SEKEHE GONG
FORMASI SEKA GONG BALE GANJUR
“YOWANA GITA SARI”
Kendang : Gede
Anjas Permana
Kadek Angga Hendraningrat
Ponggang : I
Wayan Juliawan/Buyung
I Nengah Sukalana/Bojok
Reyong : I
Made Sadri
Teja
Tawa-Tawa : I Gene Karna Suryatmaja
Gong : I
Putu Martarihana
Kempur : I
Nengah Suarta/Kenyat
Bende : I
Ketut Adi Kasmawan
Cengceng : I
Komang Sumardana
I Wayan Tanggu
I Wayan Sudarya/Pak Ida
I Kadek Dwi Saputra
I Gede Indra Djumena
I Kade Bayu Bramastra
Andi Ananta
I Putu Agus Suryana
I Komang Kariasa/Bocel
I Wayan Ekasantosa/Kancil
Tampi
Pelatih : I
Nyoman Suanta/Brewok
![]() |
Seke Gong Bale Ganjur
Banjar Batur Sari
Ketika Ngaturang Ayah
Ring Pura Pengrebongan
|
![]() |
Yang Tua-Tua
Ngayah Sebagai Tukang
Tegen Gong.
|
Foto-Foto
Ketika Ngayah Dirumahnya Bapak Ketut Tanggu.
Pada tahun keempat, ada keinginan pengurus untuk
merubah tegak odalan dari purnama kedasa yang datang setiap tahun, ke tumpek
bubuh/tumpek pengatag yang datang setiap 6 bulan sekali. Alasannya agar balai banjarnya lebih sering
ramai. Disamping itu sebagian besar
balai banjar yang ada di Denpasar, odalannya mengambil tumpek bubuh ini.
Alasan lain karena ingin mencari tegak odalan pada
hari sabtu, dengan harapan banyak pagawai libur saat odalan. Maka itu, pada
tahun keempat, tegak odalan ini dipindahkan harinya dari purnama kedasa ke
tumpek bubuh atau pada setiap hari sabtu/saniscara wariga. Pemindahan odalan
ini tanpa melalui proses apapun. Artinya
tidak melalui proses atur piuning atau proses yang lain, pokoknya dipindahkan
begitu saja.
Dari pengamatan penulis, setiap pelaksanaan odalan
yang mulai dilaksanakan pada setiap tumpek pengatag ini, nampaknya selalu ada
saja gangguan-gangguan kecil. Misalnya
seke gong yang tidak bisa megambel.
Kelian banjar tidak bisa menghadiri odalan karena mendadak ada keperluan
lain, bahkan beberapa pengurus banjar ada yang tertimpa musibah setiap
odalan. Maka itu, setelah 6 kali odalan,
pengurus banjar berinisiatip untuk introspeksi.
Artinya akan mengkonsultasikan tegak odalan ini kepada Ida
Sulinggih/Wiku yang tahu tentang ini.
Akhirnya pengurus banjar menjatuhkan pilihan pada Ida Pedanda dari Gria
Takmung Klungkung untuk berkonsultasi.
Beliau mengatakan, odalan itu artinya otonan atau hari
lahir. Odalan suatu pura sama halnya
dengan otonan pada manusia. Artinya hari
lahir suatu pura adalah pada saat karya ngenteg linggih atau mendem
pedagingan. Maka itu tidak mungkin hari
lahir ini digeser ke hari yang lain, kecuali lahir kembali atau mekarya ngenteg
linggih lagi.
Beliau menambahkan, kalau toh akan digeser, hanya
boleh yang nemu dina. Misalnya seperti
Banjar Batur Sari ini, yang odalan sebenarnya jatuh pada Purnama Kedasa, kalau
mau digeser hanya boleh pada purnama yang lain. Misalnya purnama Kasa, Purnama
Katiga, Purnama Kapat atau Purnama yang lain.
Setelah berkonsultasi dengan Ida Pedanda, Maka pengurus
banjar Batur Sari, memutuskan untuk mengembalikan tegak odalan banjar ini,
kembali ke purnama kedasa, sesuai dengan saran Ida Pedanda ring Gria Takmung, tetapi harus didahului
ngaturang Guru Piduka.
Maka itu mulai tahun 2012 odalan di balai banjar Batur
Sari kembali dilaksanakan pada Purnama Kedasa. Sedangkan proses pelaksanaan
piodalannya tetap dilaksanakan seperti dahulu, misalnya dipuput oleh Sang
Sulingghih atau Sang Dwi jati yang dibantu oleh Pemangku Banjar dan perangkat
banjar. Sedangkan bantennya merupakan
urunan dari anggota banjar. Untuk banten
yang tidak bisa dibuat oleh anggota, seperti banten suci atau yang lainnya,
biasanya dibelikan pada tukang banten.
![]() |
Ida Ratu Pedanda Saking Gria Kemenuh
Takmung Klungkung
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar