Kamis, 27 Januari 2005


 Pura Antap 
Desa Takmung Klungkung

1. Tempat Beryoga Seorang Pertapa Sakti

Pura Antap, berlokasi di Desa Takmung, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung, Propinsi Bali. Pura Antap ini ternyata mempunyai banyak keunikan, karena ada banyak penyawangan  Pura-Pura  di Bali, termasuk juga ada   Pesimpangan Bhatara di Dalem Ped. Juga banyak sekali mengandung  cerita-cerita tenget, sehingga sampai saat  ini masih misteri. Bagaimana kisah pura ini selengkapnya?

Para pembaca yang penulis hormati, sebelum penulis menghaturkan segala sesuatu tentang Pura Antap ini, marilah kita menghaturkan sembah sujud ke hadapan Ida Sanghyang Aji Saraswati dan Bhatara Bhatari yang melinggih di Pura Antap ini. Mudah-mudahan Beliau Asung Wara Nugraha kepada damuh-damuh Beliau yang ingin mengetahui lebih jauh tentang Pura Antap ini.

Sekali lagi penulis menghaturkan sembah dengan penuh sujud bakti, mohon ampun kehadapan Bhatara-Bhatari yang melinggih ring Pura Antap, karena damuh Bhatara-Bhatari berani menulis dan menyebut-nyebut nama Bhatara-Bhatari. Tetapi tujuan penulis tiada lain, hanya ingin berbakti agar para Damuh Bhatara-Bhatari mengenal lebih dekat tentang Pura Antap ini. Sehingga Para Damuh Bhatara-Bhatari di masa-masa yang akan datang akan lebih berbakti lagi.

Apabila pembaca melewati jalan   Klungkung  ke Denpasar,  di kilometer 3 dari Klungkung, tepatnya di sisi timur jalan dan di utara Banjar Takmung atau di selatan Gria Kemenuh Batu Tabih. Maka  akan menjumpai sebuah   Pura yang dinamakan Pura Antap.

Pura Antap merupakan sebuah pura yang sangat indah dengan lokasi yang cukup luas, apalagi pura ini terletak dipinggiran persawahan yang membentang di sebelah utara dan timurnya. Sedangkan anak sungai yang indah menjadi batas di bagian baratnya. Disebelah selatannya merupakan areal tegalan yang masih sangat asli keadaannnya, bahkan di areal ini berdiri sebatang pohon kelapa dengan banyak cabang. Pada siang hari ketika penulis datang ke pura ini, keadaannya sangat sejuk, karena di area pura ini tumbuh 2 buah pohon yang sangat besar.

Dimadya Mandala tumbuh sebatang pohon kepah yang menjulang sangat tinggi, sedangkan di Jabaan atau di Nista Mandala tumbuh pohon Ketapang yang dipeluk oleh pohon Beringin dan Keresek. Kedua pohon ini tentu menambah getaran magis dari Pura Antap ini.

Pura Antap adalah, salah satu Pura yang ada di Desa Takmung. Keadaan umumnya, hampir sama dengan Pura-Pura lainnya. Tetapi Pura Antap ini sedikit mempunyai keunikan, karena adanya beberapa pelinggih penyawangan Pura-Pura di Bali, termasuk pelinggih pesimpangan Bhatara Dalem Ped Ring Nusa Penida.


Pamedal Uttama Pura Dalem Antap

Maka itu, tidak heran kalau  oleh pengemponnya, Bhatara yang berstana di Pura Antap ini dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit  termasuk penyakit hewan.

Mengenai sejarah keberadaannya belum ada yang bisa memastikan, karena sampai saat ini tidak ada bukti tertulis, baik berupa Prasasti maupun dalam bentuk lain,  yang dapat penulis temukan. Sehingga siapa yang mendirikan, dari mana yang mendirikan, apa tujuan didirikannya Pura ini, maupun pada jaman apa Pura ini didirikan masih belum jelas.

