dan batu bata merah, menghadap ke selatan.         

5.   Gedong Sari/Gedong Artha Berana
Berfungsi sebagai yang mengatur arta berana, (Bendahara.). Terletak Di Utara Menghadap ke selatan dan  tempat memuja Sang Kala Raja. Sedangkan beberapa sumber mengatakan, pelinggih ini merupakan niasa dari Sang Hyang Aji Saraswati, sebagai sumber ilmu pengetahuan, yang sering disebut Taksu. Maka itu, pelinggih ini sering diodalin pada saat Tumpek Kerulut.

Sesuai dengan namanya, seharusnya bentuk bangunannya berupa Gedong, tetapi Gedong Sari yang ada di Pura Dalem Antap berupa pelinggih Tugu yang terbuat dari paras dan bata merah, menghadap ke selatan.

6.   Gedong Betel
Sampai tulisan ini dibuat, fungsi utama Gedong Betel ini belum penulis dapatkan. Tetapi dari tulisan artikel di Den Post tertanggal 4 Desember 2005, tentang Pura Silayukti. Gedong Betel yang terdapat pada pura ini,  dikatakan merupakan pelinggih Bhatara manik Angkeran. Masalahnya yang menjadi pertanyaan,  apakah setiap Gedong Betel yang ada disetiap pura mempunyai fungsi yang sama. Karena Jro Mangku Kari dari Desa Adat Temukus, Desa Besakih Kecamatan Rendang Karang Asem mengatakan, Pelinggih Gedong Betel yang ada di Pura Panggul Besi yang ada di Lereng Gunung Agung adalah stana Ida Bhetara Putran Jaya. Maka itu sampai tulisan ini penulis buat, penulis belum beranani memastikan siapa sebenarnya yang berstana di pelinggih Gedong Bethel yang ada di Pura Dalem Antap ini

Gedong Betel ini berbentuk Tugu, terbuat dari paras dan batu bata merah, menghadap ke selatan.  Dikatakan Gedong Betel, karena ke empat sisinya tembus/betel/mepunyai 4 pintu di ke empat sisinya. Dari penuturan penglingsir penulis, dulunya Gedong Betel ini dipakai untuk menyimpan Pretima Bhatara di Pura Dalem Antap ini. Berhubung keamanan menjadi masalah, maka Pretima disimpan di Jeroan Gusti Aji, yang ketika itu menjabat sebagai kelihan Pura Dalem Antap. Tetapi semenjak tahun 2000, berhubung tempat penyimpanan di Jeroan Gusti Aji akan di pugar, maka berdasarkan pewisik, Pretima ini agar di simpen di Rumah Pemangku Jan Banggul di Banjar Banda. 

7.   Sanggaran/Padmasari
Pelinggih Padmasana sebenarnya merupakan konsep dasar dari Dang Hyang Dwijendra. Seperti diketahui, pada jaman Mpu Kuturan, pemujaan serta penghayatan lebih ditekankan pada manifestasi Tuhan sesuai dengan fungsinya masing masing. Hal ini dilakukan karena sesuai dengan daya nalar umat pada waktu itu yang belum begitu tinggi. Begitu juga pusat kegiatan hanya dilaksanakan pada pusat-pusat kerajaan, sehingga pada jaman itu pemujaan dewa-dewa sebagai manifestasi Tuhan sangat ditonjolkan. Tetapi ketika dang Dang Hyang  Dwijendra datang Ke Bali, daya nalar umat nampaknya sudah mulai tumbuh. Selain tetap melakukan  pemujaan terhadap Dewa-Dewa, Dang Hyang Dwijendra menekankan pada pemujaan Sang Hyang Widhi Wasa sebagai Sang Hyang Tunggal. Umat sudah memahami bahwa Dewa-Dewa itu pada hakekatnya adalah Sinar Suci Tuhan atau Prebawa Sang Hyang Widhi Wasa. Pada waktu ini Ke Esaan Tuhanlah yang diutamakan. Semenjak inilah di bangun Padmasana sebagai bangunan Budaya Agama. Jadi pada prinsipnya, Padmasana itu merupakan media untuk mengajarkan umat agar meyakini bahwa Sang Hyang Widhi Wasa itu benar-benar Esa adanya. Maka itu, fungsi utama Sanggaran/Padmasari ini adalah Tempat memuja Ida Sanghyang Widi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam Buku “Himpunan Keputusan” Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek Aspek Agama Hindu I-XV dikatakan, Padma ini dapat dibedakan berdasarkan letak atau lokasi dan berdasarkan jumlah rongnya (ruangnya), yaitu
a. Berdasarkan Lokasi
Menurut pengider ider buana, terbagi dalam 9 buah, ini berdasarkan lontar Wariga Catur Wisana Sari,
(1)               Padma Kencana, Padma yang bertempat di timur dan menghadap ke barat. (2) Padmasana, Padma yang bertempat di selatan menghadap ke uttara. (3) Padma Sari, Padma yang bertempat di barat menghadap ke timur. (4) Padmasana Lingga, Padma yang bertempat di uttara menghadap ke selatan. (5) Padma Asta Sedana,  Padma yang berada di tenggara menghadap ke barat laut. (6) Padmanoja, Padma yang bertempat di barat daya menghadap ke timur laut. (7) Padmakaro, Padma yang berada di barat laut menghadap ke tenggara. (8) Padmasaji, Padma yang berada di  timur laut menghadap ke barat daya. (9) Padma Kurung, Padma di tengah tengah merong tiga menghadap ke lawangan.

 b. Berdasarkan Ruang (jumlah rong) dan pepalihan (tingkatan undag) Padma dapat dibedakan menjadi 4 yaitu,
(1) Padmasana Anglayang, Apabila padma ini merong 3 (jumlah ruang 3), mempergunakan Bedawang Nala dengan palih 7 buah. (2) Padma Agung,  Padma yang mempunyai rong 2, memekai bedawang Nala dengan palih 5 buah. (3) Padmasari, Padma yang mempunyai 1 rong, dengan 3 palih dan tidak mempergunakan Bedawang Nala. (4) Padma Capah, Padma yang ber rong 1, palihnya 2 buah dan tidak memakai Bedawang Nala

Sedangkan Padma yang ada di Pura Dalem Antap in ini adalah  Padma yang terdiri dari 3 bagian yaitu kaki (tepas), badan (batur) dan kepala (sari). Pada bagian atasnya terbuka seperti kursi, sedangkan pada bagian tebingnya dipahatkan ukiran Sang Hyang Acintya (Sang Hyang Licin). Padma ini juga tidak dilengkapi dengan   Bedawang Nala, Garuda maupun Angsa. Maka itu, penulis sebut Padmasari, atau sering disebut Sanggaran.  Padmasari ini, seluruhnya terbuat dari batu alam yaitu campuran paras dan batu bata merah, dan menghadap ke selatan.

8.   Pesimpangan Bhatara Ring Batu Klotok
Berfungsi sebagai Pesimpangan Bhatara ring Batu Klotok. Sedangkan
Pura Batu Klotok itu sendiri terletak di pesisir Pantai Klotok, Kabupaten Klungkung. Pesimpangan Bhatara Ring Batu Klotok di Pura Dalem Antap ini Berbentuk Gedong, bawahnya dari paras dan bata merah, atasnya terbuat dari kayu beratap genteng, menghadap ke selatan.

