SEKILAS PANDANG
TENTANG PURA SURALAYA
BANJAR
BANDA
BAB I
PENDAHULUAN
Om, Awighnemastu Nama Sidem
A. Selayang
Pandang Tentang Pura Suralaya
Para pembaca yang
penulis hormati, sebelum penulis menghaturkan segala sesuatu tentang Pura
Suralaya ini ini, ijinkanlah penulis menghaturkan
sembah sujud kehadapan Ida Sanghyang Aji Saraswati dan Bhatara Bhatari
yang melinggih di Pura Suralaya ini. Mudah-mudahan Beliau Asung Kertha Wara
Nugraha kepada penulis serta para damuh-damuh beliau yang ingin mengetahui
lebih jauh tentang Pura Suralaya. Khususnya tentang Sejarah Pura, Fungsi
Pelinggih dan Pula-Pali yang berlaku pada setiap Odalan, Rerainan (dina/tegak
odalan setiap bulannya), Purnama, Tilem,
Kajang Kliwon atau pada setiap harinya.
Seperti diketahui sampai
sekarang, pedoman baku tentang pura yang ada di Bali betul-betul sangat minim,
terutama tentang fungsi pelinggih dan pula pali yang dilaksanakan setiap odalan
atau pada hari hari penting agama hindu.
1
Sehingga didalam
setiap pelaksanaannya selalu memakai pedoman mule keto atau apa yang mereka
tahu, sehingga pelaksanaannya menjadi tidak jelas dan berbeda setiap saat. Disamping
itu, masalah nama pelinggih atau apa fungsinya serta siapa yang berstana di
sana, tentulah tidak semua orang mengetahui. Hal ini karena minimnya bacaan
tentang itu.
Maka itu, penulis
merasa tergerak untuk menulis tentang keberadaan Pura Suralaya, walaupun sumber-sumber
tentang Pura Suralaya sangatlah minim, apalagi pengetahuan penulis tentang pura
ini juga sangatlah terbatas. Tetapi berdasarkan keyakinan, Ida Bhatara Lelangit
dan Ida Bhatara yang melinggih di Pura Suralaya ini, pastilah akan memberikan
restu dan tuntunannya, maka dengan besar hati penulis memberanikan diri untuk
menulisnya. Apalagi sekarang sudah banyak diterbitkan buku-buku tentang Agama
Hindu, khusunya mengenai Agama Hindu di Bali, yang dapat penulis pakai pedoman
dan tuntunan.
Sekali lagi penulis
memohon, dimana penulis yang kebetulan
merupakan pretisentana Sira Arya Gajah Para yang lahir di Banjar ini, dengan
penuh rasa sujud bakti mohon ampun kehadapan Bhatara Bhatari yang melinggih
ring Pura Suralaya. Karena Damuh Bhatara
Bhatari, berani menulis dan menyebut-nyebut nama Bhatara-Bhatari.
2
Tetapi tujuan
penulis tiada lain hanya ingin berbakti, agar para damuh Bhatara Bhatari lebih
mengenal tentan Pura Suralaya. Semoga setelah mereka mengenal lebih dekat
tentang Pura ini, para Damuh Beliau di masa-masa mendatang akan lebih sujud dan
berbakti lagi.
B. Selayang
Pandang Tentang Banjar Banda
Adapun Pura Suralaya yang penulis jadikan obyek
penulisan adalah Merupakan pura kebanggaan dari masyarakat di sini. Seperti
diketahui, masyarakat banjar Banda ini merupakan masyarakat yang terdiri dari
beragam wangsa. Karena dari pengamatan Penulis Sanggah Kawitan yang ada di
Banjar Banda ini cukup beragam. Misalnya disini ada Pemerajan/Sanggah Kawitan
Sangging, Pemerajan/Sanggah Kawitan Pulasari, Pemerajan/Sanggah Kawitan Mpu
Haji, Pemerajan/Sanggah Kawitan Pasek, Pemerajan/Sanggah Kawitan Arya Gajah
Para, Sanggah/Pemerajan Kawitan Arya Kepakisan. Sanggah/Pemerajan ini besarnya
juga beraneka ragam dari Tri Lingga, Panca Lingga, Sapta Lingga sampai Ekadasa
Pepeking Dewata, semua ada di Banjar Banda ini.