Penulis pernah membaca turunan rontal dari Gria Takmung, didalam rontal itu hanya disebutkan, ketika I Gusti Patih Ularan masih berdiam di Desa Takmung,  pernah merehab atau memperbaiki Puara Antap ini.



Tetapi, menurut penuturan Pemangku Wayan Sirna, yang merupakan Pemangku Jan Banggul di Pura ini mengatakan. Dia   sering mendengar Mitos tentang keberadaan Pura ini secara lisan dari penglingsirnya secara turun temurun. Disamping itu dia  juga mendengar dari berbagai sumber, terutama dari para pengelingsir pengemong Pura Antap ini.

Konon Pada jaman kejayaan Majapahit, Kriyan Patih Gajah Mada mengutus seorang Ksatria Majapahit untuk menakklukkan pulau Bali ini. Kesatria itu bernama Kesatria Antapan. Ketika menyeberangi selat Bali dalam rangka perjalanannya ke Bali ini, tiba-tiba perahu yang ditumpanginya dihantam badai.

Perahu itu  akhirnya hanyut  sampai ke Laut Selatan Pulau Bali, dekat Pulau Nusa Penida. Di Tengah lautan  Beliau tidak dapat menerka mana utara dan mana selatan, berhubung alat navigasi kala itu masih sangat sederhana. Entah karena sudah takdir, kala itu  beliau dapat melihat sebatang pohon dikejauhan. Beliau berpikir, di bawah pohon itu tentulah merupakan daratan. . Akhirnya pohon inilah yang beliau jadikan tujuan. Ketika beliau  sudah mencapai garis pantai, ternyata daratan itu adalah Pulau Bali, pulau yang sebenarnya akan di tuju. Dari pantai ini Beliau melanjutkan perjalanannya menuju pohon yang tadinya terlihat dari tengah laut. Setelah selamat sampai di tempat pohon itu, ternyata pohon itu adalah pohon ketapang. Pohon Ketapang ini  tumbuh di tengah persawahan yang sangat subur, serta ditepi sungai yang sangat jernih. Begitu tertariknya beliau akan tempat ini, beliau akhirnya mendirikan sebuah pura.  Pura, ini selanjutnya dipakai sebagai tempat tinggal sekaligus tempat beryoga/pertapaan.

Sedangkan, sumber lain seorang penari topeng dari banjar Sidayu, mengatakan, pura Antap ini sebenarnya didirikan oleh Brahmana Ireng.  Ceritanya ketika beliau pergi dari Klungkung bersama saudara beliau Dalem Putih. Perjalanan beliau ketika itu menyusuri sungai Jinah, yang dimulai dari batu tumpeng sampai batu lesung, dan sampai di tempat pura Antap ini. Ditempat inilah beliau berdua melakukan semedi sebelum beliau melanjutkan perjalanannya.  Dari tempat ini beliau berjalan  keselatan sampai pantai lepang, dari pantai lepang  lalu beliau melanjutkan perjalanan ke barat. Sedangkan Batu tupeng dan batu lesung  sampai sekarang ini, memang masih ada dan letaknya ditengah sungai jinah, di tempat beliau beryoga ini kemudian didirikan pura Antap. 

Tetapi sumber lain, juga seorang penari topeng dari Desa Blangsinga Gianyar, mengatakan pura ini sebenarnya merupakan tempat pertemuan antara Dalem Ireng dengan Dalem Putih setelah beliau lama berpisah.  Maka itu, wewengkon tempat ini dinamakan Takmung yang berasal dari kata Temu dan Ang, atau temuang. 
Sedangkan kata antap berasal dari kata Atep, atau bertemu.  Ditempat beliau bertemu inilah kemudian didirikan pura. Artinya, pura ini adalah tempat bertemunya Dalem Ireng dan Dalem Putih, maka itu pura ini disebut Pura Dalem Antap. Tetapi entah kenapa lama-lama Pura ini sering disebut Pura Antap saja sampai sekarang. Sedangkan status Pura Antap sekarang ini adalah Pura Kahyangan Desa, yaitu tempat suci pemujaan oleh masyarakat Desa dalam satu kesatuan wilayah Desa Pekraman, khususnya Desa Takmung