9.  Bale Pesamuan/Pepelik/Pengaruman
Bentuk dan konstruksinya berupa Gedong dan memakai tiang jajar, ketiga sisinya terbuka.  Bagian bawahnya terbuat dari paras dan bata merah, sedangkan atasnya terbuat dari kayu, atapnya dari ijuk, menghadap ke selatan. Dikatakan bale pesamuan,  karena di bale inilah tempat melinggih simbul-simbul Bhatara-Bhatara yang berupa Pretima, ketika diadakan piodalan. Sedangkan Pretima di Pura Dalem Antap ada 5 buah,  yaitu 3 buah berupa Arca (terbuat dari Kayu) dan 2 buah berupa Bhatara Rambut Sedana (terbuat dari uang kepeng). Arca kayu ini tersimpan pada keropak kayu yang berbentuk Warak dengan warna merah.  Pada waktu odalan, keropak warak ini akan berfungsi sebagai pelinggihan Arca.  Sedangkan Bhatara Rambut Sedana, tersimpan pada peti kayu biasa, dan pada piodalan, Beliau melinggih pada bokor selaka dengan dasar beras.

10. Bale Piasan/Bale Pewedaan
Seperti istilahnya, bale ini berfungsi sebagai tempat berhiasnya para Bhatara (pretima). Disamping itu juga berfungsi sebagai tempat penyajian sarana-sarana upacara atau keaktipan serangkaian upacara. Bale piasan yang ada di Pura Dalem Antap ini juga di fungsikan sebagai bale pewedaan Pedanda. Bentuknya berupa bangunan tipe saka sanga (tiang sembilan). Bawahnya terbuat dari paras, dengan saka 9 yang terbuat dari kayu nangka, menghadap ke selatan. 

11. Meru Tumpang Tiga (3)
Pelinggih Meru  melambangkan Gunung Mahameru yang merupakan Stana/Pelinggih Dewa Dewi, Bhatara Bhatari Leluhur. Beberapa sumber mengatakan, Pelinggih Meru diciptakan oleh Mpu Kuturan. Selanjutnya beliau memfungsikan Meru ini sebagai 2 fungsi, yaitu sebagai Dewa Pratista dan sebagai Atma Pratista. Sebagai Dewa Pratista artinya dipakai untuk memuliakan  Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan segala manifestasinya. Sedangkan sebagai Atma Pratista dipakai untuk memuja arwah suci nenek moyang atau leluhur. Dari pengamatan penulis, Meru di bali ada 7 macam, yaitu meru tumpang 1, meru tumpang 2, meru tumpang 3, meru tumpang 5, meru tumpang 7, meru tumpang 9 dan meru tumpang 11. Di dalam rontal  Andhara Buwana (dalam Soebandi, 1992) dikatakan, Meru merupakan perpaduan antara Purusa Tatwa dan Pradana Tatwa yang kemudian disebut Batur Kelawasan Petak, yaitu cikal bakal leluhur yang suci. Juga disebutkan  bahwa Meru juga merupakan lambang Andhabuwana atau alam semesta. Sedangkan tumpang atau tingkatannya merupakan simbul lapisan alam. Demikian pula, Meru merupakan simbul dasa  (hurup suci), yang manunggal menjadi Om, dengan windu windunya dari bawah naik diawali dari windu 1, windu 2, windu 3, windu 5, windu 7, windu 9 dan windu 11.

Dengan demikian, Meru tumpang 11 merupakan lambang dari Eka Dasa Aksara (11 hurup suci) simbul dari Eka Dasa Dewata. Meru tumpang 9 sebagai simbul Nawa Aksara (9 hurup suci) merupakan lambang  Nawa Dewata. Meru tumpang 7 simbul Sapta Aksara (7 hurup suci) lambang Sapta Dewata. Meru tumpang 5 simbul Panca Aksara (5 hurup suci) sebagai lambang Panca Dewata. Meru tumpang 3 simbul dari Tri Aksara (3 hurup suci) lambang dari Tri Purusa. Meru tumpang 2 simbul Dwi Aksara (2 hurup suci) lambang Purusa Predana. Meru tumpang 1 adalah simbul panunggalan seluruh Aksara menjadi Om, lambang Sang Hyang Tunggal. Sedangkan Meru yang ada di Pura Dalem Antap adalah Meru tumpang 3, dan merupakan lambang Tri Purusa atau Tri Siwa,yaitu Siwa, Sada Siwa dan Parama Siwa. Bentuknya menonjolkan keindahan dengan atap bertingkat tingkat yang biasanya disebut tumpang. Bangunan Meru di Pura Dalem Antap ini berupa Meru tumpang tiga. Bagian bawah berupa bebaturan yang terbuat dari paras dan batu bata merah. Sedangkan ruang pemujaan dibentuk oleh empat tiang sudut dirangkai sunduk di bawah dan lambang sineb di atas. Dinding samping dan belakang dibuat dari papan, paling atas atau atapnya terbuat dari ijuk, menghadap ke barat.
                                                                                                                       
12. Pejenengan/Gedong Bata
Berupa bangunan gedong besar dengan dinding tembok batu yang berhiaskan ornamen Rangda. Bagian bawahnya terbuat dari paras dan bata merah, atapnya adalah genteng, menghadap ke barat. Di dalamnya tersimpan berbagai jenis Arca yang terbuat dari paras dan batu, sedangkan Arca yang terbesar terbuat dari batu dan berbentuk Bhatara Gana. Pada jaman dahulu, arca-arca ini sering dipakai untuk nerang atau membuat hujan. Khusus pelinggih Pejenengan/Gedong Bata yang ada di Pura Dalem Antap ini juga agak istimewa, di bandingkan dengan pelinggih-pelinggih pejenengan yang ada di Pura lain di Takmung. Pejenengan di Pura Dalem Antap ini ukurannya cukup besar dan tinggi, ornamen sampingnya juga berupa Rangda. Sedangkan di dalamnya berisi berbagai arca dan yang terbesar adalah Arca Bhatara Ghana.   Bhetara Ghana ini adalah Tuhan dalam manifestasinya sebagai Wighna-Ghna dan Dewa Winayaka. Memuja Tuhan sebagai Dewa Wighna-Ghna untuk memohon kekuatan agar dapat menghadapi berbagai halangan hidup. Sedangkan sebagai Dewa Winayaka untuk memohon kekuatan agar dapat mengembangkan kebijaksanaan diri.

Fungsi utama Gedong Bata ini adalah sebagai tempat dan memuja Bhatara Pura Dalem Antap

13.    Sapta Petala/Pertiwi
Sapta Petala ini dipakai untuk memuja Naga Tiga atau Naga Raja, yaitu Naga Ananta Boga yang melambangkan kesuburan, Naga Basuki yang melambangkan kemakmuran dan Naga Taksaka yang melambangkan Kehidupan. Pelinggih Sapta petala ini Berbentuk Bebaturan, bawahnya berbentuk segi empat, yang terbuat dari paras. Sedangkan di atasnya berdiri seekor Naga yang terbuat dari batu hitam, menghadap ke barat.
           