Banjar Banda merupakan Banjar yang cukup Indah dan
Tenang dengan letak yang memanjang dari Utara ke Selatan. Banjar Banda merupakan salah satu Banjar yang
ada di Desa Dinas Takmung. Sedangkan Desa Dinas Takmung terdiri dari beberapa
banjar seperti misalnya, Banjar Takmung Kangin, Banjar Takmung Kawan, Banjar
Banda, Banjar Sidayu Kangin, Banjar Sidayu Kawan, Banjar Lepang, Banjar
Umesalakan dan Banjar Losan, yang terbagi menjadi 5 Desa Adat, yaitu Desa Adat Takmung, Desa
Adat Lepang, Desa Adat Umasalakan,
4
Desa Adat Sidayu Kawan dan Desa Adat Sidayu
Kangin. Desa Adat Takmung terdiri dari Banjar Takmung Kangin dan Kawan, Banjar
Losan dan Banjar Banda.
Sebagai konsekwensinya sebagai anggota Desa Adat, maka
Banjar Banda ini juga sebagai pengempon Pura Puseh, Pura Dalem dan Pura Bale
Agung atau Pura Kahyangan Tiga. Tetapi di Banjar Banda sendiri seperti penulis kemukakan dimuka,
disini juga ada sebuah Pura yang sangat dibanggakan oleh Warganya yaitu Pura
Suralaya.
Tetapi bagaimana proses dan kapan berdirinya pura
ini, tidak satupun bukti tertulis yang dapat penulis temukan. Penulis bahkan
sudah menelusuri sejarah ini sampai keberbagai tempat, yang penulis duga ada
kaitan dengan banjar ini. Misalnya ke banjar Tihingan, Lepang, Sari Merta Koripan,
bahkan sampai ke Dinas Kebudayaan Propinsi Bali. Tetapi hasilnya nihil. Hanya berupa mitos
yang berkembang dimasyarakat, itupun ada beberapa versi. Tetapi sebagai pedoman sementara penulis
mengambil satu versi saja.
Kisah ini sebenarnya dimulai ketika Dalem
Klungkung melakukan inspeksi terhadap pasukan beliau yang di tempatkan di
perbatasan kerajaan Klungkung dan kerajaan Gianyar. Nampaknya beliau kemalaman di tempat
ini.
5
Akhirnya beliau memutuskan untuk bermalam di
tempat ini. Setelah beliau kembali ke Klungkung, oleh masyarakat desa, di
tempat ini didirikan sebuah pura.
Tujuannya tiada lain untuk mengenang, bahwa ditempat ini, Dalem Klungkung pernah bermalam.
Masalahnya sekarang, kenapa pura ini dinamakan
Pura Suralaya? Seperti di Ketahui, Suralaya ini adalah negaranya Bhatara Indra
yang sering disebut Indra Loka atau Sorga Loka. Sedangkan Purinya/Istananya
bernama ”Puri Kendran”. Maka itu
penulis menduga, Dalem Klungkung ketika itu dianggap Titisan Bhatara Indra yang
turun ke dunia. Maka itulah tempat ini
dinamakan Pura Suralaya, yaitu Pura Tempatnya Bhatara Indra yang ada di Dunia.
Hal ini juga diperkuat, dengan ornamen-ornamen yang ada di Pura ini, hampir seluruhnya
menceritakan tentang kebesaran Bhatara Indra.
Misalnya yang ada di belakang
bangunan piasan (sekarang dijadikan aling-aling). Di sana dipahatkan tentang kisah Arjuna Wiwaha. Seperti kita ketahui, dalam kisah Arjuna
Wiwaha, yang dimulai karena Bhatara Indra sedang kena bencana dan berakhir
dengan terbunuhnya Niwatakawaca oleh Arjuna.
Berdasarkan hal tersebut di atas, Pura Suralaya sekarang
ini pun diyakini oleh seluruh Anggota Banjar Banda merupakan tempat
Bersemayamnya Bhatara Indra.