Beberapa sumber juga mengatakan. Pura Antap ini juga pernah dipakai sebagai persinggahan terakhir di Klungkung oleh Pedanda Sakti Manuaba, ketika beliau pergi kesah dari Bukit Abah ke Tegalalang.

Para pengelingsir-pengelingsir Desa Takmung bahkan mengatakan, I Gusti Patih Ularan, sebelum beliau menyerang kerajaan Blangbangan di Jawa Timur, beliau bersemedi dan mendapatkan kekuatan luar biasa di Pura Dalem Antap Ini.

Maka itu, untuk pembuktian semua cerita tersebut di atas, penulis menghimbau kepada generasi muda Desa Takmung, untuk mengadakan penelitian-penelitian tentang sejarah berdirinya Pura Dalem Antap ini.



2. Pelinggih Penyawangan Dan Pesimpangan

Yang menarik di Pura Antap ini  adalah, adanya Pelinggih Pelinggih Penyawangan  dan pesimpangan beberapa Pura yang ada di Bali. Misalnya Pelinggih Penyawangan Bhatara Ring Batu Kelotok,  Penyawangan Bhatara Ring Ulun Danu,  Penyawangan Bhatara Segara Tasik, Pelinggih Pura Tumpa, termasuk Pesimpangan Bhatara Dalem Ped Ring Nusa Penida. dll.

Dari beberapa sumber yang penulis baca, ada beberapa pendapat tentang kenapa penyawangan ini dibuat. Pendapat pertama mengatakan, karena penyungsungnya tidak berani datang langsung ke tempat pura itu,  untuk menyelenggarakan yadnya. Hal itu terjadi karena pada waktu itu berdiri Kerajaan-Kerajaan kecil, dan sering terjadi perselisihan antar satu Kerajaan dengan Kerajaan yang lain. Sehingga  warga yang berdomisili di wilayah Kerajaan yang sedang berselisih dan bertentangan dengan Kerajaan lain, yang di wilayahnya terdapat Penyungsungan Jagat,  tidak berani datang untuk  melakukan yadnya ke pura tersebut. Sebagai jalan keluarnya, mereka lalu mendirikan pelinggih sebagai penyawangan.



Sedangkan pendapat lain mengatakan, adanya penyawangan itu, karena pura-pura penyungsungan jagat itu letaknya sangat jauh, sedangkan transportasi pada waktu itu tidak sebaik sekarang. Maka sebagai jalan keluar adalah mendirikan penyawangan.

Tetapi khusus adanya penyawangan beberapa bhatara yang ada di Pura Antap ini, menurut penulis mungkin ada hubungannya dengan sejarah dan Fungsi Pura Antap dan beberapa tempat yang ada di Bali. Misalnya Penyawangan Bhatara Ring Batu Kelotok.

Seperti diketahui Pura Batu Kelotok adalah pura tempat menstanakan Dewi Sri, dewinya tanaman  Padi.   Dewi Sri merupakan dewi kesayangan para petani. Pura Antap ini terletak di tengah hamparan sawah yang subur dan luas. Maka itu, adanya penyawangan pura Batu Klotok ini jelas untuk menyembah bhatara ring Batu Klotok yang menstanakan Dewi Sri yang erat kaitannya dengan pertanian.

Bagitu juga halnya dengan  Penyawangan Bhatara  Ulun Danu  Batur, tentu sangat erat kaitannya dengan pertanian. Karena Pura Ulun Danu Batur dianggap sebagai sumber air, sedangkan air adalah hal yang sangat penting untuk pertanian.