14.    Pesimpangan  Segara Tasik 
Berbentuk Tugu, terbuat dari batu bata, menghadap ke barat. Fungsinya sebagai Pesimpangan Bhatara Segara Tasik. Tetapi sampai saat ini penulis belum menemukan Pura yang bernama Segara Tasik. Beberapa pengelingsir Pura ada yang berpendapat Pura Segara Tasik sama dengan Pura Masceti.

15.    Pengerurah/ Tugu Anglurah Penyarikan
Di Beberapa tempat, misalnya di Denpasar pelinggih ini disebut Pelinggih Ratu Ngurah Gembal. Pelinggih ini merupakan pelinggih terluar dari pelingih-pelinggih yang lain. Pangerurah ibaratnya kulit pada manusia, sepatutnya tidak ada bagian anggota badan lagi yang berada di luar kulit.

Pelinggih ini berbentuk tugu, menghadap ke barat. Bahan utamanya adalah batu alam, yaitu paras dan batu merah. Pangarurah ini berfungsi sebagai penyarikan (pencatat) atau sekretaris dan sekaligus pemegang kunci merajan atau sanggah secara niskala.
Maka itu, segala aktifitas yang akan dilakukan di sanggah selalu dimulai dari pangarurah ini. Tetapi dalam beberapa sumber, fungsi pangarurah adalah  untuk mohon penjagaan dan keselamatan atau kesentausaan binatang di rumah.

Fungsi beliau yang lebih luas  sebagai penyarikan adalah, ibaratnya beliau sebagai bendesa yang mengayomi masyarakat, maka itu pelingggih ini harus ada. Berbusana selem dan poleng. Kalau ingin memohon perlindungan disini tempatnya, karena erat kaitananya dengan penyengker dan penjaga.

Yang melinggih disini adalah Ratu Ngurah Tangkeb Langit, yang  waktu di dalam kandungan beliau berujud yeh nyom,  selanjutnya bersemayam pada kulit, sehingga sering disebut sebagai segara tanpa tepi dan dalam alam bali beliau distanakan  sebagai pepatih di pura ulun suwi.

Tetapi beberapa sumber mengatakan, pada pelinggih pangarurah berstana Sang Catur Sanak (kanda pat yang telah disucikan), yang berfungsi menjaga keselamatan dan keamanan pekarangan rumah beserta penghuninya, tetapi beberapa sumber juga mengatakan pada pelinggih ini berstana Sang Hyang Panca Maha Butha.

Sedangkan Yasa Diatmika (2006), mengatakan, yang melinggih disini adalah sbb
(a)         Ida Ratu Anglurah Sakti Tangkeb Langit. Berfungsi memberikan anugerah seperti pemunah gering sarat, keni cor, melebur segala kotor (leteh) pada manusia, melebur segala upadrawa dan mohon hujan atau tidak hujan. (b)   Ida I Ratu Anglurah Agung Wayahan Tebeng, beliau mempunyai wewenang untuk menjaga musuh, mohon kerahayuan dan mohon pemalik sumpah terhadap maling atau segala durjana. (c) Ida I Ratu Anglurah Agung Sakti Made Jalawung mempunyai kekuatan untuk memusnahkan  segala wisya mandi, menetralisir racun, seperti leak, cetik, aneluh, detiwang. (d) Ida I Ratu Anglurah Agung Nyoman Sakti. Kesaktian beliau adalah merupakan sumber segala macam pengobatan, merupakan dewaning dukun/balian, dewan taksu, dewan leak. (e) Ida I Ratu Anglurah Agung Sakti Ketut Petung. Beliau bertugas menjaga kehidupan manusia dan memberikan keahlian/profesi kepada manusia

Sedangkan pada lontar panugrahan bhatara ring dalem dikatakan, Ratu Ngurah Tangkeb Langit, melinggih di pura ulun suwi. Berkedudukan sebagai dewa tugu, sedahan sawah dan dewa kawanan binatang.

Sedangkan posisi beliau dalam diri manusia, bersemayam pada kulit, sebagai segara tanpa tepi. Akasaranya Sang, berfungsi sebagai air kehidupan, karena berupa tirtha amertha sanjiwani. Apa bila keluar, merembes sebagai keringat.

Kewenangan beliau melebur segala jenis penyakit dan pemusnah segala jenis kutukan dewa dan pitra. Penampakan beliau seperti langit bersih, seperti mendung, seperti cahaya juga seperti tetesan embun.

Sesajinya ketipat dampulan, ulam bekasem, canang pasucian dan segehan kepelan putih. Tetapi pada lontar kanda pat rare dikatakan,

16.    Bale Panggungan
Berbentuk Bale-Bale, menghadap ke utara. Terbuat seluruhnya dari kayu, kecuali dasarnya yang terbuat dari paras. Merupakan simbolis  dari kaki Tuhan, maka itu sering disebut Sor
                       
17.   Bhetara Tumpa
Pelinggih ini diyakini oleh pengemongnya berfungsi sebagai Penyembuh segala penyakit, sehingga setiap piodalan banyak sekali warga pengemong yang naurin sesaudan (sesangi) di pelinggih sini. Pengelingsir penulis juga mengatakan di pelinggih Tumpa berhubungan erat dengan Ilmu Pengetahuan. Artinya, kalau ada yang ingin nunas Ilmu Pengetahuan di pelinggih inilah tempatnya, baik secara semadi atau dengan cara lainnya.

Pelinggih utama berupa Gedong yang terbuat dari paras dan bata merah, serta dihiasi dengan beberapa arca paras, menghadap ke utara.

18.   Tempat Tirta Tumpa
Terletak di samping kiri dan kanan pelinggih Tumpa, berbentuk Sarkopagus, yang berfungsi sebagai tempat Tirta, yang biasanya ditampung dari air hujan.

                                               
B.      Di Madiya Mandala
1.   Bale Pegongan
Sesuai dengan namanya, bale pegongan ini mempunyai fungsi utama sebagai tempat menabuh rikala diadakan odalan atau acara lain di Pura Dalem Antap. Bale Pegongan ini berbentuk bale panjang, dasarnya terbuat dari paras. Sedangkan saka dan lambangnya terbuat dari kayu, atapnya adalah genteng. Tetapi yang unik disini, disebelah utara bale pegongan ini  ada sebuah batu lesung. Penulis katakan unik, karena lesung ini dasarnya sangat dalam, sebab pernah ada usaha untuk memindahkannya, tetapi gagal . Karena dasarnya sangat dalam dan makin ke bawah makin melebar. Lasung batu ini, sekarang dipakai untuk membuat bumbu (ngincuk base).
                                                                       
2.      Bale Kulkul
Berfungsi sebagai tempat kulkul, atau sering disebut sebagai pelinggih Kala Raja. Beberapa sumber mengatakan, Bale kulkul merupakan pelinggih yang paling utama pada setiap pura. Maka itu, pelinggih ini biasanya berukuran   paling tinggi yang ada di setiap pura. Bahkan segala kegiatan dapat dimulai kalau kentongan sudah di bunyikan. Seolah olah merupakan komando dari setiap kegiatan yang akan dilaksanakan di pura. Pada bale kulkul yang ada di Pura Dalem Antap ini, selain diisi kulkul Pura Dalem Antap juga terdapat kulkul anggota subak yang ada disekitar Pura Dalem Antap ini. Berbentuk seperti Bale Kulkul pada umumnya, bagian dasarnya terbuat dari paras dan batu bata merah, lengkap dengan ornamennya. Sedangkan saka dan lambangnya terbuat dari kayu, atapnya adalah genteng. Bale Kulkul ini terletak di pojok barat laut madiya mandala.