6
Sebagai peringatan, tonggak berdirinya pura
Suralaya ini, terus diperingati sampai sekarang, yaitu Anggar Kasih Medangsia dalam
bentuk Piodalan. Piodalan di Pura Suralaya ini berlangsung selama 3 hari, atau nyejer
selama 3 hari.
Sedangkan Kisah dan Sejarah, bagaimana
terbentuknya Banjar Banda ini juga masih banyak versi. Sebab sampai saat
sekarang, penulis belum menemukan bukti otentik, baik berupa tulisan maupun
bukti-bukti lain, tetapi hanya berupa cerita dari beberapa orang tua, itupun
beragam adanya. Salah satu dari cerita itu adalah sebagi berikut,
Ketika Raja Klungkung mengadakan penyerangan keberbagai
tempat yang ada di barat sungai Bubuh, maka diperintahkanlah prajurit beliau
yang berkedudukan di Banjar Ambengan, Batu Tabih, Desa Takmung untuk berangkat.
Ekspedisi ini dimulai dari Pantai Lepang ke barat
sampai Pantai Kesiut, dari sana lalu menuju uttara sampai di Tulikup. Dari Tulikup
ke timur sampai di sebuah hutan kecil yang sekarang menjadi Banjar Banda ini.
Didalam perjalanannya itu, balayuda ini juga membawa oleh-oleh yang diwariskan
sampai sekarang yaitu berupa ”Lesung Batu”. Bagi keluarga yang mempunyai Lesung
Batu, itu pertanda pengelingsirnya ikut dalam rombongan itu.
7
Setelah lama bermukim disini, Raja Klungkung
akhirnya memakai warga ini sebagai ”Tabeng Dada” kerajaan tepi barat.
Pada suatu kesempatan, Raja Klungkung mengadakan
kunjungan kesini, semacam inspeksi pasukan. Ketika tiba, beliau dilinggihkan
disebuah tempat. Tempat itu dikemudian
hari dibangun sebuah pura. Pura inilah kemudian diberi nama Pura Suralaya. Sekarang
masalahnya kenapa banjar ini diberi nama Banda dan kenapa puranya disebut Pura
Suralaya. Banda mungkin saja terinspirasi dari ”Jembatan Situbanda” yang dibuat
oleh Prabhu Ayodia, Rama Dewa ketika
menyerang Prabhu Alengka Pura, Rahwana. Raja Klungkung mungkin menegaskan dan
memesankan agar Masyarakat yang berdiam
disini mempunyai semangat untuk mempertahankan daerahnya seperti Prabhu Rama
Dewa ketika membuat jembatan Situbanda itu.
Sedangkan Suralaya adalah merupakan negara dari
Dewa Indra. Ketika Raja Klungkung mengadakan lawatan ke sini, beliau bertindak
sebagai panglima perang. Kita tahu Dewa Indra adalah dewa perang atau panglima
para dewata. Maka itulah tempat peristirahatan belia disini, dinakakan Pura
Suralaya.
8
Penulis juga sempat berbincang dengan beberapa
ahli kata. Kata Sura Laya mengandung arti yang syarat makna. Suralaya itu,
artinya pertahankanlah daerah ini sampai titik darah penghabisan walaupun
taruhannya mati. Apabila kamu
mati karena mempertahankan daerahmu, kamu akan disebut ”Satria Mahottama”. Inilah yang sekarang disebut dengan
istilah ”Puputan”.
Tetapi secara mengejutkan, penulis mendapatkan
sebuah salinan rontal dari gria Takmung, yang secara jelas memuat tentang
berdirinya sejarah banda ini, termasuk sejarah Pura Suralaya ini.