Pelinggih Pura Tumpa adalah berfungsi sebagai Dokter Hewan pada jaman itu. Karena sampai saat ini, bagi masyarakat Desa Takmung dan sekitarnya, yang binatang kesayangannya terkena penyakit, maka cukup nunas tirta di pelingih pura tumpa ini saja. Maka itu, setiap piodalan di Pura Antap ini pasti ada aturan hewan, seperti ayam, bebek dan kucit dari masyarakat disekitarnya, yang jumlahnya sampai melebihi keperluan upacara.

Palinggih Pasimpangan Bhatara Dalem Ped

Sedangkan  pelinggih penyawangan Bhatara Segara Tasik ini, penulis mendapat 2 sumber. Pendapat pertama mengatakan itu adalah pelinggih penyawangan Bhatara Segara Tasik, sedangkan pendapat lain mengatakan itu adalah penyawangan Bhatara  Masceti. Tetapi yang jelas sampai sekarang ini penulis belum menemukan pura yang bernama Segara Tasik. Sehingga timbul pertanyaan penulis, tidakkah pura Segara Tasik itu sama dengan Pura Masceti, yang kebetulan berada di Tepi Segara (penghasil tasik).

Tetapi yang paling menarik justeru di Pura ini ada Pelinggih Pesimpangan  Bhatara Dalem Ped Ring Nusa PenidaPesimpangan Beliau ini terletak di Madiya Mandala, atau di Jaba Tengah. Disamping pelinggih Beliau tedapat batu besar dan Pohon Ketapang yang dengan  erat dipeluk oleh Pohon Beringin dan Kresek. Batu besar itu  diyakini sebagai pelinggihan beliau, ketika beliau melancaran di Bali.

Seperti  diketahui, Pura Dalem Ped ini merupakan kiblat bagi orang-orang yang menyenangi Ilmu kawisesan. Dengan adanya pesimpangan Bhatara Dalem Ped di Pura Antap ini, tentu menambah keangkeran dari Pura Antap ini. Maka itu, setiap piodalan banyak sekali para pemedek yang nunas benang Tri Datu di pesimpangan Bhatara Dalem Ped ini. Seperti diketahui, di Klungkung ada semacam mitos, setiap orang yang memakai benang Tri Datu yang didapatkan dari Bhatara Dalem Ped akan terhindar dari mara bahaya. Maka itu, tidak heran kalau orang-orang Klungkung sehari-harinya  memakai benang Tri Datu yang didapat dari Pura dalem Ped termasuk pesimpangan Beliau di Bali.


3. Taulan Untuk Mohon Hujan

Taulan artinya  Togog atau arca yang terbuat dari batu padas atau paras.  Kalau pemedek pura dalem Antap ini,  sempat melongok ke dalam pejenengan atau gedong bata, akan terlihat banyak sakali taulan yang tersimpan disini. Ukurannya bervariasi dari yang sebesar kepalan tangan sampai sebesar manusia, dan yang terbesar adalah berbentuk Bhatara Gana. Dengan adanya taulan berupa Bhatara Ghana, maka penulis menduga  ada hubungannya dengan Hindu Ghanapatiya, yaitu sekta yang menyembah Bhatara Ghana.  Sekta ini sempat berkembang di Bali pada Jaman kejayaan Majapahit, bahkan Patih Gajah Mada diperkirakan adalah sebagai penganut sekta Ganapatiya ini.







Palinggih Gedong Dengan Ornamen Samping Ratu Rangda

Gedong Bata yang ada di Pura Antap ini juga agak istimewa, di bandingkan dengan pelinggih-pelinggih pejenengan yang ada di pura lain di Takmung. Pejenengan di pura Antap ini sungguh sangat istemewa, karena ukurannya cukup besar dan tinggi, ornamen sampingnya juga berupa Rangda. Penulis katakan istimewa, karena dari  pengamatan penulis di beberapa pura yang ada Gedong Batanya di Desa Tamung, ornamennya biasanya bukan berupa Rangda, bahkan didalamnya biasanya kosong.