3.      Penyimpanan Pengangge.
Berbentuk seperti bale kecil, dan letaknya di utara madiya mandala, dan biasanya dipakai untuk menyimpan alat-alat kepunyaan Pura Dalem Antap ini dan menyimpan seluruh pengangge.

4.      Pohon Kepah
Pohon Kepah yang ada di Pura Dalem Antap ini seolah olah menjadi cirri khas dari Pura Dalem Antap. Karena tumbuhnya yang menjulang sangat tinggi dan besar apalagi berbentuk sangat indah.  Pohon Kepah ini tumbuh  di pojok barat laut madiya mandala. Para pengelingsir Pura sering menyebut pohon kepah ini merupakan pelinggih  Bhatara Sapu Jagat atau Bhatara Kober Geni.

5.      Pemedal Agung
Sebuah Pemedal yang sangat indah dan megah, terletak diselatan madiya mandala, menghadap keselatan. Tetapi puncaknya sudah rontok, yaitu ketika Pulau Bali dilanda gempa, dan para pengelingsir menyebut jaman Gejer.  Pemedal Agung ini berfungsi untuk keluar masuk Pura. 

Sedangkan di depan kiri  kanannya terdapat dua buah patung paras. Yang dikirinya bernama Maha Kala dan yang di kanan bernama Dora Kala. Kedua mulut patung ini terbuka (enggang) dan berbentuk raksasa. 

Menurut Putra Suarjana, patung ini mempunyai filosopi bahwa, setiap yang akan masuk pura ini semuanya akan ditelan oleh kedua raksasa ini, apabila mereka yang berbuat jahat maka akan langsung dikunyah sebagai makanannya, tetapi kalau berbuat baik maka akan dikeluarkan sebagai manusia utama.

C.      Di Nista Mandala/Jaba Sisi
1.      Apit Lawang,
Berbentuk Tugu, terbuat dari paras dan bata merah, menghadap keselatan. Berada tepat di muka Medal Agung, berfungsi sebagai penjaga kesucian Pura secara niskala.

2.      Pesimpangan Bhatara Dalem Ped Ring Nusa Penida
Pura Dalem Ped, seperti di  ketahui berlokasi diseberang laut yang disebut Pulau Nusa Penida. Pelau Nusa Penida ini sebenarnya masih merupakan wilayah Kabupaten Klungkung, dan merupakan kecamatan tersendiri yaitu Kecamatan Nusa Penida. Pada jaman kejayaan Raja Klungkung, Pulau Nusa Penida dipakai sebagai tempat orang yang diselong oleh Dalem Klungkung. Pura Dalem Ped ini sendiri berdiri dengan Megah di Desa Ped, dipesisir pantai yang sangat indah. Bagi orang Bali, Khususnya orang-orang Klungkung, Pura Dalem Ped sudah tidak asing lagi, bahkan sudah sangat terkenal dengan ciri-ciri Beliau, Bunga Pucuk Bang, Wastra Poleng Hitam Putih, dan Benang Tri Datu.

Sedangkan Pesimpangan Pura dalem Ped yang ada di Pura Dalem Antap ini berupa Padma Capah, terbuat seluruhnya dari paras, menghadap ke selatan.

3.      Batu Pelinggihan
Terletak di samping Pesimpangan Bhatara Dalem Ped. Berupa sebuah batu yang berukuran cukup besar, batu ini sangat diyakini sebagai kendaraan Bhatara Dalem Ped ketika melancaran ke Bali. Disamping batu ini ada dua buah batang pohon bunga Jepun. Yang satu pohonnya cukup besar dan yang kedua  agak kecil dengan  bentuk seperti tongkat. Dari penuturan pengelingsir Pura, Pohon Jepun yang kedua ini besarnya hanya sebegitu juga dari dulu, tidak membesar dan tidak mengecil. Kedua pohon Jepun ini sangat dikeramatkan, bahkan yang paling dikeramatkan diantara seluruh pohon yang ada di areal Pura Dalem Antap.

D.      Jabaan
1.      Pelinggih Bedugul Subak,
Berupa Tugu, terbuat dari paras dan batu bata merah, menghadap ke barat. Berfungsi sebagai pura subak yang ada disekitar Pura Dalem Antap.
                                   
2.      Pohon Ketapang Sakti
Disebelah barat dari jaba sisi ini ada pohon yang sangat besar dan tinggi. Kalau dilihat dengan seksama, pohon ini terdiri dari beberapa pohon menjadi satu. Para pengelingsir Pura mengatakan, awalnya adalah pohon ketapang yang dililit oleh beringin dan pohon kresek, tetapi ketika tulisan ini dibuat, pohon Ketapangnya sama sekali tidak tampak. Hanya pohon beringin dan Keresek saja yang kelihatan.

3.   Bale Pewaregan/Dapur
Berbentuk Bale Panjang, dengan 6 saka, semuanya terbuat dari batu dan semen, menghadap ke barat. Berfungsi untuk mempersiapkan keperluan sajian upacara yang perlu disiapkan di Pura. Pewaregan ini juga tempat memasak atau mebat pada waktu odalan
                                                                                   
4.      Candi Bentar
Candi Bentar adalah pintu gerbang terbuka, berfungsi sebagai pintu masuk. Candi Bentar ini merupakan simbolis pecahnya Gunung Kailase sebagai tempat Dewa Siwa melakukan tapa. Candi Bentar yang ada di Pura Dalem Antap ini, mulanya menghadap ke selatan, berhubung di selatan sering becek, maka dibuatlah candi bentar yang menghadap ke barat lagi.


BAB   V
TATA CARA PELAKSANAAN
PIODALAN DI PURA DALEM ANTAP


Secara garis besar, tata cara piodalan di Pura Dalem Antap dapat dibagi menjadi 3 tahap, yaitu Persiapan Odalan, Odalan (ngiasin, odalan, pengeluar, nganyarin) dan Nyimpen (setelah odalan).

A.      Persiapan Odalan
Ada beberapa kegiatan yang dilakukan sebelum odalan  oleh pengemong Pura Dalem Antap yaitu,
(1)               Mempersiapkan banten odalan, (2) Memasang wastra pada pelinggih, (3) Menyucikan  dan mengisi air pada caratan dan coblong, (4) Memasang Lamak, Ceniga dan Lainnya, (5) Membuat Toya Ukupan, untuk persipanan Tirta, (6) Mempersiapkan Bija Beras, (7) Menghidupkan Pasepan, (8) Ngaturang Asep pada setiap pelinggih, (9) Makebat Tikeh, (10) Meletakkan Banten di Setiap Pelinggih, (11) Menatab Upakara Ayaban yang akan dihaturkan kehadapan Ida Bhatara termasuk Caru

B.      Odalan
Pelaksanaan Odalan ini sendiri dapat dibagi menjadi empat tahap lagi, yaitu, Mendak Bhatara, Ngiasin, Odalan, Ngeluarang dan Nganyarin.