Adapun naskah lenghkapnya adalah sbb,
“Paman menawe hane kari anak anaking
Kyayi Bendul sisaning pejah kararudang ke Badung”, ike kanikayang sire angalih
antuk Dalem, I Pandé anawur wacanan Déwagung, sahe sembah mepamit ke Badung amendak I Gusti
Badung, pinake pamacek jagat Tihingan. I
Gusti Pucangan angicén, aris te sire I Gusti Badung jenek ring Tihingan. Swé te sire ring Tihingan, rumase embang
désané kiléning Takmung, raris te sire angalih maring kuloning Takmung pinake
pangukuh gelaring Semarepure. Kicén
wadwe olih paman sire I Gusti Kubakal wanging Banjar Ambengan Takmung 30 diri,
wekasan mearan Dése Bande, mapan binande sini déning lawan tmes tekaning
mangkin, sampun aswé sire jenek
ring Bande anangun sire parhyangan
inaranan Sure Laye.
9
Sure ngaran Wani, puruse. Laye ngaran prelaye. Muwah amangun pamerajan linggih dané I Gusti
Badung sisi lor Pure Surelaye, ring wétanye Carik Subak Penasan, kidul mewates
Pure Dalem Umesalakan, sisi kulon Toye Tukad Bangke”
Maka itu, penulis menyerahkan kepada
pembaca untuk menyimak, yang mana yang benar.
Apakah mitosnya atau turunan rontalnya.
Ketika penulis menulis tulisan ini, jumlah
penduduk banjar Banda adalah kurang lebih 125 kepala keluarga, termasuk warga
banda yang ada di rantauan. Sedangkan mata pencaharian masyarakatnya sebagian
besar adalah di bidang pertukangan, sehingga darah seni sebenarnya sudah
mengalir dalam diri mereka semenjak lama.
Maka itu tidak mengherankan kalau dari banjar ini
lahir seorang Maestro Seni yang sudah sangat terkenal ke manca negara yaitu
seorang pelukis yang bernama I Nyoman Gunarsa. Sebagai rasa
bangga terhadap banjarnya ini, maka beliau mendirikan sebuah museum seni. Bahkan
museum ini, sekarang menjadi semacam Identitas kota Klungkung, khusunya bagi Banjar Banda.
10
Banjar Banda ini tepatnya terletak 4 Km di barat kota
Klungkung, yang dibatasi oleh, batas-batas geografis. Sebelah Utara adalah banjar Penasan
(Desa Tihingan), Di Bagian Barat adalah sungai Kerincing atau sering
disebut tukad Bangka (tukad mati), Di Selatan desa adat Umasalakan dan Sebelah Timur
adalah banjar Takmung.
Menurut carita para tetua dan sesepuh banjar Banda,
dulunya banjar Banda ini menjadi bagian dari banjar Takmung. Tetapi karena
sesuatu hal, maka pada tahun 1940 an, banjar Banda menjadi banjar tersendiri. Sedangkan
dari turunan rontal gria takmung juga sangat jelas dikatakan, seperti itu. Adapun naskah lengkapanya adalah sbb,
”Ring tahun
maséhi 1942, hane wicare Takmung kelawan Bande mawit saking upacare Pitre
Yadnye. Wanging Bande asétre ring
Takmung sinanggeh madoh angawe rompok ring Takmung. Mahyun te sire angawé rompok nyisi Dese Bande
sakte amawe tawulan angeliweri kahyangan dése.
Tan wéhane mapan tan wenang malih amawe tawulan maring dése pekraman,
mawit saking ike sawus amitre yadnye, Bande tan malih asétre ring Takmung sahe
angawé sétre ature I Mergig (?), mangkane predatanye nguni”.
11
Pada Tahun 1980 an anggota banjar Banda berkisar
antara 70 sampai 75 Kepala Keluarga. Sedangkan saat ini (tahun 2012) jumlah
anggota banjar Banda ini sudah mencapai kira-kira 125 Kepala Keluarga.
Pada tahun 2009 banjar banda secara defakto
memekarkan diri menjadi Desa Adat tersendiri, tetapi sampai buku ini kami
tulis, masalahnya belum selesai. Artinya
belum dapat pengakuan resmi dari yang berwenang.
![]() |
Kerja Bakti |
Selayang Pandang Pura Kahyangan Tiga
Suralaya
Rencana pemekaran atau pengembangan banjar banda
menjadi desa adat banda memang sudah mengerucut. Ini artinya masyarakat banjar banda akan
membuat pura kahyangan tiga tersendiri dan memisahkan diri dari desa adat
Takmung.