Taulan ini biasanya dipakai oleh krama Desa Takmung untuk memohon hujan, terutama pada saat musim kemarau. Caranya dengan merendam taulan ini di sungai yang ada disebelah pura Antap. Tetapi taulan ini kadang-kadang dipakai untuk tujuan yang tidak baik, misalnya membuat hujan ketika ada masyarakat membuat yadnya, dengan jalan mengambil taulan ini pada tempatnya dan merendamnya di sungai.


Maka itu, Pemangku jan banggul pura Antap, kalau mengetahui taulan ini hilang dari tempatnya, maka  akan mencarinya di sungai itu dan pasti ketemu.

Untuk menghindarkan penyalah gunaan taulan  ini, maka pada tahun 1985, pejenengan ini pintunya di kunci dan kunci ini dibawa oleh pemangku dan penglingsir pura. Sehingga semenjak itu tidak ada lagi warga yang mengambil taulan ini untuk tujuan yang tidak baik.
4.  Pohon Kelapa Bercabang Sebagai Bahan Obat


Apabila pemedek mengarahkan pandangannya keselatan, Sepuluh meter   disebelah selatan tembok penyengker pura,  tepatnya disebuah tegalan milik masyarakat banjar Takmung,  tumbuh sebatang  pohon kelapa. Sepintas pohon kelapa ini hampir sama dengan pohon kelapa yang ada disampingnya, daunnya lebat, buahnya juga banyak Tetapi kalau pandangan kita arahkan ke puncaknya, pohon kelapa ini betul-betul unik, karena pohon kelapa ini memiliki banyak cabang serta buah yang sangat lebat. Bahkan masing-masing cabangnya mengeluarkan buah. Sehingga Secara kasat mata,  pohon kelapa ini betul-betul indah dan unik. Betapa tidak unik, pohon yang didalam bahasa biologinya adalah Coconusifera sp dan  termasuk kelas monokotil dengan ciri khas tidak mampu bercabang.

Tetapi lain halnya dengan pohon kelapa yang ada di sekitar wewengkon pura Antap ini, dia  mampu mengeluarkan banyak cabang. Seakan-akan Bhatara yang melinggih disini ingin menunjukkan kebesarannya, bahwa kalau beliau berkehendak apapun dapat terjadi, termasuk pohon kelapa bercabang ini.  Hal ini tentu telah menyalahi kodrat dan melenceng dari garis  ilmu pengetahun.



Pada hari-hari tertentu banyak sekali orang-orang mencari bagian-bagian dari kelapa ini, baik babakannya, akarnya atau tanahnya. Syaratnya?, tentulah  harus mapiuning dulu di pura antap dan jangan-coba-coba untuk mencari bagian kelapa ini tanpa mapiuning di pura antap.



Pernah ada kejadian, seorang paranormal dari Denpasar mencari babakan pohon kelapa ini tanpa mapiuning di pura Antap, sebulan kemudian paranormal itu datang lagi untuk ngaturang Guru Piduka.

Menurut penuturan pemangku Wayan Sirna, satu-satunya orang yang pernah mendapatkan buah kelapa tersebut adalah I Wayan Silur, seorang warga banjar takmung . Bahkan pemangku Wayan Sirna yang sudah puluhan tahun mengabdi jadi pemangku, belum pernah mendapatkan buah kelapa tersebut, padahal buahnya sangat banyak. Kapan jatuhnya atau siapa yang mendapatkan dia tidak pernah tahu.