1.      Mendak Bhatara
Berhubung Pretima Bhatara, mesimpen di Rumah Pemangku di Banjar Banda, maka mendak Bhatara dilakukan oleh beberapa orang pengemong dan dilaksanakan pada pagi hari setelah persiapan upakara sudah selesai.

2.      Ngiasin Pretima Bhatara
Ngiasin dilakukan oleh pemangku yang dibantu oleh beberapa orang pengemong terutama yang sudah mewinten.

3.      Odalan
Pelaksanaan odalan ini dilakukan pada saat seluruh persiapan upakara sudah selesai. Odalan di Pura Dalem Antap ini biasanya dilaksanakan antara pukul 16.00 sampai 22.00, yang dihadiri oleh seluruh lapisan  masyarakat Takmung. Pelaksanaan Odalan di puput oleh Ida Pedanda yang dibantu oleh Pemangku Jan Banggul dan beberapa pemangku pengayah. Puncak odalan adalah dilaksanakan pemuspaan yang dilanjutkan pemberian toya wangsuh pada kepada pemedek.
                                                           
4.      Pengeluar
Apabila seluruh pemedek sudah ngaturang bakti serta prosesi odalan sudah selesai maka dilanjutkan dengan ngeluar atau ngantukan Bhatara yang didahului mepurwa daksina. Prosesi ngeluar dilaksasnakan di Jabaan (nista mandala).

5.      Nganyarin
Nganyarin dilakukan besoknya sebelum nyimpen/nyineb


C.      Nyineb/Nyimpen

Nyineb/nyimpen dilakukan pada sore harinya, dan nyimpen pretima kembali pada tempatnya serta  membuka seluruh wastra yang ada di setiap pelinggih


BAB   VI

BANTEN SANE MUNGGAH

RING  SETIAP PELINGGIH

A.      Ritatkala Mendak dan Ngiasin Bhatara/Pretima/Arca
1.   Ring Penyimpenan
Ajengan, Segehan

2.   Ring Jaba Pura Ritatkala Ida Rawuh
Segehan

3.   Ring Genah Ngiasin
Canang Pemendak, Canang Meraka, Daksina, Peras, Soda, Suci, Penyeneng, Katipat Sari Akelan, Canang Rebong, Canang Oyodan, Canang Burat Wangi, Lenge wangi, Cane, Canang Pengrawos, Canang Pemendak, Penuntun, PeSucian, Caratan, Penastanan, Bayekawonan, Pangulapan, Prayascittha, Segehan Cacah, Segehan Mancawarna, Tetabuhan Arak Berem

B.      Ritatkala Piodalan, Redite Umanis Langkir
1.   Taksu Bumi/Tugu Sedaan
Canang Sari, Sayut, Ajengan, Palihan, Canang Pengrawos, Tipat 1 Kelan, Coblong, Lamak Busung, Gantung-Gantungan.

2.  Penyawangan Bhatara Ulun Danu Batur
Canang Sari, Suci, Soroan Tumpeng 7, Sayut, Canang Pengrawos, Coblong, Lamak Busung, Gantung-Gantungan, Bungkak Nyuh Gading, Ulam Ayam, Cacahan Bebek

3.  Mascari Mascatur
Canang Sari, Sayut,  Ajengan, Palihan, Canang Pengrawos, Coblong, Lamak Busung, Gantung-Gantungan.

4.   Manjangan Saluwang
Canang Sari, Banten Sesayut, Ajengan, Palihan, Canang Pengrawos, Coblong, Lamak Busung, Gantung-Gantungan.

5.   Gedong Sari
Canang Sari, Banten sayut, Ajengan, Palihan, Canang Pengrawos, Coblong, Lamak Busung, Gantung-Gantungan.
                                               
6.   Gedong Betel
Canang Sari, Banten Suci, Peras Penyeneng, Canang Pengrawos, Coblong, Lamak Busung, Gantung-Gantungan, Soroan Tumpeng 7, Bungkak Nyuh Gading, Ulam Ayam, Cacahan Bebek

7.   Sanggaran/Padmasari
Canang Sari, Banten Suci, Saji, Sorohan Tumpeng 7, Canang Pengrawos, Coblong, Lamak Busung, Gantung-Gantungan, Pelinggih, Bayuan, Bungkak Nyuh Gading, Ulam Ayam, Ulam Bebek.

8.   Tutuan/Sanggar Surya
a.      Di Atas. Canang Sari, Suci, Saji, Canang Pengrawos, Coblong, Lamak Busung, Gantung-Gantungan, Sesantun Ngempat, Tigasan, Bayuan, Bungkak Nyuh Gading

b.      Di Bawah. Gelar Sanga

9.   Meru Tumpang Tiga
Canang Sari, Suci, Sorohan Tumpeng, Sayut, Ajengan, Canang Pengrawos, Coblong, Lamak Busung, Gantung-Gantungan, Bungkak Nyuh Gading, Ulam Ayam, Ulam Bebek          , Cacahan Bebek

10.   Penyawangan Bhatara Batu Klotok
Canang Sari, Peras Penyeneng, Paliahan, Canang Pengrawos, Coblong, Lamak Busung, Gantung-Gantungan.

11.   Pengaruman/Pepelik
Canang Sari, Suci, Saji, Sorohan, Peras Penyeng, Canang Pengrawos, Palihan, Daksina, Sesantun, Pecanangan, Canang Pengrawos Madan 7 Soroh, Lamak Aji Ajian, PeSucian, Tigasan, Bayuan,  Sekar Taman, Telopokan 2 buah, Kapir 2 tanding, Ulam Ayam 2 ekor, Ulam Bebek, Cacahan Bebek/Selaman, Banten Pengiyas, Coblong, Gantung Gantungan, Bungkak Nyuh Gading, Segeh Agung (Jangan Sakawali, Cacahan 9 Cacah, Gelar Sanga, Tabuh), Alat Sopacara (Caratan, Toya Anyar, Pengelukatan), Lamak Busung

12.   Piasan/Bale Pewedaan
Canang Sari, Canang Pengrawos, Suci Pedanda, Asem Aseman Pedanda, Prayascitta, Dandanan, Lis 3 buah, Payuk, Kukus, Duwi Duwian, Toya Anyar, Sibuh, Pepek, PaSucian, Cecepan, Banten Pemereman, Jerimpen 2 buah, Coblong, Lamak Busung, Gantung-Gantungan.

13.   Gedong Bata/Pejenengan
Canang Sari, Suci, Saji, Sorohan Tumpeng 7, Canang Pengrawos, Japit Celeng, Japit Kapir, Pakideh Kapir, Ulam Ayam, Ulam Bebek, Cacahan Bebek /Selaman, Coblong, Pelinggih, Peras Penyeneng, Bayuan, Lamak Busung, Gantung Gantungan, Cacahan Celeng Mewadah Angelan 2 x 66 = 144 Tanding

14.   Sapta Petala/Dasar
Canang Sari, Suci, Saji, Sorohan Tumpeng 7, Ulam Ayam, Banten Penerangan, Cacahan Bebek/Selaman, Coblong, Peras Penyeneng, Bungkak Nyuh Gading, Bayuan, Lamak Busung, Gantung Gantungan.                                
15.   Penyawangan Bhatara Segara Tasik
Canang Sari, Sayut, Ajengan, Palihan, Canang Pengrawos, Coblong, Lamak Busung, Gantung Gantungan.

16.   Pengerurah/Tugu Sedaan Penyarikan
Canang Sari, Sayut, Ajengan, Palihan, Canang Pengrawos, Coblong, Tipat, Lamak Busung, Gantung Gantungan

17.   Panggungan
(a) Di Atas. Canang Sari, Suci, Sor 25 (tumpeng 25 atau bebangkit lengkap), Canang Pengrawos, Ulu (kepala celeng), Coblong, Jerimpen, Lamak Busung, Gantung Gatungan. (b)    Di Bawah. Caru Ayam Berumbun

18.   Bhatara Tumpa
Canang Sari, Suci, Sorohan Tumpeng 7, Ulam Ayam, Ulam Bebek, Canang Pengrawos, Cacahan Celeng mewadah angelan 1 x 66 = 66 tanding, Guling Celeng, Ulam Ayam, Ulam Bebek, Bakaran, Karangan, Oret, Semuuk, Satuh, Taluh 6 bungkul, Tape 6 buah, Bungkak Nyuh Gading, Jerimpen, Jaja Bekayu, Coblong, Lamak Busung, Gantung Gantungan, Serambitan Lebeng Matah
 
19.   Tempat Tirta Tumpa
Canang Sari, Ajengan, Sesayut, Coblong, Lamak Busung, Gantung Gantungan
           
20.   Penyimpenan  Pengangge
Canang Sari, Canang Pengrawos, Coblong, Lamak Busung, Gantung Gantungan
                                         
21.   Pohon Kepah/Btr. Kober Geni/Sapuh Jagat
Canang Sari, Canang Pengrawos, Coblong, Ajengan, Sesayut, Lamak Busung, Gantung Gantungan.

22.   Bale Pegongan
Canang Sari, Canang Pengrawos, Coblong, Ajengan, Sesayut, Lamak Busung, Gantung Gantungan.
                                         
23.   Bale Kulkul
Canang Sari, Sorohan Tumpeng 7, Ulam Ayam, Cacahan Bebek/Selaman, Sayut, Ajengan, Canang Pengrawos, Coblong, Lamak Busung, gantung Gantungan                                            

24.    Apit Lawang
Canang Sari, Sayut 2 soroh, Ajengan 2 soroh, Canang Pengrawos 2 soroh, Palihan 2 soroh, Coblong, Lamak, Gantung Gantungan, Tipat Kelanan                                           

25.   Penyawangan Bhatara Da1em Ped
Canang Sari, Suci, Sorohan Tumpeng 7, Ulam Ayam, Cacahan Bebek/Selaman, Sayut, Ajengan, Palihan, Canang Pengrawos, Coblong, Bungkak Nyuh Gading, Lamak Busung, Gantung Gantungan.
                                         
26.   Penjor (Harus 2)
Canang Sari, Ajengan, Sayut, Coblong, Lamak Busung, Gantung gantungan.
                                         
27.   Batu Pelinggihan
Canang Sari, Sayut, Ajengan, Palihan, Canang Pengrawos, Coblong, Lamak Busung, Gantung Gantungan           

28.   Bedugul Subak
Canang Sari, Sayut, Ajengan, Palihan, Canang Pengrawos, Coblong, Lamak Busung, Gantung Gantungan

29.   Pohon Ketapang/Kresek/Beringin
Canang Sari, Canang Pengrawos, Coblong, Lamak Busung, Gantung Gantungan.
                                                                 
30.   Pewaregan
Canang Sari, Canang Pengrawos, Coblong, Lamak Busung, Gantung Gantungan.
                                         
31.   Bale Banten
Canang Sari, Canang Pengrawos, Coblong, Lamak, Gantung Gantungan.
           
32.    Tirta Penglukatan
Canang Sari, Canang Pengrawos.
                                         
33.    Laapan/Lebuh
Canang Sari, Sayut, Ajengan, Palihan, Canang Pengrawos, Coblong, Lamak Busung, Gantung Gantungan.
                                         
34.    Togog/Patung
Bungkul    

35.    Ring Natar Jerowan dan Natar Jabaan
Caru Ayam Brumbun

36.    Setiap Pelinggih diisi Dupa


B.      Ritatkala Nganyarin/Nyineb

1.  Pengaruman/Pepelik
Canang Sari, Sorohan Tumpeng 7, Perangkatan 2 buah, PeSucian, Alat Alat Sopacara Lengkap, Segehan Cacahan                                       

2.   Penyawangan Bhatara Dalem Ped
Canang Sari, Ajengan, Segehan Cacahan, Coblong
                                          :          
3.   Penyimpenan Bhatara
Canang Sari, Peras, Pejati, Segehan Cacahan.                                          :          
4.   Pelinggih Lainnya          
Canang Sari, Ajengan, Coblong

5.   Setiap pelinggih diisi dupa
                                                           
C.      Ritatkala Rahinan Manis Tumpek
(Dinan Bhatara/Tegak Odalan)

1.  Pengaruman/Pepelik
Canang Sari, Sayut Pengambeyan, Coblong, Segehan.                                        :          
2.   Penyawangan Bhatara Da1em Ped
Canang Sari, Ajengan, Coblong, Segehan                                                :          

3.   Pelinggih Yang Lainnya Berupa
Canang Sari, Ajengan, Coblong.
                                         
4.   Lebuh
Segehan    

5.   Setiap Pelinggih Diisi Dupa

D.      Ritatkala Purnama/Tilem/Kajang Kliwon

1.   Penyawangan Bhatara Dalem Ped
Canang Sari, Segehan Cacahan, Coblong
                                               
2.  Lebuh
Segehan Cacahan

3.  Pelinggih Lainnya munggah
Canang Sari, Coblong

4.   Disetiap Pelinggih Diisi Dupa
                                               
E.      RITATKALA TUMPEK WAYANG
Ritatkala Tumpek Wayang ini, merupakan Odalan di Pesimpangan Bhatara di Dalem Ped. Banten yang munggah di Pelinggih ini adalah

1.   Di Pelinggih Pesimpangan Dalem Ped
Laklak 1kelan, Tape 1 kelan, Taluh Lebeng 1 kelan, Tipat 1 kelan, Tebasan mewadah nare, PeSucian, Canang Sari 35 tanding, Canang Genten 5 tanding, Tirta, Coblong/Air, Segehan biasa.           
           2.   Di Lebuh
Segehan Manca Warna    
Setiap Segehan diisi Canang atanding,
Ulam Jeroan Ayam, lengkap
mewadah Takir dan Tuak Arak.

3.   Pelinggih Lainnya
Canang Sari, Coblong

4.   Disetiap Pelinggih Diisi Dupa    


BAB  VII.