5. Para Ancangan Penjaga Pura Antap

Seperti umumnya untuk setiap Pura, tentu mempunyai ancangan yang bertugas menjaga kesucian pura secara niskala. Menurut Pemangku Wayan Sirna, yang merupakan pemangku Jan Banggul Pura Antap. Disini banyak sekali ancangan yang berupa binatang-binatang  purba. Tetapi yang sering menampakkan diri adalah Lelipi (ular). Lelipi  ini pada hari-hari tertentu, bahkan sering terlihat dirumah pemangku Wayan Sirna.

Lebih lanjut pemangku Sirna mengatakan, sehabis piodalan yang jatuh pada redite langkir, maka jun tirta biasanya ditaruh terbalik (melinggeb) di natar bale pepelik. Apabila beberapa harinya jun ini di buka pasti berisi kulesan lelipi.  Kulesan ular ini dapat menyembuhkan berbagai penyakit kulit, tetapi anehnya tidak ada warga yang berani mengambil kulesan ini, karena takut. Maka itu, apabila ada warga yang sakit, cukup mapinunas secara lisan.

Selanjutnya, Pemangku Sirna mengatakan, kulesan ular ini, besarnya tetap sebegitu saja (sambil menunjukkan jempolnya).  Padahal beliau sudah melihat kulesan ular ini semenjak beliau masih kanak-kanak, sampai sekarang sudah berumur 75 tahun.

Bagi Paranormal atau orang-orang yang  mampu menembus batas ilusi, di pura Antap ini memang banyak terdapat ancangan berupa binatang purba, diantaranya Celeng mecaling dan Kuda berkaki tiga dan Sapu berjalan, dan banyak lagi, burung sesapi, bureng tengkek. 

Burung tengkek ini bahkan dipakai ciri oleh masyarakat desa Takmung.  Apabila ada masyarakat mapinunasan di pura Antap ini, dan pada saat ini ada  burung Tengkek bersuara, segala yang diminta pasti akan terpenuhi.



Tetapi ancangan yang paling rangseng adalah yang menjaga pelinggih pesimpangan bhatara Ring Dalem Ped, yaitu berupa orang hitam yang mebulet jengking serta membawa sanjata Kapak.


6. Pelinggih Tumpa

Salah satu pelinggih yang ada di Pura Antap adalah Pelinggih Tumpa. Pelinggih ini terdari dari tiga bangunan. Satu bangunan berbentuk seperti gedong yang diapit dengan tempat tirta. Tempat tirta ini sepintas mirip seperti palungan yang terbuat dari batu baras. 

Menurut penuturan pemangku disini, tempat tirta ini jarang sekali kering, sekalipun dimusim kemarau. Apabila tempat tirta ini hampir kering, biasanya akan turun hujan. Bahkan selama pengabdiannya menjadi pemangku disini, belum pernah melihat tempat tirta ini sampai kering.


Pelinggih Tumpa

Pada piodalan, pelinggih ini banyak sekali mendapat aturan berupa hewan, baik itu ayam, bebek, kucit bahkan celeng.

Dari penuturan beberapa warga, apabila hewan peliharaannya sakit, cukup memerciki tirta yang didapat dari Pelinggih Tumpa ini. Apabila Hewan peliharaan nya sudah sembuh, maka pada saat piodalan biasanya mereka ngaturang ayam, bebek, kucit atau celeng terserah kaul mereka waktu nunas tirta.



Didalam pelinggih Tumpa ini terdapat 3 buah paras berbentuk seperti Bajra (ketu) Pedanda, maka itu tempat ini diyakini sebagi tempat penyimpenan niskala Bajra atau Ketu yang pernah dipakai oleh pendiri Pura Antap ini.

Selanjunta pemangku jan banggul mengatakan, pelinggih ini merupakan sumber Ilmu Pengetahuan. Terutama ilmu yang berhubungan dengan kewisesan. Maka itu kalau ada hubungannya dengan balian atau spiritual  maka di pelinggih inilah tempatnya untuk mapinunasan.





Penulis, Ir. Putu Januar Ardhana
Didampingi Istri Tercinta