JUMLAH BANTEN  YANG DIPERLUKAN

A.      Ritatkala Odalan Adalah

1.   Suci                                                           :           14 soroh
2.      Saji                                                            :             6 soroh
3.      Sorohan Tumpeng 7                                  :           10 soroh
4.      Sayut                                                         :           17 soroh
5.      Ajengan                                                     :           16 soroh
6.      Peras penyeneng                                       :             5 soroh
7.      Palihan                                                     :           13 soroh
8.      Daksina                                                     :             2 soroh
9.      Sor                                                             :           25 soroh
10.  Canang Pengrawos                                   :           40 soroh
11.  Bungkul                                                    :           33 soroh
12.  Canang Sari                                               :           31 tanding
13.  Coblong                                                    :           33 buah
14.  Lamak Busung                                          :           31 buah
15.  Bungkak Nyuh Gading                             :           12 bungkul
16.  Toya                                                          :           Secukupnya
17.  Dwidwian                                                 :            1 pesel
18.  Caratan                                                      :           1 buah
19.  Cecepan                                                    :           1 buah
20.  Telopokan                                                 :           1 buah
21.  Kapir                                                         :           2 buah
22.  Bayuan                                                      :           5 soroh
23.  Banten Penerangan                                   :           1 soroh
24.  Banten Pengiyas                                       :           1 soroh
25.  Prayascittha                                               :           1 soroh
26.  Sesantun                                                    :           6 soroh
27.  Tigasan                                                      :           Secukupnya
28.  Pecanangan                                               :           1 buah
29.  PeSucian                                                   :           2 soroh
30.  Lis                                                             :           3 buah
31.  Dupa                                                         :        200 katih
32.  Menyan                                                     :           1 kg
33.  Pasepan                                                     :           3 buah
34.  Payuk                                                        :           1 buah
35.  Penggorengan                                           :            1 buah
36.  Kukusan                                                    :           1 buah
37.  Jerimpen                                                    :           5 buah
38.  Sibuh                                                         :           1 buah
39.  Gantung-Gantungan Busung                    :          31 pasang
40.  Sekar Cempaka                                         :          25 buah
41.  Sekar Pucuk Bang                                     :           10 buah
42.  Ulu Babi                                                    :           1 kepala
43.  Olahan Babi/Celeng                                  :       198 tanding
44.  Olahan Bebek                                          :         10 tanding
45.  Segehan Agung                                         :           1 soroh
46.  Gelar Sanga                                               :           1 soroh
47.  Tipat                                                          :           1 kelan
48.  Ayam Panggang/Metunu                          :         12 ekor
49.  Bebek                                                        :           6 ekor + 7 pukang
50.  Guling                                                       :           1 ekor
51.  Karangan                                                   :           1 karang
52.  Oret                                                           :           1 lingke
53.  Satuh                                                         :           1 buah
54.  Toya Anakan                                             :       400 liter
55.  Toya Ukupan                                            :         50 liter
56.  Daaran Asep/Kayu                                    :           Sakawenang
57.  Benang Tridatu                                         :       300 gelang
58.  Aseman Pedanda                                      :           1 buah
59.  Pelinggih                                                   :           4 buah
60.  Dandanan                                                  :           1 buah
61.  Bakaran                                                     :           1 buah
62.  Serambitan                                                :           1 buah
63.  Japit                                                           :           1 buah
64.  Pakideh                                                     :           1 buah
65.  Taluh/Telur                                                :           Secukupnya
66.  Tape                                                          :           Secukupnya
67.  Bekayu                                                      :           Secukupnya
68.  Semuuk                                                     :           Secukupnya
69.  Segehan cacahan                                       :           Secukupnya
70.  Dupa                                                         :           Secukupnya

B.      Ritatkala Nyineb

1.      Canang Sari                                               :           28 tanding
2.      Ajengan                                                     :           24 soroh
3.      Coblong                                                    :           31 buah
4.      Sorohan     Tumpeng 7                              :             2 soroh
5.      Perangkatan                                              :             2 soroh
6.      PeSucian                                                   :             1 soroh
7.      Alat Sopacara                                            :           Secukupnya
8.      Segeh Cacahan                                          :             3 soroh
9.      Bungkul                                                    :           Secukupnya
10. Dupa                                                         :           Secukupnya

C.      Ritatkala Rahinan/Dinan Bhatara/Tegak Odalan

1.   Canang Sari                                               :           29 soroh
2.   Ajengan                                                     :           28 soroh
3.   Coblong                                                    :           31 buah                      
4.   Segehan Cacahan                                      :             3 soroh
5.   Sayut Pengambeyan                                  :             1 soroh
5.   Dupa                                                         :           Secukupnya    

D.      Ritatkala Purnama/Tilem/Kajang Kliwon

1.   Canang Sari                                              :           28 tanding
2.   Segeh Cacahan                                          :             3 soroh
3.   Coblong                                                    :           28 buah
4.   Dupa                                                         :           Secukupnya

E.      Ritatkala Tumpek Wayang

1.   Canang Sari                                               :           33 Tanding
2.   Segehan Cacahan                                      :           1 Soroh
3.   Segehan Manca Warna                             :           1 Soroh
4.   Coblong                                                    :           28 Buah
5.   Dupa                                                         :           Secukupnya
6.   Jajan Laklak                                              :           Akelan
7.   Tape                                                          :           Akelan
8.   Taluh Lebeng                                            :           Akelan
9.   PaSucian                                                   :           1
10. Tipat                                                          :           Akelan
11. Tuak Arak                                                 :           Secukupnya.



BAB   VIII

WARNA DAN BAHAN WASTRA/PENGANGGE

PADA SETIAP PELINGGIH 

A.      Utama Mandala

1.  Taksu Gumi/Tugu Panglurah Sedaan
Ider-Ider Selem, Wastra Putih, Kampuh/Umpal Poleng, Lamak Selem, Tedung Selem.

2.   Penyawangan Bhatara Ulun Danu Batur
Ider-Ider Selem, Wastra Selem, Kampuh/Umpal Kuning, Lamak Kuning, Tedung Selem.
                                                     
3.   Mascari Mascatur/Catumeres Catumujung
Ider-Ider Sakawenang, Wastra, Sakawenang, Kampuh/Umpal Sakawenang, Lamak Sakawenang, Tedung Sakawenang.

4.  Manjangan Seluwang
Ider-Ider Merah Putih, Wastra Putih, Kampuh/Umpal Sakawenang, Lamak Sakawenang, Tedung Sakawenang.

5.  Gedong Sari
Ider-Ider, Wastra, Kampuh/Umpal, Lamak dan Tedung Sakawenang.

6.  Gedong Betel
Ider-Ider, Wastra, Kampuh/Umpal, Lamak, Tedung Sakawenang.

7.  Sanggaran/Padmasana
Luhur/Destar, Wastra, Kampuh/Umpal Putih Kuning, Lamak Putih, Tedung Putih.

8.  Sanggar Surya
Wastra, Kampuh/Umpal. Lamak, Tedung Putih atau Kuning

9.  Meru Tumpang Tiga
Ider-Ider Putih, Wastra, Kampuh/Umpal, Lamak, Tedung Putih atau Kuning.
                                                           
10. Penyawangan Bhatara Batu Klotok
Ider-Ider, Wastra, Kampuh/Umpal, Lamak, Tedung Sakawenang.
                                                                                                                        
11. Pengaruman/Pepelik
Ider-Ider, Wastra, Kampuh/Umpal, Lamak, Kampuh/Umpal Adegan/Saka, Tedung Sakawenang, Sedangkan Lelontek Putih Kuning.
                                         
12. Bale Piasan/Bale Pewedaan
Ider-Ider, Wastra, Kampuh/Umpal, Lamak, Saka/Adegan, Tedung Sakawenang.

13. Gedong Bata/Pejenengan
Ider-Ider Merah Putih, Wastra Putih, Kampuh/Umpal Poleng, Saka/Adegan Sakawenang, Lamak Putih/Kuning, Tedung      Putih.

14. Sapta Petala/Dasar
Destar Selem/Hitam, Wastra Selem, Kampuh/Umpal Selem, Tedung      Selem, Lelontek Hitam

15. Penyawangan Bhatara Segara Tasik
Ider-Ider, Wastra, Kampuh/Umpal, Lamak, Tedung Sakawenang.

16. Pengerurah/Tugu Anglurah Penyarikan
Ider-Ider Selem, Wastra Selem/Hitam, Kampuh/Umpal Poleng, Tedung Hitam/Poleng

17. Panggungan
Ider-Ider, Wastra, Kampuh/Umpal, Lamak, Tedung Sakawenang.

18. Bhatara Tumpa
Ider-Ider, Wastra, Kampu/Umpal, Tedung, Lelontek Putih/Kuning.

19. Tempat Tirta Tumpa
Wastra Putih/kuning, edung Putih/Kuning.

20. Bale Banten
Ider-Ider Putih/Kuning, Wastra Putih, Kampuh/Umpal Kuning, Tedung Kuning
                                               

B.      Madiya Mandala/Jaba Tengah

1.  Pohon Kepah/Bhatara Kober Geni
Wastra Poleng, Tedung Poleng/Selem.

2.  Bale Pegongan
Ider-Ider, Kampuh/Umpal Adegan Sakawenang.

3.  Bale Kulkul
Ider-Ider Sakawenang, Wastra Sakawenang, Kampuh/Umpal Kulkul Poleng/Hitam, Kampuh/Umpal Adegan Sakawenang.

C.      Nista Mandala/Jaba Sisi

1.  Apit Lawang
Ider-Ider Merah, Wastra Putih, Kampuh/Umpal Poleng, Lamak Hitam/Poleng, Tedung Hitam.

2.  Penyawangan Bhatara Dalem Ped
Luhur, Wastra, Kampuh/Umpal, Lamak, Tedung Berwarna Poleng.

3.  Batu Pelinggihan
Wastra, Kampuh/Umpal, Tedung Berwarna Poleng.
                                                           

D.      Jabaan

 1.  Pohon Ketapang/Beringin/Kresek
Wastra Hitam/Poleng, Kampuh/Umpal Poleng/Hitam, Tedung Hitam.

2.  Bedugul Subak
Ider-Ider, Wastra, Kampuh/Umpal, Lamak, Tedung Sakawenang.                                            
3.  Pewaregan
Ider-Ider, Kampuh/Umpal Sakawenang.

4.  Tirta Penglukatan
Wastra Putih, Kampuh/Umpal Kuning, Tedung   Putih

5.  Laapan
Wastra Putih, Kampuh/Umpal Kuning, Lamak Kuning, Tedung Putih.

6.  Togog/Patung/Arca Paras
Destar Putih, Wastra Putih, Kampuh/Umpal Kuning, Tedung Sakawenang

Pupupt Sinurat Oleh, Pemangku Jan Banggul, Ir. Putu Januar Ardhana, pada tanggal 20 Juni 2003.

                       
CATATAN
Penyimpenan Berdasarkan kesepakatan pengemong Pura Dalem Antap, maka pada tanggal 7 Oktober 2006 dibuatlah penyimpenan Bhetara, yang letaknya di belakang Pelinggih Sapta Petala. Pada tanggal 7 Oktober ini, Pertima Bhetara (Arca), juga dikodakin, oleh Ida Bagus Putu di (Gria Kelodan) atau Gria Kemenuh Takmung.  Setahun kemudian Beliau lalu medwijati melinggih menjadi Pedanda. Sedangkan Penyimpenan Bhetara diresmikan pemakaiannya pada tanggal l0 Desember 2006. Pada tahun ini juga mentik Pohon Pule di belakang tembok penyengker sebelah timur pura


Daftar Pustaka

1.          Anon (?). Rontal Tutur Aji Saraswati. Koleksi Ida Bagus Agung Dharma Putra, Gria Mandhara Pemaron Munggu

2.          Anon (?). Rontal Kanda Pat Sari. Koleksi Keluarga Besar Arya Gajah Para Banjar Banda Desa Takmung, Klungkung Bali.

3.          Anon (2001). Hasil Paruman Sulinggih PHDI Propinsi Bali Tahun 2001. Proyek Bimbingan dan Penyuluhan Kehidupan Beragama Tersebar di 9 Kab/Kota

4.          Anon (1998). Himpunan Hasil Paruman Sulinggih PHDI, Propinsi Bali dari tahun 1990-1998. Milik Pemerintah Propinsi Bali, Proyek Bimbingan dan Penyuluhan Kehidupan Beragama, tersebar di 9 Dati II.

5.          Anon(1992). Hakekat Merajan atau Sanggah di Bali. Pusat Pengabdian Pada Masyarakat Universitas Udayana Denpasar.

6.          Arwati, Ni Made (1977). Upacara Upakara. Upada Sastra, Denpasar.

7.          Satrya Atmanadhi, Nyoman (1972). Dasar Kepemangkuan, Kesulinggihan.

8.          S. Swarsi, Dra (2003). Upacara Tradisional Piodalan Alit Di Sanggah/Merajan, Suatu Kajian Nilai. Badan Pengembangan Kebudayan Dan Pariwisata Deputi Bidang Pelestarian dan Pengembangan Budaya Bagian Proyek Pengkajian dan Pemamfaatan Sejarah dan Tradisi Bali

9.          Surayin Ida Ayu (1991). Seri Upacara Yadnya I, II, III, IV. Upada Sastra Denpasar.

10.      Sudharta, Cokorda Rai; Purwita, Ida bagus Putu; Krisnu, Cokorde Raka; Sura I Gede; Arwati, Ni Made Sri; Wiana, I Ketut (1991). Upacara Mawinten.

11.      Sudharta, Cokorda Rai; Purwita, Ida bagus Putu; Krisnu, Cokorde Raka; Sura   I Gede; Arwati, Ni Made Sri; Wiana, I Ketut (1991). Indik Kepemangkuan

12.      Sudarsana, Putu IB. Drs, MBA,MM. (2003). Ajaran Agama Hindu, Filsafat Yadnya. Penerbit Yayasan Dharma Acarya. Percetakan Mandara Sastra.

13.      Wiana, Ketut, 1993. Bagaimana Umat Hindu Menghayati Tuhan. Pt. Pustaka Manik Geni

Tidak ada komentar:

Posting Komentar